MEMBANGUN PEMIKIRAN KEAGAMAAN DENGAN PARADIGMA KERAHMATAN UNTUK HIDUP BERDAMPINGAN DALAM HARMONI
MISI
Jumat, 21 Oktober 2011
KHADAFI AND AHMADINEJAD
DOMBA DOMBA ISRAEL BERSORAK
Jika kubisa membaca catatan langit,
pasti dengan mudah kudapat menghitung berapa bintang yang jatuh,
lalu kuhentikan pasang surut lautan,
dan membiarkan matahari bercengkerama dengan bumi.
Hingga terbentang cakrawala tanpa kaki langit
dan anak panah zaman melesat tanpa batas pandangan.
Jika kubisa meminjam catatan langit,
pasti kuberikan kepadanya,
agar dia tidak melangkah menuju garis ajal,
agar dia tetap mengibarkan bendera hijau dalam genggaman tangan kanannya,
sementara tangan kirinya menyingkirkan setiap duri
yang sengaja ditaburkan domba domba Dajjal.
Sayang kawan,
kita hanya memiliki ensklikopedi bumi sebagai referensi,
yang penuh agenda berbahasa Inggris paria.
Namun kita memujanya seakan bahasa surga,
yang harus kita lafalkan di setiap ruang zaman.
Sehingga kita menjelma domba-domba Israel,
yang mengingkari pembebasan Musa sang Nabi.
Dan domba-domba bersorak beriringan
melangkah bersama menuju abotoar.
Kemudian antri menanti dikuliti.
Innalillahi Wainna ilaihi Roji'un.
Yaa akhii Khadafi, Jazaakumullahu khoiron katsiron
KEPADA AKHII AHMADINEJAD
Akhii,
Bisakah kita berjabat tangan ?
Untuk menyatukan kinetika muslim sedunia
Yang koyak akhibat missil missil Amerika
Bersama sekutu-sekutu sejati Yahudi
Mister Presiden yang konsisten
Bisakah kita duduk se tikar
Untuk berujar barang sebentar
Agar kami bisa belajar
apa yang diperlukan untuk membongkar
dan mengusir lasykar AS dari bumi Iran ?
Kita pasti sepakat dunia tidak harus menjadi Karbala
Dimana kemuliaan diinjak-injak kaki penuh dosa
Hingga tangan tangan kotor
Mengibarkan hilafah seenak perutnya,
Hingga nilai nilai keadilan
Dihempaskan sejengkal demi sejengkal
Demi meuaskan gairah Dajjal.
LELAKI DENGAN SAJADAH KUMAL
Lelaki tua di tebing pantai nan terjal
menatap ngungun bahtera yang berlayar meninggalkannya
mengarungi riak, alun, dan puncak-puncak ombak bergantian
Entah menuju kemana
Yang pasti sauh telah dicabut,
dan angin buritan membawanya ke tengah samudra
Tak mungkin ditahan lelaki tua
di tebing pantai nan terjal,
yang hanya berbekal sajadah kumal
Lelaki tua yang ngungun akhirnya tersungkur,
di tebing pantai yang terjal, hanya bisa membelai
satu satunya yang ia bawa,
sebuah sajadah kumal
Dingin menohok lelaki di atas sajadah kumal
di tebing pantai yang terjal
Dia mengigau tentang kidung samudra raya
dalam guru lagu macapat Maskumambang
memanggil pendar cahaya
untuk menyalakan pelita di hatinya
Tapi malam terlalu kelam
dan badai daratan yang kejam,
menghempaskan dirinya bagai kapas
terjerembab di kegelapan lautan ,
Lelaki tua berteriak ketakutan :
Ely ... Ely..... Lammaa Sabachtani
dan tidur meninabobokan kengerian
Lelaki tua bersajadah kumal
terdampar di buritan sebuah kapal
berbendera hijau bertuliskan :
"Kami Bukan Teroris, Kami Sekedar Menuntut Keadilan"
"WE ARE NOT TERORRIST, WE NEED JUST A JUSTICE"
نضع يست إرهابية ، ونحن في حاجة الى العدالة
Tersadar masih punya harapan,
Lelaki tua menangis syujud syukur,
di atas sajadah kumal
Yang ia bawa sebagai kesaksian.
Kepada semua anak kapal,
Lelaki tua bersajadah kumal,
bercerita tentang makna beda kadar garam lautan
bagi elan vital kehidupan
Lalu menatap satu persatu awak kapal
dengan senyum ramah dia tanyakan berulang :
"Maka nikmat Tuhan Kamu yang Manakah yang kamu dustakan ?"
"Fabiayyi aalaa irobikuma tukadziban ?"
"Where is God Blessing that you have been Lie ?"
"Maka nikmat tuhan Kamu yang manakah yang kamu dustakan ?"
Lalu gemuruh badai menggoncang perjalanan kapal
Mereka larut teriakan teriakan Takbir : Allahu Akbar !
Lelaki tua bersajadah kumal,
Tetap khusyu dalam doa Nuh menyongsong perjalan ke puncak kebaruan
"Bismillahi Majreha Wamursaha, Inna Robbi Laghofuururrahiim"
Dan dia selamat di puncak bukit Juddi, Puncak kebaruan kehidupan"
Dalam cahaya seribu bulan
Jakarta, 2 Ramadhan 1430 H
Ramadan Fasting Reflection on second day, 23th August 2009.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar