MEMBANGUN PEMIKIRAN KEAGAMAAN DENGAN PARADIGMA KERAHMATAN UNTUK HIDUP BERDAMPINGAN DALAM HARMONI
MISI
Kamis, 01 Desember 2011
KOMUNIKASI BEREMPATIK
Pendahuluan
Serulah ke jalan tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan berargumenlah dengan argumen yang lebih mumpuni.
Petunjuk Rasulullah
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda yang artinya kurang lebih: Jika kamu berbicara (menyampaikan ucapan) tentang sesuatu perkara kepada suatu kaum padahal perkara itu tidak terjangkau (tidak dipahami) oleh akal pikiran mereka, niscaya akan membawa fitnah di kalangan mereka. (HR. Muslim)
Hadist itu menurit hemat penulis memberikan landasan/prisnsip dalam berkomunikasi. Kita hendaknya berkomunikasi dengan akal pikiran mitra komunikasi kita (komunikan). Artinya, sudah selayaknya kita harus memahami akal pikiran, atau perasaan dari orang atau kaum yang terlibat komunikasi dengan kita. Dalam bahasa sekarang, komunikasi yang demikian disebut sebagai komunikasi berempati.
Definisi Komunikasi berarti hubungan antara satu pihak dengan pihak yang lain. Definisi Empati berarti memahami perasaan / kondisi pihak lain tanpa terbawa untuk mengikuti kepentingan pihak lain dan mengabaikan kepentingan diri sendiri.
Definisi Komunikasi Empati berarti hubungan antara satu pihak dengan pihak lain, dimana pihak-pihak yang berkomunikasi mampu memahami perasaan / kondisi pihak lain tanpa terbawa untuk mengikuti kepentingan pihak lain dan mengabaikan kepentingan diri sendiri.
Hal ini berbeda dengan dengan Komunikasi Simpati Pemaknaan Komunikasi Simpatik sendiri berarti hubungan antara satu pihak dengan pihak lain, dimana pihak-pihak yang berkomunikasi mampu memahami perasaan / kondisi pihak lain dan terbawa untuk berpihak ke kondisi tsb.
Prinsip Prinsip Komunikasi Efektif
1: Respect
Prinsip pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan. Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum yang pertama dalam kita berkomunikasi dengan orang lain. Kita semua memahami pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting.Bbahkan ketika kita harus mengkritik atau memarahi seseorang, lakukan dengan penuh respek terhadap harga diri dan kebanggaaan seseorang. Apabila kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim.
Menurut ahli komunikasi Dale Carnegie dalam bukunya How to Win Friends and Influence People, rahasia terbesar yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam berurusan dengan manusia adalah dengan memberikan penghargaan yang jujur dan tulus. Sementara itu, William James mengatakan bahwa "Prinsip paling dalam pada sifat dasar manusia adalah kebutuhan untuk dihargai." Dia mengatakan ini sebagai suatu kebutuhan (bukan harapan ataupun keinginan yang bisa ditunda atau tidak harus dipenuhi), yang harus dipenuhi. Ini adalah suatu rasa lapar manusia yang tak terperikan dan tak tergoyahkan. Lebih jauh Carnegie mengatakan bahwa setiap individu yang dapat memuaskan kelaparan hati ini akan menggenggam orang dalam telapak tangannya.
Charles Schwabb, salah satu orang pertama dalam sejarah perusahaan Amerika yang mendapat gaji lebih dari satu juta dolar setahun, mengatakan bahwa aset paling besar yang dia miliki adalah kemampuannya dalam membangkitkan antusiasme pada orang lain. Dan cara untuk membangkitkan antusiasme dan mendorong orang lain melakukan hal-hal terbaik adalah dengan memberi penghargaan yang tulus. Hal ini pula yang menjadi satu dari tiga rahasia manajer satu menit dalam buku Ken Blanchard dan Spencer Johnson, The One Minute Manager.
2: Empathy
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Secara khusus Covey menaruh kemampuan untuk mendengarkan sebagai salah satu dari 7 kebiasaan manusia yang sangat efektif, yaitu kebiasaan untuk mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti (Seek First to Understand then be understood to build the skills of empathetic listening that inspires openness and trust).
Mengenai kemampuan mendengarkan, Ram Charam, dalam bukunya Know-How, mengungkapkan bahwa kemampuan mendedngarkan dengan fikiran terbuka , dan mengetahui apa sebenarnya yang diinginkan oleh orang lain sangatlah penting. Karena bersedia mendengarkan saja sudah dapat meredakan masalah , dfan hal ini membantu kita memahami arti "menang dan "kalah" bagi orang lain. Inilah yang disebut dengan Komunikasi Empatik. Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain.
Berkomunikasi secara emphatik, kita berkomunikasi denhgan masuk ke dalam kerangka acuan orang lain. Kita memandang keluar melewati kerangka acuan itu, kita melihat dunia dengan cara mereka melihat dunia, kita memahami paradigma mitra komunikasi kita, kita mengerti bagaimana perasaan mereka. Untuk melakukan hal ini kita memerlukan pemahaman tentang “perasaan, fikiran, atau karakter” mitra komunikasi kita.
Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya. Oleh karena itu dalam ilmu pemasaran (marketing) memahami perilaku konsumen (consumer's behavior) merupakan keharusan. Dengan memahami perilaku konsumen, maka kita dapat empati dengan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, minat, harapan dan kesenangan dari konsumen. Demikian halnya dengan bentuk komunikasi lainnya, misalnya komunikasi dalam membangun kerjasama tim. Kita perlu saling memahami dan mengerti keberadaan orang lain dalam tim kita. Rasa empati akan menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa respek akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam membangun teamwork.
Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima.
Empati bisa juga berarti kemampuan untuk mendengar dan bersikap perseptif atau siap menerima masukan ataupun umpan balik apapun dengan sikap yang positif. Banyak sekali dari kita yang tidak mau mendengarkan saran, masukan apalagi kritik dari orang lain. Padahal esensi dari komunikasi adalah aliran dua arah. Komunikasi satu arah tidak akan efektif manakala tidak ada umpan balik (feedback) yang merupakan arus balik dari penerima pesan. Oleh karena itu dalam kegiatan komunikasi pemasaran above the lines (mass media advertising) diperlukan kemampuan untuk mendengar dan menangkap umpan balik dari audiensi atau penerima pesan.
Sebagai anggota legislative misalnya, meski telah dibagi dalam fraksi-fraksi, kadang masyarakat mendatangi kita dalam banyak hal. Berbagai latarbelakang dan tingkan sosial ekonomi harus kita hadapi. Sudah barang tentu untuk berkomunikasi secara emphatik dengan mereka kita harus memahami masing-masing. Kita perlu memahami bagaimana perasaan kupu-kupu malam yang dikejar-kejar, kita perlu memahami bagaimana pedagang kaki lima yang diangkut lapaknya oleh tibum, kita juga perlu memaham bagaiman perasaan seorang ustadz yang dianggap terorris dll.
3: Audible
Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik. Dalam komunikasi personal hal ini berarti bahwa pesan disampaikan dengan cara atau sikap yang dapat diterima oleh penerima pesan.
4: Clarity
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka prinsip keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Ketika saya bekerja di Sekretariat Negara, hal ini merupakan hukum yang paling utama dalam menyiapkan korespondensi tingkat tinggi.Karena kesalahan penafsiran atau pesan yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana.
Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita. Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau tim kita.
5: Humble
Prinsip kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Dalam edisi Mandiri 32 Sikap Rendah Hati pernah kita bahas, yang pada intinya antara lain: sikap yang penuh melayani (dalam bahasa pemasaran Customer First Attitude), sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar.
Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang handal dan pada gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain yang penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dan saling menguatkan.
Realitas Komunikasi kita
Ketika orang lain berbicara, kita biasanya “mendengarkan” dalam salah satu dari empat tingkat. Kita mungkin mengabaikan orang itu, tyidak benar-benar mendengarkannya. Kita mungkin berpura-pura “yaa, hmm, benar”. Kita mungkin mendengar secara selektif, mendengar hanya bagian-bagian tertentu dari percakapan. Kita sering melakukan ini sewaktu mendengar celotehan terus menerus dari anak prasekolah. Atau kita mungkin mendengar secara atentif, menaruh perhatian dan memfokuskan energi pada kata-kata yang diucapkan. Tetapi sedikit sekali dari kita mempraktekan tingkat kelima, bentuk tertinggi dari mendengarkan, yaitu mendengar dengan empatik.
Kita memiliki kecendrungan untuk menyerbu masuk ke dalam masalah seseorang, untuk memberikan nasihat yang kita piker dapat memperbaiki segala sesatu. Namun kenyataannya, cara itu sering kali justru malah memperburuk keadaan, sebab kita telah gagal meluangkan waktu untuk mendiagnosis, untuk benar-benar mengerti secara mendalam tentang permasalahannya. Mungkin banyak orang mengistilahkan hal ini sebagai “sok tahu”, atau tidak mau tahu apa yang terjadi pada orang itu, atau masalah orang itu.
Komunikasi adalah suatu keterampilan yang paling penting di dalam kehidupan ini. Salah satu kunci komunikasi yang efektif adalah berusaha mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti. “Berusaha mengerti lebih dulu” memerlukan paradigma yang sangat mendalam. Kita biasanya lebih dulu ingin dimengerti. Kebanyakan orang tidak mau mendengarkan dengan baik. Mereka menyaring segalanya melalui paradigmanya sendiri. Mereka dipenuhi dengan kebenaran mereka sendiri, autobiografi mereka.
Mendengarkan dengan empatik (dari kata empathy) maksudnya adalah berusaha lebih dulu untuk mengerti, untuk benar-benar mengerti; masuk ke dalam kerangka acuan orang lain. Kita memandang keluar melewati kerangka acuan itu, kita melihat dunia dengan cara mereka melihat dunia, kita mengerti paradigma mereka, kita mengerti bagaimana perasaan mereka. Intisari dari mendengarkan dengan empatik bukanlah bahwa Anda selalu setuju dengan seseorang, tetapi bahwa Anda sepenuhnya, secara mendalam, mengerti orang itu secara emosional sekaligus intelektual.
Mendengarkan secara empatik memerlukan jauh lebih banyak daripada sekedar merekam, merenungkan, atau bahkan mengerti kata-kata yang diucapkan. Para ahli komunikasi memperkirakan bahwa hanya 10% komunikasi kita diwakili oleh kata-kata yang diucapkan; 30% oleh suara; dan 60% oleh bahasa tubuh kita. Dalam mendengarkan secara empatik memang kita mendengarkan dengan telinga kita, tetapi lebih penting lagi kita juga mendengarkan dengan hati kita…
Ketika Anda mendengarkan orang lain dengan empati, Anda memberi kepada orang tersebut udara psikoligis. Segera sesudah kebutuhan penting itu terpenuhi, barulah Anda dapat berfokus pada pemberian pengaruh atau pemecahan masalah. Dengan komuniklasi emphatik, maka kita dapat memahami sekaligus memberi pemahaman berbagai hal yang mungkin berbeda. Kita dapat memberikan pemahaman tentang perda, kebijakan dan lain-lain yang mungkin belum bisa diterima oleh masyarakat dengan cara yang masyakat pahami.
Dengan keampuan berkomunikasi secara emphatic maka berbagai gejolak, perselisihan dll dapat dihindarkan, sekaligus dapat membuka jalan agar berbagai program, perbagai aturan dan kebijakan baru dapat dijalankan dengan dukungan bersama.
Melatih Empati
1. Muhasabah
Menghitung diri adalah proses penilaian diri sendiri dengan perenungan (introspeksi) akan diri kita sendiri. Melalui proses ini kita akan mendapatkan ketajaman batin karena kita akan melakukan katarsis (pembersihan, tazkia) bathin kita yang mungkin berdebu. Dengan bathin yang bebas debu ini lah kita mampu menangkap aura-aura, pancaran-pancaran pribadi orang yang kita hadapi. Bathin kita sering diumpamakan sebagai kaca (miskah), jika kaca berdebu, maka dia tidak mungkin mampu menangkap cahaya, warna dari obyek-obyek di depannya.
2. Curhat
Mengasah ketajaman emphatic dengan banyak mencobanya dalam mengahadi curah hati (curhat) dari siapapun dengan benar-benar berusaha memahaminya, dan memposisikan diri sebagai orang yang curhat tersebut. Melatih-dan melatih seakan kita mengasah pisau emapti kita agar terus tajam.
3. Teposeliro
Memposisikan diri kita pada posisi orang lain, dalam masyarakat jawa disebut sebagai teposeliro. Perilaku ini harus menjadi perilaku kita sehari-hari sehingga secara tidak langsung kita melakukan pengasahan, penajam melalui kehidupan keseharian. Jika hal ini sudah tertanam dan menjadi karakter kita, maka secara otomatis akan “muncul” sendiri ketika dibutuhkan. Sikap spontan berempati akan otomatis terjadi saat kita melakukan komunikasi.
4. Visiting and Roleplaying
Untuk mengasah emphati kita juga dapat dilakukan dengan visiting dan observasi, kunjungan dan observasi kepada berbagai lingkungan dengan berbagai karakternya. Hasil observasi dan visiting ini dapat ditindaklanjuti dengan melakukan dengan perenungan dan jika perlu dengan melakukan role playing, pemeranan dari berbagai ragam kondisi, latar belakang, fikiran dan juga perasaan dari peran-peran yang beragam. Proses role playing yang disertai dengan internalisasi (teposalira) peran-peran akan memungkinkan kita memahami peran-peran itu dan bagaimana berkomunikasi dengannya.
Mudah-mudahan ada manfaatnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar