MEMBANGUN PEMIKIRAN KEAGAMAAN DENGAN PARADIGMA KERAHMATAN UNTUK HIDUP BERDAMPINGAN DALAM HARMONI
MISI
Jumat, 04 November 2011
IDUL ADHA DAN PENGEMBANGAN IPTEK
Hari Raya Idul Adha dilaksanakan tepat setelah Jama’ah haji menyelesaikan wukuf di Arfah, sehingga sering disebut sebagai Hari Raya Haji (ba’da haji atau Bada ji). Idul Adha sendiri sering disebut Hari Raya Qurban, karena pada hari itu dan 3 hari berikutnya (hari tasyrik) kaum muslimin disyariatkan melakukan ibadah Qurban.
HAJII (Hajar, Ibrahim dan Ismail) Hajar, pelopor Ibu mandiri yang penuh percaya diri. Ibrahim pelopor dialektika tauhid dan Bapak pembangunan untuk persatuan umat, Ismail , Pelopor Generasi Muda Robbii Rodliah. Napak tilas perjuangan hidup 3 (tiga) manusia pelopor ini tergambar dalam ritual ibadah haji. Semoga sahabat Fb yang sedang menjadi Tamu Allah, benar-benar mampu meneladani Kepeloporan 3 manusia mulia ini.
Allah SWT memuji Ibrahim dalam flrman-Nya:
"Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). " (QS. an- Nahl: 120)
Termasuk keutamaan Allah SWT yang diberikan-Nya kepada Ibrahim adalah, Dia menjadikannya sebagai imam bagi manusia dan menganugerahkan pada keturunannya kenabian dan penerimaan kitab (wahyu). Oleh kerana itu, kita dapati bahawa setiap nabi setelah Nabi Ibrahim as adalah anak-anak dan cucu-cucunya. Ini semua merupakan bukti janji Allah SWT kepadanya, di mana Dia tidak mengutus seorang nabi kecuali datang dari keturunannya. Demikian juga kedatangan nabi yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw, adalah sebagai wujud dari terkabulnya doa Nabi Ibrahim yang diucapkannya kepada Allah SWT di mana ia meminta agar diutus di tengah-tengah kaum yang umi seorang rasul dari mereka.
Cara Ibrahim AS Menghadapi Realitas Paganisme
Jauh sebelum menjadi Nabi, Ibrahim sejak kecil telah kritis terutama berkaitan dengan realitas penyembahan berhala dengan pengalaman empirik dia dan keluarganya sebagai “pengrajin” dan penjual berhala. Pengalaman panjang kehidupan keluarga dan masyarakatnya yang menimbulkan pertanyaan dalam benaknya tentang tuhan, membuatnya melakukan observasi dan pengujian empirik hasil observasinya untuk menemukan jawaban siapa sesungguhnya Tuhan yang sebenarnya.
Pengamatan empirik akan kehidupan berberhala telah membuahkan kesimpulan logis realistis sebagaimana doa Nabi ibrohim sebagai berikut :
“ Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala berhala itu telah menyesatkan kebanyakan dari pada munusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S. Ibrahim : 36).
Penggunaan kluster Kebanyakan dari Manusia sungguh sebuah redaksi kesimpulan yang sangat logis dan realistis, karena memang realitasnya, tidak semua manusia saat itu dapat disesatkan oleh berhala. Paling tidak ini terjadi pada diri nabi Ibrohim, yang setiap hari berkutat dengan berhala-berhala itu.
Sangat menarik untuk mengikuti bagaikamana Ibrahim kecil “mempertanyakan” tuhan dan kepantasan penyembahan terhadapnya. Suatu saat Ibrahim bertanya kepada ayahanndanya : “ Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan ? sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata” (Q.S. Al An’Am: 74).
Perenungan akan pertanyaan dan hipotetik ketuhanan ini dilanjutkan dengan pengamatan dan pengujian empirik sebagaimana dilukiskan pada ayat berikut :
“ketika mlam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata : “inilah Tuhanku” tetapi ketika bintang itu tenggelam dia berkata : “saya tidak suka kepada yang tenggelam” Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata : “Inilah Tuhanku”. Tetapi setelah melihat bulan itu terbenam, dia berkata : “sesungguhnya jika tuhanku tidak member petunjuk kepadaku , pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat”. Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata : “inilah tuhanku, ini yang lebih besar”’ maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata : “Hai kaumku sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (Q.S. Al An “Am : 77 – 79).
Uraian di atas menunjukan, dalam menghadapi dan mencari jawaban atas hasrat menghetahui Siapa Tuhan sebenarnya, Ibrahim merlaluinya dengan tahapan-tahan tertentu, melalui kontemplasi, observasi dan pengujian empirik bahkan melalui pengujian langsung ke obyek-obyeknya, yang berjalan beriringan dengan perkembangan spiritualnya hingga ia yakin dan cendrung pada nilai-nilai kebenaran. Coba kita renungkan ayat-ayat berikut :
"Kemudian ia pergi dengan diam-diam kepada berhala-berhala mereka; lalu ia berkata" Mengapa kalian tidak makan?" (QS. ash- Shaffat: 91)
Ibrahim mengejek patung-patung itu. Ibrahim mengetahui bahawa patung itu memang tidak dapat memakannya. Ibrahim bertanya kepada patung-patung itu:
"Mengapa kamu tidak menjawab?" (QS. ash-Shaffat: 92)
Dalam bahasa Maurice Buccaile, apa yang dilakukan Ibrahim AS adalh fithroh manusia yang ingin mengetahui siapa dan apa Yang Maha Suci, dan ketika itulah dia menemukan Tuhan, dan sejak itu pula dia berusaha berhubungan dengan-Nya bahkan berusaha untuk meneladani sifat-sifat-Nya (hanifan musliman). Usaha itulah yang dinamai beragama. Dan cara beragama sebagaimana nabi Ibrahim lakukan itulah yang disebut Millata Ibrohim (Millah Ibrohim).
Scince Modern
Sains dikembangkan berdasarkan observasi dan pengujian empiric serta berbagai perenunganb kontemplasi dalam menfasirkan berbagai gejala empiric tersebut. Kontemplasi , observasi dan pengujian empirik tentang “apel jatuh” telah melahirkan Sains Newtonian. Pada tahapan berikutnya berkembang menjadi sains pasca Newtonian yang terwujud dalam tiga bidang penemuan : (1) teori relativitas Enstein; (2) teori mekanika kuantum, antara lain uncertainty principle yang ditemukan oleh Heisenberg ; dan (3) teori expanding univers yang ditemukan sejak 1927 oleh Lemaitre, Hubble (1929) dan Gamow (1952). `
Pada prinsipnya tujuan sains ialah menemukan pengetahuan yang benar mengenai berbagai keadaan alam semesta. Kewajiban batiniah seseorang ilmuwan ialah memberikan sumbangan pengetahuan baru yang benar saja ke kumpulan pengetahuan benar yang telah ada, walaupun ada tekanan-tekanan ekonomi atau social yang memintanya untuk tidak melakukan hal itu, karena tanggung jawabnya ialah memerangi ketidak tahuan, prasangka dan takhayul di kalangan manusian mengenai alam semesta ini.
Meskpun secara prinsip tujuan sain itu begitu indah, namaun kini smakin Nampak indikasi dari dampak sains yang berantagonis dari apa yang diharapkan dari padanya; kontaminasi air, udara, tanah, efek buruk berganda pada kehidupan tumbuhan dan hewan, pengrusakan hutan di seluruh bumi, erosi tanah, pengurasan air tanah, akumulasi limbah-limbah yang toksik, efek rumah kaca yang meningkat, black hole dari lapisan ozon pada atmosfir, kerusakan keseluruhan ekosistem dari planet ini, semua mun cul sebagai masalah yang meningkat kompleksitasnya yang menjadi semakin serius dari perkembangan sain dan teknologi yang lepas dari semangat keberagamaan.
Millah Ibrohim dan IPTEK Rabbani
Millah Ibrohim, atau beragama sebagaimana cara Nabi Ibrohim melakukannya dalam hidup, adalah bagaimana kita mensucikan diri dari berbagai “keberhalaan “ dalam hidup kita dengan cara inilah manusia akan samapai ke fithrohnya (mahluk suci). Kesucian meliputi tiga unsure yakni : kebenaran, keindahan dan kebaikan. . Karena itu seorang yang beragama akan selalu berusaha untuk mencari dan mendapatkan yang benar, yang baik dan yang indah. Mencari yang benar menghasilkan ilmu, mencari yang baik menghasilkan akhlak, dan mencari yang indah menghasilkan seni.
Penganut millah Ibrohim ini disebut sebagai muslimin (Q.S. Al Hajj : 78) dan agamanya disebut sebagai Islam., ini adalah jalan Allah , jalan yang lurus (Q.S. Al Fatihah : 5). Ciri has dari agama ini adalah cocok dengan fitroh manusia sehingga tidak ada kesulitan apapun untuk melaksanakannya, asal mau bersungguh-sungguh secara benar (Q.S. Al Hajj : 78). Ciri lai dari cara beragam secara Millah Ibrohim adalah dengan menjauhkan diri dari sekedar ikut-ikutan tanpa sikap kritis logis.
Coba kita pahami terjemahan al Quran berikut :
"Dan sesungguhnya telah kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui keadaannya. (Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: 'Patung-patung itu apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya ?' Mereka menjawab: "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya.' Ibrahim menjawab: 'Sesungguhnya kamu dan bapak- bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata.' Mereka menjawab: 'Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?' Ibrahim berkata: 'Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas apa yang demikian itu. Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala- berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya.' Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata: 'Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim.' Mereka berkata: 'Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim.' Mereka berkata: '(Kalau demikian) Bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikannya.' Mereka bertanya: 'Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?' Ibrahim menjawab: 'Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara.' Maka mereka telah kembali kepada kesedaran mereka dan lalu berkata: 'Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang- orang yang menganiaya (diri sendiri).' Kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahawa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara.' Ibrahim berkata:, maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun tidak dapat pula memberi mudarat kepada kamu?' Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahaminya? Mereka berkata: 'Bakarlah dia dan bantulah tuhan- tuhan kami jika kamu benar-benar hendak bertindak.'" (QS. al- Anbiya': 51-68)
Ciri has beragama secara nabi Ibrohim adalah mahabbah (cinta) yang totalitas kepada Allah SWT. Mahabbah total ini dibuktikan dekan jiwa rela berkorban. Kerelaan berkorban dari nabi Ibrohim sungguh luar biasa, hingga satu-satunya anak yang sepanjang hidupnya diharapkan kehadirannyapun dengan tunduk dan patuh dikorbankan untuk memenuhi cintanya yang tertinggi kepada Allah SWT.
Jika millah Ibrahim ini dijalankan dengan benar-benar serius, maka hasrat akan kebenaran yang melahirkan ilmu benar-benar tercapai. Pelaksanaan dari rukun-rukun agama Nabi Ibrohim ini akan mampu mengembangkan ilmu dan teknologi. Sebagai missal, tuntutan untuk melaksanakan Qurban dengan hewan jantan , maka diperlukan kemampuan bagaimana dapat mengembangkan teknologi yang mampu diterapkan sehingga dapat meproduksi hewan-hewan jantan untuk memenuhi kebutuhan ibadah qurban, akikah dll, melalui berbagai upaya rekayasa genetic (genetic enggeenering).
Sebaliknya, kemampuan rekayasa genetika yang canggih, akan digunakan untuk kemaslahatan (nilai-nilai kebaikan) umat manusia. Ilmuwan muslim tidak mungkin melakukan rekayasa genetic untuk menghasilkan manusia baru tanpa institusi pernikahan. Seorang ilmuwan muslim akan menghindarkan dirinya dari usaha-usaha pengembangan sain dan teknologi yang bertentangan dengan nilai nilai uluhiah, rububiyah maupun mulkiyah.
Berkaitan dengan ibadah Haji sendiri, momen perjalanan spiritual di lahan yang terbatas di tanah Harram dan sekitarnya, dengan segala aktivitas yang memerlukan jadwal waktu tertentu sudah semestinya akan memancing kontemplasi dengan berbagai formulasi rumusan masalah yang selanjutnya melahirkan observasi dan pengujian empirik dari ilmuwan-ilmuwan yang hadir untuk mampu menghasilkan karya-karya teknologi yang memungkinkan dilaksanakannya ibadah haji dengan benar, baik dan indah, yang pada ujung-ujungnya diperoleh haji yang mabrur yakni haji-haji yang benar-benar berpegang teguh pada nilai-nilai Robbani.
Dampak pengembangan sians dan teknologi yang telah memisahkan dari agama (kristen dan yahudi) akhibat ketidak sesuaian "kandungan" al kitab dengan realitas empirik yang ada pada sains (Galelio galilie dangan Copernicus)telah melahirkan tragedi alam yang luar biasa. Ironisnya, pihak-pihak yang merasa disudutkan dengan penemuan-penemuan iptek melakukan dendam sejarah seolah-olah iptek itu jahat, merusak, bahkan arogan.
Bagi ilmuwan muslim, hal itu tidak perlu tertjadi, karena memang dalam islam tidak pernah terjadi pertentangan Al Qur'an dan science dan teknology, namun lebih dari itu, kaum ilmuwan muslim harus menggali Al Quran sebagai firman tertulis dan alam raya termasuk kehidupan sosialnya sebagai firman tak tertulis (Kauniah) untuk dikembangkan dengan landasan nilai-nila ilahiah sehingga menghasilkan IPTEK yang Rabbani, yang penuh kemaslahatan sebagai rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil alamin) termasuk untuk memberikan konstribusi dalam mengatasi berbagai dampak science dan teknologi yang telah terjadi tanpa harus bersikap sinis terhadap IPTEK itu sendiri.
Untuk itu, sekali lagi, cara beragama sebagaimana Nabi Ibrahim, Millata Ibrohim, yang mengembangkan sikap-sikap kritis, analitis, logis dan kontemplatif perlu dibudayakan dalam kehidupan keluarga dan lembaga-lembaga pendidikan muslim. dan menghindari sikap-sikap taklid, ataupun copy paste buta.
Kita benar-benar telah melupakan salah satu pelajaran besar dari perayaan Idul Adha selama ini, yakni sesungguhnya napak tilas perjalanan hidup 3 manusia pelopor itu (HAjii = Hajar, Ibrohim, Ismail) sesungguhnya juga menapak tilasi refolusi keberagamaan dari keberagaamaan taklid kepada nenek myang menjadi beragama secara kritis, analitis, kontemplatif dan totalitas, sehingga menemukan kesucian beragama untuk dilaksanakan secara patuh akan kebenaran (Hanifan musliman). Cara beragama demikian akan melahirkan kebenaran, kebaikan dan keindahan yakni ilmu, akhlaq dan seni. Beragama yang demikian disebut sebagai Millah Ibrohim, karena penuh dengan kepatuhan dan ketundukan pada kesucian maka Agama yang demikian disebut Islam, dan penganutnya disebut muslim.
Sudahkah kita beragama dengan demikian ?
Note :
"Methodologi Ilmiah" pencarian Tuhan yang benar yang dilakukan oleh Nabi Ibrohim AS jauh sebelum jadi nabi bagi saya menempatkan Nabi Ibrohim sebagai Bapak Empirisme jauh sebelum Newton, Aristoteles maupun tokoh-tokoh Yunani lainnya. Empirismenya yang didukung kecerdasan spiritualnya menjadikannya Hanifan Musliman, orang yang cenderung jkepada kebennaran dan yang patuh dan bukannya orang yang menyekutukan Tuhan (wamaa ana minal musyirikin) (Darwono Tuan Guru).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar