Nuclear dan reaksi nuclear (Thermonuklir khususnya) adalah fenomena yang merupakan Ayat kauniah dari Allah SWT yang terdapat di alam. Sedangkan Manusia adalah khalifah Allah di muka bumi yang memegang amanat dalam pengelolaannya. Sudah barang tentu, di tangan-tangan manusia amanah, nuklir akan memberikan berkah. Sebaliknya, di tangan manusia-manusia yang kurang amanah, nuklir dapat menjadi sumber mudhorot dan ancaman yang dapat meluluh lantakan dunia dan umat manusia.
Belajar dari berbagai “tragedy kenukliran” di dunia, khususnya berkaitan dengan kecelakaan reaktor nuklir terakhir, Reaktor Nuklir di Fukushima Daiichi di Jepang, akhibat terkena gempa dan Tsunami, berbagai komponen bangsa yang peduli pada kesejahteraan masa depan bangsa, berkumpul di Bidakara Pancoran Jakarta Selatan dalam Seminar Nasional Nuklir untuk Kesejahteraan.
Tampil 4 (empat) profesor dari berbagai instansi dan lembaga seperti, Prof. Dr. Tumiran dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Prof. Dr. Zaki Su’ud dari Intitut Teknologi Bandung, Prof. Dr. Adiwardojo dari BATAN dan Prof. Dr. As Natio Lasman dari BAPETEN, Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Anggota Dewan Energi nasional yang juga adalah Dekan Fakultas Teknik UGM, Prof . Dr. Tumiran menjelaskan bahwa Secara umum Energi Nuklir Berperan Dalam Mendukung suplai energi listrik dengan beberapa argumen :
1. Lebih handal untuk jaminan operasi jangka panjang (dari pasokan bahan bakar)
2. Dapat dihandalkan menjadi tulang punggung pembangkit
3. Kapasitas daya lebih besar
4. Biaya operasi kompetitif
5. Lebih ramah terhadap lingkungan
Menyoroti aspek Keselamatan Operasional PLTN, Rof. DR. Zaki Su’ud memberikan beberapa point dalam kesimpulannya yaitu :
1. Energi nuklir dengan teknologi optimal saat ini merupakan sumber energi yang ekonomis, bersih, ramah lingkungan, DENGAN CATATAN MAMAKAI TEKNOLOGI PALING MUTAHIR. 2. Kecelakaan Chernobyl telah mendorong revolusi pada disain PLTN generasi baru dengan mengandalkan keselamatan pasif/inheren , kemampuan membakar limbah radioaktif, efisiean menggunakan uranium alam, kemampuan non ploriferasi, dan ekonomis
3. Kepentingan militert dalam disain dan pengoperasian PLTN-PLYN tipe Chernobyl menjadi faktor kelemahan disain yang ketika dikombinasikan dengan beberapa kesalahan fatal beruntut dapat memicu kecelakaan fatal
4. Dari perbandingan selama sekitar 30 tahun, sistem PLTNmenunjukan kinerja berupa korban kecelakaan yang jauh lebih kecil dari sistem energi lain.
5. Belajar dari kecelakaan Chernobyl Badan Regulasi harus lebih ketat mengawasi proses maintenance / pemeliharaan.
6. Peningkatan peran serta masyarakat dapat meningkatkan margin keselamatan pengoperasian PLTN
7. Masalah Proliferasi nuklir menjadi isu global dan perlu penyikapan khusus.
8. Tekanan efek pemanasan global menyebabkan peran PLTN menjadi semakin penting dimasa depan.
Dengan judul Lesson Learnt dari Kecel;akaan PLTN Fukushima dalam Pengembangan Infrastruktur Nuklir di Indonesia, Prof. Dr. Adiwardojo menggaris bawahi beberapa hal, diantaranya :
1. Desain PLTN masa depan harus menitik beratkan pada sistem keselamatan pasif dan inheren safety Fiture yang menjamin keselamatan reaktor dalam keadaan apapun.
2. Perlu kajian dalam penentuan site/tapak PLTN, harus mengantisipasi kejadian yang paling jelek yang dapat terjadi (sebagai Design Basic Accident)
Selalu ada hikmah dalam setiap kejadian, itulah sikap positif dari orang-orang yang beriman, dan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berketuhanan yang Maha Esa, selalu mengambil hikmah itu untuk perbaikan dan penyempurnaan kualitas kehidup[an bangsa. Demikian juga dengan masalah tenaga Nuklir, Bangsa Indonesia melalui putra-putra terbaiknya akan mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa nuklir yang telah terjadi untuk membangun energi paling efektif ini secara mana, bersih dan meningkatkan kesejahteraan bangsa.
Untuk meraih maksud tersebut ada beberapa hal yang perlu penulis sampaiakan :
1. Masalah Stigma
2. Siapa Yang Mengelola (owner)
3. Mengembangkan budaya kenukliran
Stigma Stigma Dalam Masyarakat
Paling tidak, ada dua stigma dalam masyarakat yang dapat menjadi penghambat bagi pengembangan energi nuklir (PLTN) di Indonesia. Yang pertama Stigma bahwa Nuklir adalah kengerian dan yang kedua adalah Stigma tidak percaya pada kemampuan anak bangsa. Pemahaman tentang Nuklir yang proporsional, bagi semua anak bangsa, adalah hal mutlak yang perlu ditanamankan terutama bagi generasi penerus bangsa.
Black Campign tentang Nuklir oleh pihak-pihak tertentu perlu mendapatkan penanganan yang serius dari semua komponen bangsa yang sadar akan nilai penting dari energi nuklir.
Kenyataan bahwa kita tidak hidup di ruang hampa (steril radiasi) perlu dikembangkan, termasuk berbagai tingkat radiasi yang sebenarnya jauh lebih besar dari PLTN tapi dianggap aman. Seperti misalnya, tingkat radiasi PLTU yang sebenarnya 100 kali lipat dibandingkan PLTN akhibat kandungan radioaktif yang ada di batu bara, dll.
Stigma ke dua adalah ketidak percayaan pada kemampuan anak bangsa akan masalah energi nuklir ini. Sebenarnya, untuk hal ini kita bisa langsung melihat bagaimana konstelasi ahli-ahli nuklir kita di kancah internasional. Kita sangat rugi, akhibat genius-genius tenaga nuklir Indonesia tidak mendapat kepercayaan domestik, tapi justru mereka dimanfaatkan oleh Negara-negara lain untuk mengembangkan energi nuklirnya. Stereotype ahli-ahli nuklir kita yang seolah-olah seperti pekerja /pejabat lain yang tidak disiplin, korup, dan hal-hal negatif lain itu sama artinya dengan menyakan kinerja supir metromini dengan pilot-pilot profesional kita. Yang berpendidikan, berlisensi dan memiliki jam terbang tinggi.
Owner
Jika saya ditanya siapakah pemilik PLTN tersebut, BUMN, Swasta atau yang lain ? tentu idealnya adalah kembali pada UUD 45, bahwa negaralah yang mengelola bumi, air, udara dan isinya. Sumber-sumber yang menguasai hajat hidup orang banyak dikelola oleh negara.
Sudah barang tentu, kita juga perlu mengkaitkan hal ini dengan pelaksanaan Otonomi daerah. Harus terjadi pembagian yang adil dalam menikmati kue keuntungan PLTN antara Pusat dan Daerah, apalagi mengingat daerah dimana PLTN itu berada adalah daerah yang memiliki probabilitas kerusakan terbesar jika suatu saat terjadi “accident” meski hal ini tidak kita harapkan.
Lebih adil lagi, jika PLTN-PLTN yang berdiri adalah milik masyarakat setempat, dengan saham pemilikan yang berhak menerima keuntungan . Kepemilikan ini bisa dalam bentuk dana proyek yang disediakan secara khusus bagi seluruh masyarak tempat PLTN itu dalam suatu keanggotaan koperasi. Dengan demikian resiko yang dihadapi barbanding lurus dengan keuntungan yang diperoleh, sesuatu yang diyakini dalam dunia usaha.
Budaya Nuklir
Wilayah yang telah ditentukan untuk pengembangan energi nuklir (PLTN), harus segera digarap budaya nuklirnya. Melalui desiminasi, sosialisasi bahkan pendidikan dan pembudayaan kehidupan bernuklir selama proses pembanguna PLTN tersebut. Untuk bidang pendidikan, maka Budaya Kehidupan Bernuklir dapat menjadi mutan lokal yang perlu dibudayakan di seluruh jenjang pendidikan di wilayah tersebut.
Mudah-mudahan beberapa catatan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan tenaga nuklir dengan nitan untuk kesejahteraan Bangsa. Saya sangat yakin jika pengembangan Nuklir kita dilandasi oleh sikap amanah kita sebagai khalifah Allah di muka bumi, maka Pengembangan Nuklir kita akan mendatangkan Barokah bagi seluruh anak bangsa. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar