MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Minggu, 07 September 2008

REINTERPRETASI IMANAN WAHTISABAN

MENGEFEKTIFKAN PUASA KITA
Meminjam istilah yang digunakan oleh Steven R Covey pada 7 habits, Efektif diartikan sebagai punya efek, atau punya pengaruh. Seperti obat sakit kepala, dia punya efek untuk menghilangkan sakit kepala. Artinya, sesuatu disebut efektif jika dia dapat bekerja sebagaimana peruntukannya.

Dengan demikian Puasa yang efektif berarti puasa yang punya pengaruh, yangmeaningfull. Puasa jenis ini hanya dan hanya jika dilandasi oleh imanan wahtisaban, sebagaimana makna hadits Rasul “ Barang siapa berpuasa dengan imanan wahtishaban maka Allah mengampuni dosa-dosa yang telah lampau”, imanan wahtisaban sering diartikan dilandasidengan iman dan ikhlas.

Reaktualisasi Imanan Wahtisaban

Jika kita mewazan (menimbang) kata ihtisaban dari akar kata Hasiba (mengitung), sewazan dengan Fatiha, yang kemudian membentuk iftitahan, dan iftitah seringdimaknai pembukaan (ex. Doa iftitah, pidato iftitah, dll) maka ihtisab diartikan sebagai perhitungan, kalkulasi. Dengan demikian puasa yang meaningfull hanya dan hanya jika dilandasi oleh Keyakinan dan kalkulasi.

Dengan pengertian ini pula, menurut hemat penulis, puasa yang efektif merupakan puasa yang ditopang oleh 2 keuatan dimensi, spiritual dan teknis managemen, Imanan lebih berdimensi spiritual, sementera ihtisaban lebih pada dimensi managemen dan kepemimpinan diri selama menjalankan puasa. Apa lagi, jika kita rujuk juga hadits yang setara "Man Qooma Ramadhan imanan wahtisaban ghofirolahu maa taqoddama mindzambih", yang berkaitan dengan penegagkan qiyam ramadan (sholat malam di bulan Ramadahan).

JIka kita membuka sirah (sejarah) Rasulullah, akan semakin jelas bagaimana dimensi spiritual dan teknis managemen harus dijalankan dengan baik, mengingat paling tidak ada 2 jihad besar , perang fi sabilillah terjadi justru disaat umat menjalankan shaum Ramadhan. Kita bisa bayangkan betapa Rasul dan Para sahabat harus benar-benar mengatur shaum ramadhan, qiyam ramadhan, latihan dan merancang strategy perang, mencarai nafkah (maisyah), serta amalan amalan lain. Tanpa managemen dan kepemimpinan diri yang tangguh, yang dilandasi oleh dimensi spiritual yang tinggi, maka tidak mungkin diperoleh hasil gemilang.

Keseimbangan Dua Dimensi.

Telah kita mahfumi bersama bahwa manusia memiliki 2 belahan otak kanan dan kiri yang mempunyai fungsi berlainan. Otak kiri untuk mengerjakan tugas-tugas analitik seperti bahasa verbal. Matematika, logika angka, urutan, penilaian analitik dan linier. Sedangkan belahan kanan sifatnya yang kreasi seperti bentuk, intuisi, lagu, musik, warna, symbol,gambar, imajinasi, menhayal. Dengan demikian, ihtisaban berkaitan dengan fungsi otak belahan kiri, sedang imanan merupakan fungsi belahan lainnya.Jika demikian, maka Puasa yang efektif adalah puasa yang dilandasi oleh kerja fungsi kedua belahan otak secara seimbang. Atau dengan kata lain, pelaksanaan ibadah puasa merupakan wahana yang efektif untuk mengembangkan dan mengoptimalkan fungsi kedua belahan otak secara seimbang.

Ihtisaban, seperti dijelaskan di atas, berkaitan dengan managemen dan kepemimpinan diri. Managemen mngajarkan bagaimana melakukan sesuatu dengan benar sementara itu kepemimpinan diri mengarahkan bagaimana melakukan sesuatu yang benar. Oleh karena itu, ihtisaban menuntut kita Melakukan Yang Benar dengan Banar. Term lillahi taala yang sering disalah artikan sebagai Yang Penting Mengerjakan tidak berlaku disini, dalam bahasa Al quran nya, Wajaahiduu fillahi haqqo jihadih, Bersungguh-sungguhkah kamu di jalan Alla dengan Kesungguhan Yang Benar (Q.s. Al Hajj).

Dengan terbiasa melakukan sesuatu yang benar dengan benar, maka bagi kaum muslimin, shoimin sejati Tidak memungkinkan ingin Mengejar Surga dengan Menabur Neraka di Muka Bumi, sebab bumi ini, dunia ini adalah mazroatul akhirah. Jika ingin menuai surga, maka yang harus dilakukan adalah bagaimana menabur dan membangun taman-taman firdaus di muka bumi ini, sebagai wujud tanggung jawab keabidan dan kehilafahannya. Pendeknya, untuk menuai surga maka kehadirannya di muka bumi harus menjadi Rahmatalill alamin.

Sisi lain dari ihtisaban yang diaktualisasikan dengan Muhasabah, seperti diajarkan dalam Islam, “hitunglah dirimu sebelum engkau dihisab”. Dengan kalkulasi yang JUJUR, kita bisa. menemukan berbagai kekurangan-kekurangan kita, betapa kita ini banyak sekali melakukan kehilafan-kehilafan , dosa-dosa, dengan demikian akan munculah sifat tawadzu, rendah hati, dan terlepas dari penyakit arogan dan Ujub, berlandaskan kalkulasi juga bisa bermakna, setiap sisipelaksanaan puasa kita sangat penuh penerapan hitungan-hitungan, Kapan mulai masuk hilal Ramadan, kapan sahur, kapan buka, kapan Ahir ramadhan, itu semua membutuhkan perhitungan- perhitungan, membutuhkan proses hisab.

Kalkulasi juga diperlukan untuk memperoleh asupan (intake) energi dan kalori serta zat-zat nutrisi lainnya supaya dalam menjalankan amalan Ramadhan seperti, Siyam, qiyam, tadarus, tadabbur, itikaf dan amalan Ramadhan lainnya tubuh memperoleh Gizi yang cukup, sehingga tidak terdzalimi.

Efektifitas Puasa

Benang merah dari uaraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa efek puasa adalah kemampuan mengembangkan fungsi dua belahan otak secara seimbang, yang dimaknai dalam menjalankan setiap gerak kehidupan kita dilandasi oleh dua hal yang penting, yakni keyakinan dan perhitungan.

Shoimin akan menjalani hidupnya sehari-hari dengan penuh keyakinan untuk mencapai tujuan hidupnya, pada saat yang sama dia meyusun langkah-langkah yang penuh perhitungan, langkah-langkah strategis, sehingga kapan dia harus sampai pada maqom-maqom tertentu, pada target-target tertentu, beserta berbagai sumber-sumber daya dan hasil-hasil yang dicapai, telah diperhitungkan, telah disetting sejak awal, inilah aktualisasi managemen dan kepemimpinan diri.

Aktualisasi nilai-nilai shaum yang efektif, sudah barang tentu adalah nilai=nialai taqwa itu sendiri, yakni, seorang shoimin yang sukses, yang mencapai derajat Muttaqin, akan menjalani hidupnya sebagai Pembawa Rahmat bagi alam semesta, Dia melakukan sesuatu yang benar dengan benar, menggapai surga dengan membangun taman-taman surga di bumi ini, sehingga semua kita bisa merasakan betapa indahnya hidup.

Secara husus, mungkin dalam bulan Ramadhan ini, kita telah memperhitungkan dengan peluang dan kesempatan yang ada, berapa Kali hatam Quran yang kita targetkan, berapa infak, zakat dan shodaqoh yang harus kita keluarkan, serta berapa kesalahan dan dosa yang harus kita mintai ampunan, termasuk kepada siapa saja kita harus minta maaf.Pada ahirnya penerapan keseimbangan antara Keyakinan dan Perhitungan secara sinergis, akan membimbing kita ke arah tujuan yang akan dicapai dengan benar. Kita menggunakan peta yang benar dari suatu wilayah tujuan kehidupan. Kita selalu berada di jalan yang benar untuk meraih berbagai tujuan hidup kita. Kita tahu “Sangkan paraning dumadi kita”. Kita berada di atas shirotol mustaqim.

Masalah akan muncul, jika dua dasar yang harus kita miliki secara persisi ternyata tidak sebagaimana yang diperlukan. Karena interaksi dan perjalanan hidup, Iman kita, sebagaimana digambarkan oleh Sunan Bonang sebagai dalam tembang “Ler Iler”, dada kita ini, imankita ini, seperti “kumintir bedah ing pinggir” seperti kain yang tercabik-cabik pinggirnya. Untuk hal ini Sang Sunan menyarankan untuk didahului oleh “dondomono jrumatono” untuk di jahit dahulu agar kembali seperti semula, taaba, yaaatuubu, taubatan, kita harus dahului dengan taubat.

Untuk syarat ke dua, kalkulasi, ada baiknya kita melakukan rekalkulasi atas perjalanan sepertiga penggal pertama perjalanan Ramadhan kita. Tafakur, tahanut, dan Muhasabah total perlu kita lakukan. Masih adakah titik koma yang hilang ? adakah kalkulasi-kalkulasi yang kurang persisi ? lalu kita jawab seruan quran, “Wahai orang yang beriman,hendaknya setiap diri melihat Apa yang TELAH DIKERJAKAN UNTUK ESOK HARI ?” (Q.S. Al Hasyr)

Insya Allah, jika penggal sepertiga ke dua Ramadhan tercinta kita bisa kita gunakan untuk reevaluasi dan rekalkulasi, dan berhasil mendapatkan Esensi Penggal ke dua, sebagai MAGHFIROH TERM, termin maghfiroh, Maka kalkulasi di penggal ke tiga kita memperoleh Idquminannar, di bebaskan dari api neraka, dan mendapatkan surga barangkali bisa lebih mendekati. Sehingga pasca Ramadhan kita tidak sekedar Idul Fitri dalam aritan (aidul futur, kembali sarapan), tapi Idul Fitroti (aidul fitroti, kembali kefitroh kita). Yang tidak punya noda dan dosa.

Dengan kejujuran muhasabah di penggal ke dua ini, mungkin kita akan semakin banyak menangis, menjerit meratapi, dan mengafirmasi : Asyhadu an laa ilaaha illallah, Astaghfirullah, Nas alukal Jannata, Wana udzu minannar !Aku bersaksi, sungguh, tidak ada ilah, kecuali Engkau Ya Allah. Ampuni kami Ya Allah, Hamba memohon surgamu, dan Jauhkan kami dari api neraka.

Dengan hati yang kian mantap penuh harap. Sambil jiwa tetap optimis untuk bermandi cahaya seribu bulan, Lailatul qodar. Malam di mana ditetapkan semua urusan, malam dimana kita harus membuat perhitungan-perthitungan untuk planning hidup ke depan. Insya Allah.