MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Rabu, 30 April 2014

KECURANGAN MASIF, KPU HARUS TEGAS DISKUALIFIKASI CALEG TERLIBAT

Menjelang peringatan Hari Pendidikan Nasonal 2014 kita disuguhi fakta sangat pahit, bahwa 90 % Caleg Pemilu 2014 terlibat dalam kecurangan massif berupa kecurangan yang diharamkan (money Politic) dan tindakan sangat tidak terpuji manipulasi suara. Mengapa fenomena ini dikaitkan dengan dunia pendidikan kita ? Apa kaitan perilaku egoisme caleg dengan sistem pendidikan kita ? Dan langkah apa saja yang diperlukan untuk mengatasi hal ini ? Tulisan berikut sekedar memberikan wacana dari pokok-pokok pikiran kami.
Persyaratan caleg dengan pendidikan minimalnya, tentu saja tidak sekedar terkait dengan kemampuan baca tulis belaka. Asumsi kita semua adalah bahwa semakin tinggi pendidikan, semakin banyak mengenyam dunia pendidikan, seorang Calon akan semakin terdidik (Educated). Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula kemampuan/kompetensi kognisi (pengetahuan), Psikomotor (terampil) dan afektifnya (sikapnya). Oleh karenanya sudah sewajarnaya persyaratan pendidikan ini tercermin pada semua ranah tersebut dalam performa seorang caleg.
Caleg-Caleg Pemilu 2014, dengan batas minimal pendidikan SMA (SLTA) , dan rana-rata berpendidikan sarjana (pendidikan tinggi) sangat wajar jika dituntut menampilkan performa yang mencerminkan keterdidikannya itu. Ironisnya, apa yang terjadi justru sangat mencengangkan. Hampir terjadi dominasi mutlak (90%) caleg-caleg tersebut menampilkan performa tidak terdidik dengan berbagai kecurangan masifnya. Ini sudah barang tentu mencuatkan pertanyaan dimana peran pendidikan kita dalam membangun karakter bangsa ?
Jika kita telisik, maka berbagai kecurangan tersebut berpangkal pada sikap egois pribadi-pribadi bersangkutan yang menginginkan kepentingannya terpenuhi dengan menghalalkan segala cara. Dengan pendidikan rata-rata sarjana (strata satu) sudah barang tentu fenomena ini akan mengarah pada pendidikan tinggi kita, yang tidak jarang mengkalaim sebagai “candradimuka kepemimpinan” masa depan.
Mengingat umur rata-rata caleg berkisar anatara 40 -45 tahun, maka dapat ditarik ke belakang para caleg ini menjalani proses perguan tingginya sekitar 20 - 25 tahun lalu ( antara angatan 1989 hingga 1994 dan sesudahnya). Pada periode ini telah berjalan 10 tahun “Pembangunan Menara gading” di dunia perguruan tinggi melalui Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK, 1978) yang dibangun rezim orde baru melalui mendikbud Daud Yosoef. Dimana para calon pemimpin terpaksa dicabut akar-akarnya dari degup jantung dinamika sosial untuk berkonsentrasi mengejar Indek Prestasi. Sistem SKS telah mengasingkan calon-calon pemimpin dari masyarakatnya. c
Egoisme yang ditumbuh suburkan di dunia kampus ini membentuk sikap intelektual-intelektual itu sehingga out come kampus lebih “berwarna individualistis” dan mengingat usia mahasiswa adalah usia defenitif terbentuknya sikap, maka sikasp individualistis itulah yang mendominasi dirinya, dan terbawa dalam setiap detak kehidupannya termasuk dalam berbangsa dan bernegara, tidak terkecuali saat membutuhkan dukungan orang lain.
Guru, Dosen, Ustadz, Romo di INDONESIA mestinya PRIHATIN dengan realitas bangsa kita yg tidak mencerminkan Bangsa yang Berpendidikan. Hal ini tentu bersumber pada sistem pendidikan kita yg bergeser dari nilai 2 luhur sbg bangsa yang Berketuhanan yang Maha Esa. Copy paste sistem pendidikan negara dengan berbagai kebebasannya yang dilandasi asumsi menumbuhkan Karakter Peserta Didik untuk kreatif dan Inovatiof, adalah SALAH BESAR, Karena sesungguhnya yang terjadi di negara itu adalah pembunuhan tiap detik, pelecehan, rasisme, anti demokrasi, kebebasan sex dan berbagai penyimpangan yg minta dilindungi secara legal dan berbagai hal yang menuju dehumanisasi.
Kita harus berani mengubah sistem pendidikan sesuai filosofi bangsa, sistem pendidikan yang mengembangan manusia seutuhnya, manusia yang utuh dengan nilai-nilai kemanusiaannya, yakni Insan kamil. Bukan sekedar manusia Indonesia yang memiliki kemampun-kemampuan parsial, sekedar berkompeten terhadap sebagian dari keutuhannya sebagai manusia.
Kita memang akui, Tiap orang memiliki kecenderungan, namun demikian kecenderungan berani melakukan kecurangan demi keuntungannya SUNGGUH SANGAT MEMBAHAYAKAN KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA. Apalagi mereka yang akan membuat “aturan main” di negeri ini. O;leh karena itu, untuk menyelamatkan bangsa ini lebih luas.
Mari bersatu mendukung Bawaslu dan KPU untuk menindak tegas 90% Caleg Curang itu. Kalau KPU dapat mengeliminir Caleg terpilih hanya karena tidak melaporkan dana kampanye, masa yang jelas jelas MELAKUKAN KECURANGAN DIBIARKAN MELENGGANG KE SENAYAN ? KPU jangan terburu buru menetapkan hasil Pileg 2014, sebelum semua kecurangan diberi sangsi dan dieliminasi sesuai porsinya. Penentuan persentase, PT dll, harus dilakukan setelah semua kecurangan dibereskan, setelah poroses diskualifikasi ditetapkan.
Mari kita mendidik semua komponen bangsa dimulai dari mendidik diri kita sendiri, membersihkan semua kotoran hati. Karena cermin yang berdebu, tidak m,ungkin menyerap cahaya ilahi apalagi memancarkannya kembali.

Kamis, 24 April 2014

JIHAD MEMBENTUK KUALISI FUTURISTIK

Kita tentu menjadi saksi, hampir semua politisi-politisi muslim dalam berkampanye menekankan untuk memilih pemimpin sesuai ajaran agama, bahkan MUI pun mengeluarkan fatwa. Prinsip-prinsip kepemimpinan dan niatan menegakkan amar-ma’ruf nahi munkar bahkan tidak hanya diserukan di panggung-panggung kampanye, teta[i juga di khutbah-khutbah, pengajian dan forum-forum lain non kampanye “partai”
Sungguh aneh jika setelah umat berbondong-bondong mendukungnya, melalui berbagai partai islam dan partai berbasis umat Islam, dengan perolehan yang cukup untuk mengantarkan 2 pemimpin muslim untuk menjadi Capres dan Cawapres dari partai-partai itu, justru para petinggi partai berpanjang-panjang lasan untuk menafikan Kualisi islami ini. Berjuta alasan boleh jadi bisa diungkapkan untuk menafikan Kualisi islami ini, dari “trauma poros tengah” sampai tak adanya partai Islam yang meraih suara dominan. Semua bisa dijadikan alasan untuk menafikan persatuan Umat. tetapi cukup satu alasan untuk mewujudkan kualisi ini, spirit jihad ! Spirit bersungguh-sungguh menjalankan satu kata dan tindakan dari para elit politik.
Jika demikian, boleh jadi ini adalah akhir dari jargon perjuangan politik dari partai-partai islam. Bagaimana mau menegakkan amar ma’ruf nahi munkar jika bersatu saja tidak mau ? hal ini akan menjadi preseden kurang baik bagi keberlanjutan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, mewujudkan Indonesia sebagai baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur pada masa-masa mendatang. Karena umat sudah mencatat, pemilu 2014 mereka telah dikhianati oleh partai-partai itu melalui janji-janjinya, melalui agitas-agitasi memilih pemimpin Islam.
Timbul tada tanya besar bagai kita jika para elit politik muslim menafikan kualisi ideologis islami ini. Apakah sebenarnya para elit politisi muslim sesungguhny adalah agent-agent yang ingin menghancurkan perjuangan islam itu sendiri dalam kancah kehidupan berbangsa dan bernegara ? Sehingga mereka begitu saja melupakan apa yang telah digembar gemborkan melalui kampanye mereka di pemilu 2014 ini ?
Jika koalisi 5 partai Islam benar-benar diwujudkan. Dengan kekuatan awal 35 %, insya Allah dilandasi niat tulus dan spirit jihad untuk mewujudkan ” kehidupan berbangsa dan bernegara yang berkah” Koalisi ini akan mendapat dukungan melimpah dari kaum muslimin Indonesia. Apalagi, mengingat Pilpres berlangsung Saat Bulan berkah Ramadhan, dimana hati kaum muslimin cenderung terbuka dengan nilai-nilai Islam termasuk nilai-nilai imamahnya. Pilpres 2014 ini sungguh merupakan kesempatan emas, untuk mewujudkan kepemimpinan Islam karena juga didukung oleh kekuatan spiritual kaum muslimin di bulan penuh berkah.
Bulan Ramadhan adalah bulan jihad, maka kami menghimbau kepada seluruh petinggi partai politik Islam dan berbasis umat islam, tundukanlah ego kalian, bergandenganlah tangan, bersatulah dalam Jihad menegakkan Amar ma’ruf nahi munkar. Insya Allah jika kualisi ini dilandas oleh dorongan taqwa, maka kualisi ini tidak akan menjadi seperti Poros tengah. Karena memang, kualisi (persahabatan) satu dengan yang lain pada suatu saat akan menjadi musuh, kecuali kualisi yang dilandasi oleh nilai-nilai taqwa.
Tidak mengapa ada 1 -2 Partai islam atau Partai berbasis Umat islam yang tidak mau bergabung, asal ada yang maju untuk berjihad, meski dengan suara awal “pas syarat” 20 %, insya Allah akan didukung kaum muslim. PBB yang berdasar Quick Count terkatagorisasi memperoleh suara di Jawa (4.5%) dan Luar Jawa (5,5%), dapat menjadi Inisiator Koalisi Islami bukan dalam rangka mengambil jatah Capres atau cawapres, tetapi lebih untuk tetap menyalakan Jihad kekuatan Islam untuk mengantarkan terpilihnya Preasiden dan Wakil Presiden dari kekuatan Partai Islam dan Partai berbasis Umat Islam.
Insya Allah , Jika Kualisi Islami ini terbentuk untuk Izzul Islam wal Muslimin di tanah air, Para Aktivis Islam, Berbagai lembaga Dakwah Kampus akan antausias memperjuangkan kemenangannya Dan kami akan turut berjuang untuk memenangkannya pula ! Yakinlah “Jika Allah Menolongmu, maka tidak ada satupun yang mampu menghalanginya”. Wa man yajhad fiinaa lanahdiyanahum subulana, dan jalan-jalan kemudahanpun akan dibentangkan Allah !
Tapi memang, dimanapun ada kelompok-kelompok muslim yang justru rela berangkulan dengan kelompok-kelompok yang tidak menghendaki Islam menang. Saat Orde lama banya kelompok Islam yang rela berpelukan dengan komunis ateis dalam Nasakom, di era neoliberalisme ini banyak banyak yang mengaku Muslim tetapi perilaku dan komitmennya justru mencerminkan kader-kader neolib, kita juga dapat melihat kelompok yang menghalalkan segala cara untuk mempertahankan eksistensinya. Jelas jika elit-elit partai itu sesungguhnya kader neolib maupun neokom (neokomunis) wajar saja mereka lebih suka kekuatan Islam hancur dengan berlindung di balik baju nasionalis, pluralis dan sejenisnya.
Pilpres 2014 sangat strategis untuk memulai berkualisi dalam spirit Jihad. Kuialisi saat ini bisa merupakan peletakkan fondasi bagi “konstruk Partai Islam” untuk menghadapi Pemilu 2019 yang sudahj berubah systemnya. Dengan system serentak Pileg dan Pilpres, kita tidak bisa tawar-menawar dengan Kualisi, tetapi Kekuatan islam harus maju dengan satu bendera yang kuat, jika tetap terpisah-pisah maka akan kesulitan untuk mengedepankan “pimpinan Islam”., jadi kualisi futuiristic ini juga dipersiapkan untuk membentuk “satu kekuatan politik yang mewakili Umat islam” dalam spirit ukhuwah Islamiayah. Dengan demikian pembentukan Kualisi Islami dari partai-partai Islam dan partai berbasis massa Islam saat ini benar-benar sangat Realistik dan sekaligus Futuristic.
Realistik dikarenakan jika prediksi Quick Count benar maka bersatunya 5 Partai yakni 2 Partai Islam (PBB dan PPP) beserta 3 Partaio berbasis massa Islam (PAN, PKB dan PKS), memiliki kekuatan dasar yang sangat cukup untuk mengatasi kualisi-kualisi lain. Kekuatan dasar berdasar hasil pileg nantinya partai-partai ini akan memperoleh total suara sekitar 35 %, cukup untuk mengatasi kulaisi lain seperti, PDIP- Nasdem, Gerindra, Golkar maupun yang lainnya. Dengan kekuatan seperti itu, plus ikatan ideologis Islami akan menjadi kekuatan yang dahsyat untuk meneguhkan kepemimpinan Islam secara nasional.
Karakteristik spirit Islami yang berlandaskan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin, akan menjadikan Kualisi ini menebar keberkahan bagi Indonesia, peneguhan bagi nasionalisme Indonesia. Sebab pada hakekatnya tidak ada Nasionalisme Indonesia kalau tidak ada Islam, sebagaimana diakui oleh Dowes Deker. Oleh karenanya sejarah membuktikan, bahwa Dr. Setia Budi itu beserta kawan-kawannya dari kelompok Sunda Kecil, yang nota bene adalah golongan Kristiani justru bergabung dengan Masyumi, partai politik yang memang kental dengan keislamannya.
Jadi sangat tidak beralasan jika kita mempertegas keislaman kita dalam tindakan politik sebagai tindakan mempersempit diri sebagaimana diungkapkan Amien Rais. Memang, Pak Amin selalu “merasa sempit” kalau terkait dengan “Definitif Islam” sama sikapnya ketika ditawari memimpin PBB saat awal reformasi. Pak Amien lebih memilih yang terbuka. Sejarah mencatat, dengan partai Islam merasa kesempitan, melalui Partai Terbuka Pak Amien kedodoran. Pemilu 1999 dimana warga perserikatan muhammadiyah tercatat 25 juta, Pak Amien hanya didukung sekitar 8 juta. Demikian juga pada Pilpres 2004. Ini fakta yang sangat sayang jika dilupakan, yang semoga mengubah paradigma berfikir saudara-saudara kita di partai islam.
Memang wajar jika ada warga Muhammadiyah yang tidak mendukung pak Amien, tetapi ketika lebih dari dua per tiga warga muhammadiyah tidak mendukung Pak Amien ketika pak Amien berubah dari warna Islam ke warna lain, maka itu sangat layak dipertanyakan. Pak Amien tidak sadar, kalau branding Pak Amien ya sebagai Intelektual Muslim, yang sejak awal kebangkitan Islam mengumandangkan komitmen keislaman, tugas cendikiawan muslim, Indahnya sibghoh Islam. Bahkan dalam berbagai kesempatan Pak Amien menutip mukadimah tafsir Fidilal yang kurang lebih berbunyi : Alhayatu fii dzilalin Qur’an Ni’mah. Ni’matahu laa ya’rifuha illaa mandzakkaha. Hidup di bawah naungan al qur’an adalah ni’mat. Kenikmatannya tidak dapat dirasakan kecuali oleh mereka yang memperjuangkannya. Penulsi yakin sikap Pak Amien yang berubah warna itulah yang menyebabkan pak amin tidak didukung oleh lebih dari dua per tiga wara perserikatan Muhammadiyah.
Mertegas “sighoh Islam” melalui kualisi islami (niat, tujuan, cara yang berlandas li ila kalimatillah) menjelang pilpres 2014 ini juga bermakna futuristik. Hal ini mengingat pada pemilu 2019 nanti dilaksanakan dengan serentak. Sehingga kita tidak bisa lagi membentuk kualisi setelah hasil pileg terlihat. Saat kita maju mengikuti Pemilu 2019, maka kita harus sudah bersatu, dalam satu kekuatan politik islam yang mewakili semua kekuatan umat. Jika tidak, maka pemilu serentak 2019 justru dapat menjelma sebagai pisau geluitin bagi kekuatan politik Islam.
Kualisi kali ini dapat dijadikan perentas jalan terbentuknya satu kekuatan islam yang dipertlukan jika ingin mempertahankan kepemimpinan Islam ke depan. Stagnasibahwa kaum muslimin Indonesia tidak dapat bersatui dalam satu kekuatan politik harus diakhiri. Trauma masa lalu harus kita sembuhkan oleh kita sendiri kaum muslimin Indonesia untuk menghadapi tantangan ke depan. Adalah tugas kita bersama, para politisi dan pemimpin Islam Indonesia, untuk mengubah paradigma untuk kejayaan Islam dan kaum muslimin Indonesia. Sudah saatnya, sebagai masyoritas dinegeri ini, benar-benar terejawantahkan dalam berbagai kekuatan berbangsa dan bernegara. Ini adalah konskuensi dari negera yang berdemokrasi.
Justru bukan sebuah cerminan demokrasi jika minoritas mendominasi dan menjadi pengendali atas mayoritas. Dan Insya Allah dengan kesadaran harapan hidup berkah, NKRI Berkah akan mendapatkan setting sejarah dengan Indah.Mari kita catat, partai-partai Islam atau Partai Berbasis umat Islam mana yang dengan segala cara menolak kualisi Islami, untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, untuk meneguhkan NKRI sebagai baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur, negara berkah dalam kebinekaan, sebagaimana ruh yang terkandung dalam konstitusi 1945 sebagai Genius Agreement dari para Founding Fathers. Insya Allah !

Rabu, 16 April 2014

Bill Gates, KKN UGM , Jokowi dan Pemilihan Presiden 2014

Bill Gates, diam diam “nongkrong” di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta awal April 2014 ini. Mengapresiasi penjelasan Rektor UGM Prof Dr Pratikno tentang KKN PPM yang merupakan perwujudan spirit UGM sebagai kampus kerakyatan. Saat ini salah satu program unggulan yang dimiliki UGM adalh pengabdian dan pemberdayaan masyarakat UGM melalui Kuliah Kerja Nyata (KKN). Pendiri Microsoft itu menyatakan : “Saya sangat mengapresiasi program pengabdian dan pemberdayaan masyarakat UGM, karena sifatnya yang multidisiplin dan diperkuat sumber daya pengetahuan indegeneous,” ujarnya saat berkunjung di Fakultas Kedokteran UGM, Sabtu (5/4).
Tentu saja jika Bill Gates berkesempatan hadir di lokasi KKN yang sesungguhnya, Bill Gates akan bisa lebih terkesima. Bagaimana mahasiswa mahasiswi S1 yang berasal dari berbagai disiplin Ilmu yang ada di UGM melakukan pembelajaran dirinya sekaligus menerapkan Ilmu yang terintegrasi di pedesaan dengan segala karakteristiknya.
Ketika penulis mengikuti KKN, ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh mahasiswa calon sarjana untuk mengikuti program KKN itu. Diawali dengan Orientasi KKN, dimana mahasiswa dibekali tentang berbagai aspek Kuliah Kerja Nyata itu sendiri sebagai pengejawantahan dari Tridharma Perguruan Tinggi khususnya idealisme UGM sebagai Kampus Rakyat, masalah sosiologi dan pemerintahan desa, hingga teknologi tepat guna yang mungkin harus diterapkan di desa-desa dimana peserta KKN ditempatkan. Tahapan ini biasanya diakhiri dengan post test dimana mahasiswa harus memenuhi kriteria tertentu untuk dapat mengikuiti tahapan berikutnya.
Menjelang keberangkatan, setelah terbentuk team-team dengan dosen pembimbingnya masing-masing, maka dilakukan team building, dengan berbagai kerja dilingkungan kampus, Satu team pada saat itu terdiri dari beberapa bidang, bidang peningkatan produksi (biasanya dari Agrokomplek), Bidang peningkatan sarana Fisik dan Bidang Sosial Budaya/Keagamaan, intinya adalah semua bidang kehidupan yang terdapat di pedesaan.
Kerja nyata di desa selama sekitar 3 bulan diawali dengan obeservasi, identifikasi permasalahan desa dengan Rural rapid Apraisal, juga dengan berbagai teknik perumusana masalah, yang kemudian disusun dalam action plan yang berupa problem solving dari berbagai maslah tersebut. Dalam melakukan Action plan team KKN sekitar 8 mahasiaswa harus mampu memanfaatkan sumber lokal sehingga tercipta berbagai inovasi. Dalam melakukan kerja nyata ini, peserta KKN juga harus mampu melakukan koordinasi dengan instansi terkait. Oleh karena itu tidak jarang peserta KKN dari desa terpencil di pucuk gunung harus melakukan koordinasi dengan instansi terkait di ibu kota kabupaten.Tahap terakhir adalah evaluasi dan penyusunan laporan. Dalam penyusunan ini peserta harus memberikan masukan berupa rekomendasi-rekomendasi yang perlu dilakukan dalam pembangunan yang berkelanjutan.
Saat KKN di tahun 1988, penulis ditempatkan di desa Tawang Sari, Tretep Kabupaten Temanggung Jawa Tengah, saat itu pada sarana fisik untuk meningkatkan ekonimi Team KKN membangun jalan menuju obyek wisata Curug Tujuh. Sementara team lain dalam satu kecamatan, membangun Lapangan Sepak Bola di desa Tretep. Sementara itu untuk peningkatan kesejahteraan dilakukan program-program pengolahan pasca panen untuk memberikan nilai tambah terhadap berbagai hasil pertanian, peternakan dan perikanan darat yang ada, tentu saja dengan teknologi tepat guna yang dapat dilakukan masyarakat setempat.
Melalui program KKN mahasiswa diharapkan menjadi “Sarjana sing Sujana” , yang menurut Prof. Dr. Edy Mulyono MPH, pemateri pembekalan KKN waktu itu, bahwa Lulusan UGM hendaknya menjadi sarjana yang seperti sujan, sebuah motif lurik yang menggambarkan teras siring, yakni menjadi penjaga erosi nilai-nilai luhur yang ada di masyarakat. Disamping itu, hendaknya juga “bisaha rumongso aja rumongso bisa”, harus bisa rendah hati untuk tidak merasa bisa, tetapi dapat merasa (beremphati).
Dengan belajar dan bekerja nyata bersama masyarakat, lulusan UGM diharapkan selain memiliki kekuatan akademis, juga memiliki emphati, komitmen kerakyatan, problem solver dan karakter-karakter unggul lainnya yang dibutuhkan bangsa ini. Jika saat ini yang terlihat memiliki beberapa aspek itu adalah Jokowi, maka sesungguhnya puluhan ribu lulusan UGM yang seperti itu bahkan jika dipindai sesungguhnya jauh di atas Jokowi. hanya saja memang dengan karakter lulusan UGM yang lebih berorientasi pada pengabdian masyarakat, maka “orang-orang” berkualitas itu lebih memilih berada di akar rumput. Di dunia kerjapun karakteristik lulusan UGM sangat beda nyata, "Salary" bukan segalanya, yang kadang menjadi sindiran lulusan dari kampus lain.
Maka jika PDIP mampu mengangkat Jokowi dari daerah ke ibu Kota, bahkan dari bukan kader menjadi "pejabat" yang diusung PDIP, sehingga menasional, itu perlu diakui kejelian PDIP dalam mencari putra-putra terbaik yang dibutuhkan bangsa ini meskipun dia bukan siapa-siapa di Partai, sebagaimana juga Risma. Hal ini perlu dilakukan oleh kekuatan politik lainnya, bahwa pemindaian terhadap calon-calon pemimpin (pada tulisan lalu penulis sebut Leadership Talent Scott) perlu dilakukan dan jangan terpaku pada “stock” yang ada, apalagi dibatasi pada hanya kader partai. Inilah inovasi recruitment pimpinan nasional yang layak diapresiasi.
Sebagaimana tulisan yang lalu, penulis tekankan lagi, yakinlah ibu pertiwi banyak melahirkan putera-putera yang dibutuhkan untuk memimpin negeri ini. Jadi untuk pemilihan presiden nanti, figur baru selain Jokowi, perlu diberi kesempatan. Ada partai yang punya komitmen seperti itu ? JIka ada, itu sebuah terobosan bagus.

Kamis, 10 April 2014

MAHFUDZ MD - HATTA RAJASA SANG MAHARAJ

Pemilihan anggota Legislatif (Pileg) telah usai, meski hasii resmi belum dikeluarkan oleh KPU, namun hasil Qiuck Count barangkali dapat digunakan sebagai ancang-ancang untuk lengkah berikutnya, menggalang kekuatan untuk pemilihan presiden (Pilpres) . Kualisi yang mungkn terjadi bisa saja banyak variasiny, namun demikian karena hampir semua partai Islam mengangkat “sentimen” Islam, dalam kampanye, alangkah indahnya jika partai partai islam dan partai berbasis umat Islam melanjutkan koalisi Ideologis sehingga dapat diperoleh kepemimpinan Islam sebagaimana dikampanyekan selama ini. Sudah seharusnya, para elit politik Islam harus lebih memberi tauladan dengan memilih kualisi dengan “spirit keislaman” dibandingkan dengan berkualisi dengan spirit lainnya.
Kualisi Ideologis sebagaimana pernah digagas oleh keluarga besar PII beberapa waktu lalu menjelang muslim kampanye terbuka dan menjadi wacana di akar rumput, sangat potensial untuk menghantarkan pemimpin Islam sebagai RI I dan RI 2. Jika dilihat dari hasil quick count maka modal dassar suara kualisi ini sekitar 35 % dan dipimpin PKB dan PAN sebagai peraih suara tertinggi dari kualisi ini. Kolaisi ini dapat mengusung MAHARAJA, Mahfudz MD dan Hatta Rajasa sebagai Capres dan cawapres dari kelompok Islam.
Pasangan MAHARAJA menjadi pasangan Ideal Kepemimpinan islam mengingat pasangan ini berlatar belakang organisasi keagamaan terbesar di Indonesia. Mahfudz berlatar belakang nahdliyin dan Hatta Rajasa berlatar belakang Muhammadiyah. Dengan dukungan partai-partai Islam (PPP dan PBB) sertai partai berbasis umat Islam (PKS) diharapkan mampu muncul sebagai pemenang menghadapi koalisi lain (PDIP - PD-PPKPI sekitar 31 %) maupun kualis1 “Soeharto Connection” ( Gerindra, Golkar, Nasdem, Hanura sekitar 34 %).
Kualisi Ideologis ini juka dapat gijadikan buffer akan kekhawatiran sebagian umat Islam Ibu Kota yang tida sepenuhnya rela dipimpin Ahok dengan mengembalikan Jokowi menjadi Gubernur DKI karena gagal masuk ke putaran 2. Pertimbangan ini menjadi penting, sekali lagi terkait dengan “snitimen kemusliman’ yang menjadi salah satu senjata kampanye partai-partai Islam danpartai-partai berbasis Umat Islam sebagaimana kita semua menyaksikannya bukan hanya di panggung-panggung kampanye tetapi juga panggung-panggung khutbah di mesjid-mesjid, termasuk essensi fatwa MUI.
Kualisi ini juga selayaknya diorientasikan untuk tidak sekedar menghadapi pilpres 2014, tetapi juga untuk membangun “tatanan Politik” berjama’ah dari kaum muslimin untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar secara bersama-sama, sehingga terwujud Indonesia dalam cita bersama yakni baldatun toyyibatun warobbun ghofur. 68 tahu umat Islam telah menjalankan kebebasan bersama melalui firkoh-firkoh politiknya, akan menjadi sangat indah jika kita bersama-sama mau berubah, dengan menundukkan hati kita masing-masing untuk ta’awun bilbirri wattaqwa melalui kehidupan politik umat.
Dan Pilpres 2014 ini menjadi momentum yang penting bagi kita semua, apakah kita mau bersama tunduk dan kompak dalam satu gerakan umat, atau kita lebih memilih “pihak-pihak” yang dianggap lebih kuat untuk menggantungkan harapan kita. Semua tergantung pada kesadaran hati elit-elit politik. Jika pilihan kita adalah lebih memilih kualisi ideologis, maka Dukungan terhadap pasangan MAHARAJA, Mahfudz MD - Hatta Rajasa (Susunan Capres-cawapres bisa berubah sesuai hasil pileg) tentu akan menjadi opsi yang perlu segera kita tindak lanjuti agar kita semua dapat segera merapatkan barisan dan melangkah dalam derap serentak dalam satu panduan ; Allaaaaaaaaaaaahu Akbar !
Dan persahaban pada hari itu menjadi musuh satu sama yang lain, kecuali orang-orang bertaqwa. Akan kita mengulang kualisi yang akan menjadikan kita saling bermusuhan ? Jika tidak, berkualisilah sesama orang-orang muttaqin. Yaoitu Orang - Orang yang digambarkan Al Quran :
Coba renungkan juga ayat dari surat Ali Imberikut :
Yang mengingfakkan sebagian hartanya dalam kondisi lapang maupun susah, yang mampu menafan marahnya, dan memaafkan manusia karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan. Selanjutnya dikatakan juga :
Mudah-mudahan ada manfaatnya. Darwono alumnus pondok Pesantren budi Mulia Yogya, Fakultas kedokteran Hewan UGM, Relawan Sosial/pendidikan, Motivitor/Trainer Pengembangan Nasional.

Minggu, 06 April 2014

SPIRITUALITAS PEMILU

Sebagai bangsa yang berketuhanan yang mahas esa, adalah wajar bahkan sebuah keharusan bahwa setiap gerak kehidupan berbangsa dan bernegara selalu mengkaitkan dengan nilai-nilai ketuhanan, nilai-nilai spiritual, nilai-nilai surga dan neraka, nilai-nilai haram dan halal. Oleh karenanya sangat wajar jika muncul berbagai fatwa yang terkait dengannya. Dalam hal pemilu, maka fatwa-fatwa MUI yang terkait dengan Haramnya Money politic, Haramnya Golput, haramnya mengangkat pemimpin bukan dari kaum beriman, adalah sebagai wujud tanggung jawab spiritual, tangnggung jawab sosial sekaligus tanggung jawab moral lembaga itu.
Sudah barang tentu kita sangat menjunjung tinggi dari komponen bangsa ini, meski dalam keterbatasannya mencoba tetap mempertahankan nilai-nilai ketuhanan untuk menolak money politik, meski sesungguhnya mereka memang benar-benar memerlukan uang itu. Sebaliknya kita sungguh prihatin dengan upaya menyeret saudara-sudara kita ke Neraka, ke perbuatan haram yang berdosa dari para intelektual kaya hanya dengan memberikan uang sekedar seratus atau dua ratus ribu. Dimanakah hati nurani dan integritas intelektualnya ?
Memang outcome pendidikan kita mencerminkan ketidak seimbangan dan ketidak integrasian berbagai kecerdasan, sehingga meski doktor atau profesor, katakanlah rata-rata caleg itu sarjana strata satu, namun menampilkan gejala yang memprihatinkan. Integritas intelektualnya, integritas multiple intelligencenya tidak nampak, sehingga kepedulian terhadap nilai-nilai spiritual yang dipegang oleh masyarakat dicoba dikoyak melalui gerakan money politiknya. Itulah yang mendorong ide bahwa sistem pendidikan kita harus direformasi.
Kembali pada spiritualitas pemilu, maka pada tahapan pencoblosan ada beberapa hal yang menurut hemat penulis di kedepankan. Paling tidak, ada tiga hal prinsip spiritulitas diteraokan dalam pemilu pada tahapan pencoblosan pertama adalah niat mencoblos, kedua prinsip memilih dan ketiga cara melakukan pencoblosan.
Prinsip semua amal tergantung dari niatnya, sudah barang tentu harus diterapkan dalam pelaksanaan pencoblosan besok. Bangsa Indonesia yang mayoritas muslim, tentu sangat memahami prinsip niat ini. Niat kita datang ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk melakukan pencoblosan dengan niat ingin melakukan kewajiban sebagai seorang muslim yang peduli pada permasalahan umat (kepemimpinan Islam) tentu saja akan sangat berbeda jika niat itu didorong oleh kewajiban memenuhi transaksi politik karena terperosok oleh money politik. Pada konteks niat yang pertama adalah ibadah, termasuk amal sholeh, sedang dalam konteks yang kedua adalah terkait dengan komitmen pada nilai-nilai kemungkaran.
Nilai spiritual yang perlu ditegakkan dalam melakukan pencoblosan adalah prinsip-prinsip memilih pemimpin atau ulil amri. Dalam Al Quran, Allah SWT telah memberi petunjuk untuk memilih pemimpin sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Allah SWT berfirman yang artinya, “Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)”. (QS Al-A’raf: 3) Oleh karena itu, sebagai hamba Allah SWT yang selalu berusaha untuk menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, tidak pantas melakukan tindakan asal-asalan dalam memilih pemimpin. Tidak pantas pula memilih pemimpin dengan cara spekulasi atau hanya karena diberikan uang.
Tapi harus memilih pemimpin dengan penuh kehati-hatian, dengan kecenderungann akal sehat dan mempertimbangkan dengan hati nurani. Pililah pemimpin yang benar-benar dapat mengantarkan umat menuju masyarakat yang rabbani, masyarakat utama yang diridhai Allah Swt yaitu bangsa yang lebih berkeadilan, bangsa yang mandiri, bangsa yang besar. Janganlah kita memilih pemimpin dari orang-orang kafir, sebagaimana firman-Nya yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?” (QS An-Nisa: 144) Barangkali itulah beberapa prinsip yang perlu disampaikan dalam memilih pemimpin, untuk lebih detailnya dapat dibaca pada tulisan edisi sebelum ini.
Sudah barang tentu, dengan banyak “tawaran_Tawaran” yang seakan-akan semuanya memenuhi prinsip-prinsip memilih itu kita dihadapapkan pada berbagai alternatif yang terkadang terasa abu-abu. Dalam kondisi seperti ini, maka prinsip istikhoroh pemilu perlu dikedepankan. Istikhoroh, yang dapat dimaknai memohon pilihan terbaik dari beberapa pilihan, dapat pula ditempuh oleh setiap pemilih muslim yang benar-benar cara memilihnya mendapat bimbingan Allah SWT. Untuk kepentingan ini, pemilih muslim sangat disarankan melakukanshalat istikhoroh.
Salat Istikharah adalah salat sunnat yang dikerjakan untuk meminta petunjuk Allah oleh mereka yang berada di antara beberapa pilihan dan merasa ragu-ragu untuk memilih atau saat akan memutuskan sesuatu hal. Spektrum masalah dalam hal ini tidak dibatasi. Seseorang dapat salat istikharah untuk menentukan dimana ia kuliah, siapa yang lebih cocok menjadi jodohnya atau perusahaan mana yang lebih baik ia pilih. Setelah salat istikharah, maka dengan izin Allah pelaku akan diberi kemantapan hati dalam memilih.
Salat istikharah boleh dikerjakan paling sedikit dua rakaat atau hingga dua belas rakaat (enam salam) Selepas membaca Al-Fatihah pada rakaat yang pertama, diutamakan membaca Surah Al-Kafiruun (1 kali). Selepas membaca Al-Fatihah pada rakaat yang kedua, diutamakan membaca 1 Surah Al-Ikhlas (1 kali). namun untuk surah yang lain tetap diperbolehkan dibaca selepas membaca surah Al-Fatihah, baik pada rokaat pertama dan kedua. Setelahsalam dilanjutkan do’a salat istikharah kemudian memohon petunjuk dan mengutarakan masalah yang dihadapi. Sebuah hadits tentang do’a setelah salat istikharah dari Jabir r.a mengemukakan bahwa do’a tersebut dapat berbunyi :
“Ya Allah, aku memohon petunjuk kebaikan kepada-Mu dengan ilmu-Mu. Aku memohon kekuatan dengan kekuatan-Mu. Ya Allah, seandainya Engkau tahu bahwa masalah ini baik untukku dalam agamaku, kehidupanku dan jalan hidupku, jadikanlah untukku dan mudahkanlah bagiku dan berkahilah aku di dalam masalah ini. Namun jika Engkau tahu bahwa masalah ini buruk untukku, agamaku dan jalan hidupku, jauhkan aku darinya dan jauhkan masalah itu dariku. Tetapkanlah bagiku kebaikan dimana pun kebaikan itu berada dan ridhailah aku dengan kebaikan itu”. (HR Al Bukhari)
Dengan niat, prinsip dan cara yang benar insya Allah kita akan memperoleh kebaikan dari allah SWT. Semoga dengan demikian, bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang penuh kebaikan, bangsa yang baldatun thoyyibatun wa robbun Ghofur.
DARWONO, alumni Pondok Pesantren Budi Mulia Yogyakarta dan FKH UGM Relawan Sosial/pendidikan, Motivator , Penulis dan Penggerak The Holistic Leadership Center