MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Senin, 31 Maret 2014

INTEGRATED BLUSUKAN VERSI RELAWAN SOSIAL

Jika diukur dengan waktu ataupun jarak, penulis yakin blusukan Jokowi dengan blusukannya cagub Indumbent Fauzi Bowo maka blusukannya Jokowi jauh lebih sebentar dan dengan jarak yang tidak seberapa, karena Jokowi blusukan untuk kampanyae Cagub DKI hanya beberapa minggu selama musim kampanye sedang Incumbent sudah jauh-jauh hari melakukan blusukan kampanye terselubung, maupun kunjungan dinas dan konsolidasi. Bahkan penulis menjadi saksi “kampanye-kampanye” liar Foke di tempat kami bekerja.
Bedanya, blusukan Jokowi yang tidak seberapa itu diblow up habis oleh media massa dan sosial media. Tidak sekedar blow up sebagai news, bukan sekedar berita, tetapi juga dibangun Imaje nya seakan blusukan adalah trade mark Jokowi. Singgah diwarteg maupun berdialog dengan warga yang sebenarnya biasa menjadi hal yang luar biasa, dan melekat indah sebagai asesori kepemimpinan yang menempel pas di perfrmance fisik jokowi yang kerempeng, lugu dan ndeso.
Simpulan penulis yang seperti itu melahirkan konsep kampanye yang penulis aplikasikan dalam musim kampanye pemilu 2014 ini. Dengan sumber daya yang ada penulis mencoba melakukan “integrated Blusukan”, blusukan terpadu secara mandiri karena sumber daya yang kami miliki tidak se melimpah yang Jokowi milik (lebih tepatnya yang PDIP dan kelompok-kelompok yang berkepentingan dengan naiklnya Jokowi). Blusukan Terpadu yang dimaksud penulis adalah keterpaduan blusukan fisik, yang kemudian diblow up secara mandiri dengan ditulis di sosial media sehingga bisa menjadi “blusukan Hati dan Fikiran” di sosial media yang jangkauannya dapat menembus ruang dan waktu.
Sebagai relawan sosial yang dimulai sebagai aktivis Pengabdian Masyarakat baik di HMI maupun di Lembaga Dakwah Kampus Jama’ah Shalahuddin UGM, blusukan ke tempat-tempat kumuh, kaum pinggiranm bahkan daerah terpencil sudah terbiasa penulis lakukan. Desa bina Jam’ah Shalahuddin di Dono Mulya Nanggulan Kulon Progo maupun playen Gunung kidul, adalah tempat tempat blusukan yang biasa penulis sambangi bersama Unit Pengabdian Masyarakat Jama’ah Shalahuddin bersama ketua Unit nya, Edy Meiyanto (sekarang profesor ahli terapi kanker Fakultas Farmasi UGM).
Sementara itu, desa Manis Renggo Klaten, yang perjalananannya melalui kebun-kebun tebu merupakan tempat blusukan pengamalan ilmu bersama-sama aktivis HMI Korkom UGM khususnya yang tergabung dalam Agro Komplek (Pertanian, Kehutanan, Peternakan, Teknologi Pertanian dan Kedokteran Hewan). Jadi saat mahasiswa penulis sudah blusukan bersama teman-temannya Jokowi di Fakultas Kehutanan UGM, kebetulan kami seangkatan dengan Jokowi meski berbeda fakultas.
Blusukan menjadi bertambah dahsyat ketika penulis terlibat dengan proyek dari Robithoh “alam Islami melalui Dewan Dakwah Islam (DDI) yang bekerja sama dengan Laboratorium Dakwah Yayasan Shalahuddin (direktur Labda nya AWP, Ahmad Watik Pratiknya) dengan ketua Yayasan Dr. M. Amien Rais, dalam penelitian Kristenisasi, sebuah penelitian Kristenisasi pertama dengan metodology research yang dapat dipertanggung jawabkan.
Melalui penelitian Kristenisasi tersebut, kami harus blusukan dengan berjalan kaki dari Cilacap, Maos, jeruk Legi, Kawunganten, Sidareja, tambak reja hingga si gedang. Kami berdua (penulis dan Pramono Wahyu Nugraha, Sekarang Doktor Fisika di LIPI), tidakl hanya blusukan mengunjungi masyarakat muslim tetapi juga blusukan mengikuti kader-kader gembala (gereja) yang dilibatkan dalam aktivitas-aktivitas masyarakat. Juga bagaimana kami harus bisa blusukan ke dalam gereja yang luar biasa saat itu di desa terpencil Kawunganten, gereja Santa bernadus dengan pastur Caralus yang sangat berhasil dalam memurtadkan masyarakat Cilacap. Dan hebatnya dia mendapat Anugerah Pluralisme dari satu lembaga tahun lalu.
Blusukan yang sering menguras emosi adalah blusukan ketika menjadi relawan pembinaan Anak Asuh Pusat Kebudayaan Indonesia Jepang (PPKIJ) yang waktu itu dipimpin oleh prof. DR Martani Husaini (Pasca UI) kerja sama dengan CPI the Commetee For Promote and Inovate Japanese People by Education and Cultural Aproach). Program anak Asuh bagi anak-anak kurang beruntung tetapi berprestasi secara akademik dan non akademik ini, harus membimbing anak asuh wilayah Jawa Tengah barat dengan Basecamp di Bumiayu, Brebes Jawa tengah.
Untuk memastikan anak-anak santyun dan patuh kepada orang tua (sebagai syarat dari Faster Parent nya di Jepang) sekaligus untuk dituangkan dalam surat yang sebulan sekali harus dikirim ke Jakarta maupun ke Jepang dengan bahasa Ingris, maka kami harus menmgunjungi ke rumah anak asuh, yang kadang letaknya terpencil, kumuh dan memprihatinkan. Banyak cerita yang ditulis anak asuh dengan bimbingan kami begitu menyentuh dan membuat air mata tak terasa mengalir. Dengan sikap orang tua kandung yang rata-rata menjawab “Monggo Kerso Pak Darwono ke mawon” , sudah barang tentu manambah keharuan tersendiri bagi kami. Alhamdulillah anak-anak asuh itu saat ini banyak yang sukses, dan kemarin, anak-anak asuh itu, memberikan “amunisi” bagi kampanye kami.
Selama di Jakarta, dengan aktivitas sebagai pembina Researh bagi peserta didik SMA, blusukan lebih banyak terkait dengan penelitian Ilmiah. Blusukan ke magrove di Muara angke, Ke Kampung Pulo amaupun wilayah kumuh sekitar jakarta, hingga ke tempat-tempat konservasi dan biodeversitas, termasuk ke kandang-kandang merupakan romantika blusukan tersendiri yang menguras energy fisik dan Intelektual. Namun semua itu akan pulih ketika mengamati peserta didik bersikap ilmiah dan kritis sehingga tidak terlibat dalam berbagai kenakalan remaja Ibu Kota. Selain itu, subhanallah prestasi peserta didik dalam dunia karya Ilmiah remaja patut bibanggakan, meskipun mereka rata-rata adalah siswa yang terdepak dari persaingan masuk sekolah negeri (maaf istilah kerennya siswa buangan).
Blusukan terpadu dengan menyambangi dan mengambangi (upload) berbagai aktivitas kampanye selama musim kampanye Pemilu 2014 ini, sebenarnya tidak jauh berbeda ketika kami harus berkampanye untuk Partai PAN pada Pemilu 1999 sebagai Caleg DPR RI dari kabupaten Brebes. Dengan jumlah konstituen yang sangat sedikit kami harus kreatif dan harus berani blusikan jiwa raga. PAN yang saat itu diidentikan dengan Muhammadiyah, dan jumlah angghota Persyarikatan saat itu hanya 25.000, sungguh suatu kondisi yang memerlukan kereja ektra cerdas.
Berbagai blusukan, baik ke daerah pertanian, perkebunan dean terutama ke pasar-pasar tradisional harus kami lakukan. Dengan kerjasama dan motivasi tinggi, melalui berbagai aktivitas, dari pendirian koperasi pasar, koperasi agribisnis, aktivitas seni budaya dan kepemudaan, hingga pengajian dan manakiban serta talk show Ramadlan dengan membeli siaran Radio KS Ku Bumiayu kemudian “mengupload” nya melalui buletin PAN saat itu AMANAH, perolehan suara PAN Brebes waktu itu 10 kali dari basic Konstituen yang ada.
Untuk saat ini agar aktivitas kampanye dampaknya lebih meluas, dan menjadi blusukan yang menyambangi ke hati dan Fikiran calon pemilih, maka kami selalu melakukan “Blow up” mandiri melalui sosial media mupun media massa online yang ada. Itulah barangkali jurus kreatif penulis untuk mengatasi kondisi dimana tidak dapat mengerahkan wartawan (membayar ?) maupun membeli siaran yang harganya tidak terjangaku oleh kantong seorang guru sekolah umat. Kami sangat bersyukur, alhamdulillah kreatifitas itu mendapat apresiasi TV One sehingga kami dapat terblow up di televis, lumayan mlebu televisi gratis , kira-kira begitulah jarene wong brebes. Ya belih ?
Dartwono Caleg DPR RI Partai Bulan Bintang Daerah Pemilihan Jakarta Timur No. 4.

Senin, 24 Maret 2014

INDONESIA JAYA, TAHAPAN DAN KARAKTER PEMIMPIN YANG DIBUTUHKAN

Jauh sebelum sebuah partai mengkampanyekan bahwa untuk berubah kita harus mengubah pilihan penulis telah mengkampanyekan “BEDOL SENAYAN” bahkan kami bentuk “BEDOL SENAYAN COMMUNITY” sebab 90 % Caleg Incumben sangat potensial membuat status quo, sangat potensial menghadang perubahan yang diinginkan yakni keterpihakan kepada rakyat. Hal ini dikarenakan para Incumbent ini telah menikmati indahnya membela neoliberal, pemilik modal global yang berarti berpesta diatas kesedihan saudara sebangsanya, dan untuk memperpanjang pestanya mereka akan berusaha terpilih kembali dengan menghalalkan segala cara. Tampil laksana dermawan tulus dan pencitraan sebagai orang yang berpihak pada rakyat adalah jurus paling lazim dilakukan para bunglon ini.
Bahkan dengan tidak malu-malu “maling berteriak maling” sehingga rakyat dibingungkan apakah mau memilih pembohong, maling, penculik, pembunuh, bajing loncat, Kucing garong atau kucing dalam karung. Padahal ketepatan pilihan rakyat itulah sesyngguhnya yang menentukan perubahan Indonesia nantinya. Rakyat yang terjebak pada pencitraan sesaat para bunglon dapat menanggung resiko dalam jangka panjang, tidak sekedar 5 tahun ke depan. Hal ini dikarenakan meski masa kerja ‘pemimpin atau wakil salah Pilih” itu hanya 5 tahun, namun dampaknya bisa berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus tahun.
Kontrak-kontrak jangka panjang pertambangan, kehutanan, maupun sumber-sumber strategis lain yang umurnya bisa 25 - 100 tyahun yang dibuat pemimpin yang berp[raktek sebagai “sales man/sales girl” dari multi nasional cprporation (MNC) maupun lembaga-lembaga keuangan internasional, dengan nilai nominal komisi yang bisa menjamin 7 keturunannya adalah salah satu bukti yang kita rasakan. Sepak terjang Soeharto dan pendukung Orde Baru yang “madunya dinikmati” Soeharto dan kroninya, dampaknay masih terasa sampai saat ini. Demikian juga apa yang dilakukan oleh Rezim SBY. Sebagai contoh, apa yang telah menjadi inisiatif SBY dengan menyelenggarakan Perdagangan Bebas Serktor pertanian, dampaknya akan terus berlkelanjutan tidak hanya pada petani tetapi pada pertehana pangan secara keseluruhan.
Dalam sekala DKI, pemberian izin pembangunan berbagai pusat perbelanjaan dan hunian mewah pada daerah resapan dengan berbagai imbalannya, dampaknya akan terus dirasakan oleh masyarakat bebelum ada daerah resapan baru. Oleh karenanya penulis mengusulkan, harus ada perubahan dalam menentukan wakiol dan pemimpin jakarta. jakarta tidak sekedar membutuhkan Gubernur yang berana membereskan masyarakat kecil, pemukiman kumuh di daerah bantaran sungai, nemun lebih daeri itu, Jakarta memerlukan seorang gubernur yang berani “membereskan mall, mension dll” yang berdiri di atas tanah yang tidak sesuai peruntukannya.
Analog dengan DKI, maka brebagai karut marut penyelenggarakan pemerintahan yang berakhibat timbulnya berbagai penyelewengan dan ketidak nyamanan bernegara, yang terjadi di Indonesia memerlukan putra-putra bangsa yang memiliki karakter berani menegakkan kebenaran, amar ma'ruf nahi munkar dan mampu membangun sistem kenegaraan yang diperlukan Tiga tahapan bagi Indonesia jaya dapat penulis ajukan sebagai : Tahapan pembenahan Sistem, Tahapan penguatan dan tahapan keunggulan. Tiga tahapan perubahan Indonesia ke depan tentui memiliki karakteristik pemimpin yang dibutuhkan. Sebagai seorang dengan latar belakang medis, penulis selalu berfikir resep apa untuk mengatasi penyakit apa.
Pada tahapan Pembenahan Sistem, dimana tahapan ini putra=putri terpilih bangsa indonesia harus mengevaluasi, memperbaiki dan mengkomposisi system pembangunan nasional yang sesuai dengan amanah proklamasi, diperlukan wakil-wakil rakyat yang berani berhadapan dengan pemilik-pemilik modal yang akan terganggu kepentingannya. caleg-caleg yang dibiayai oleh para investor politik, MNC (muti nasional Corporation), jaringan kapitalisme global, derngan tampilan dana kampanye dan siap membeli suara dengan stock modal luar biasa atau yang pada tulisan lalu kami sebut sebagai Caleg/partai Mitra Neolib, tidak mungkin akan dapat melakukan hal ini.
Ketepatan Rakyat memilih caleg-caleg yang terbebas dari kontaminasi kekuatan “kolonialisme modern” sangat menentukan langkah berikutnya dalam memilih Pimpinan yang bisa melalulan pembenahan sistem pemerintahan, sitem kelembagaan, sistem hukum dan lain-lain sebagai syarat mutlak melakukan berbagai upaya penguatan untuk menjadikan Indonesia Jaya dan Unggul. Olewh karenanya sumbangsih seluruh komponen bangsa, pemuda, intelektual, ulama, tokoh cendikia, mass media, sosial media dll dalam melakukan gerakan Cerdas Politik Untuk Indonesia lebih baik perlu diefektifkan dengan semakin dekatnya hari pelaksanaan pileg.
Jika pada pileg 2014 ini dimenangkan oleh caleg-caleg milik rakyat, dan dapat mengalahkan caleg-caleg konglemerat khianat, maka hal itu dapat menjadi modal dalam memilih pimpinan nasional milik rakyat juga. Memang, hampir semua capres/cawapres akan mengklaim dekat rakyat sebagai “promosi kecap nomor satu”, namun kembali pada komitmen perubahan bertahap yang kita lekukan, maka bangsa Indonesia harus dapat memilih Presiden dengan kapasitas dan kapabilitas ahli dalam bidang sistem kenegaraan dan pemerintahan sebagai fondasi perbaikan bangunan di atasnya.
Dalam konteks ini, Profesor. DR. Yusril Ihza Mahendra SH. MH capres dari Partai Bulan Bintang , sebagai ahli hukum tata negara yang telah menerima amanat dari persatuan para Raja, Sultan dan Pemangku Adat seluruh Nusantara dengan gelar Sri Narendra Dyah Balitong Asysyaif ad addin wa Addaulah, adalah figur yang direkomendasikan. Tekad perbaikan sistem yang lebih memungkinkan Indonesia menjadi jaya hanya dalam i kali jabatan presiden (5 tahun) ke depan sangat layak mendapat apresiasi.
Bila fondasi menuju perubahan Indonesia yang jaya terbangun kokoh, maka tahapan selanjutnya akan lebih ringan. Pada tahapan berikutnya diwarnai dengan penguatan bernbagai sektor kehidupan terutama kesejahteraan dan pemerataan pemakmuran. Pada tahapan ini diperlukan fogur pemimpin yang mempu mengembangkan sistem ekonomi dan sosial yang sesuai amanah peroklamasi. Memang banyak figur-figur ekonomi bisnis, ekonomi mikro maupun makro, yang dikatagorikan hebat dalam penilaian “ekonomi kapitalis”. Tokoh-tokoh muda yang dipromosikan saat ini lebih cenderung memiliki karakteristik ekonom kapitalis/Neoliberalis, untuk tahapan ke dua, kita masih memiliki 5 waktu ke depan untuk menilai, mengevaluasi dan memilih pemimpin kita yang sesuai dengan tahapan perubahan yang kita inginkan.
Insya Allah jika dua tahapan perubahan Indonesia dapat dilalui dengan baik dan konsisten, maka untuk menuju tahapan ke tiga, Indonesia jaya dan Unggul bukan menjadi tahapan yang bikin ngap-ngap. Bagai seorang melakukan lompat jauh, jika sudah melakukan start dengan langkah lari dan akselerasi yang benar (sebagai tahap 1), kemudian bertumpu melakukan lompatan (Tahap 2) dengan tepat, maka lompatan yang jauh yang optimal dengan kekuatan kita akan dapat dsiraih.
Oleh karenanya, untuk menuju 3 perubahan menuju Indonesia jaya dan Unggul maka pada tahap awal ini, Indonesia harus Berubah, Rakyat Indonesia harus mau berubah untuk tidak memilih dengan cara-cara termanipulatif oleh caleg-caleg mitra kolonialis modern. Dalam istilah kami, Saatnya kita harus Bedol senayan, dengan memilih caleg-caleg yang memiliki karakteristik sebagaimana diterangkan di atas, sehingga pimpinan nasional yang terpilih pun akan sepenuhnya mendukung perubahan itu.
Untuk Indonesia unggul dan Jaya, adalah tanggung jawab kita bersama ! Indoneisa, mari bedol senayan, Indonesia mari kita berubah !

PARTAI GOLKAR SEBAGA GOLKAR (ORBA) BERKAKI PINCANG (?)

Setelah mencoba menutupi keterkaitan dengan GOLKAR Orde KKN yang ditumbangkan oleh Rakyat melalui reformasi 1998, Partai Golkar Pemilu 2014 ini membuka jati diri yang sesungguhnya bahwa Partai Golkar adalah GOLKAR (ORBA) . Sebuah kekuatan politik, yang menyebut dirinya sebagai golongan kekaryaan agar “terasa beda’ dengan 2 partai kompetitornya era Orde baru , PPP dan PDI. Golongan Karya adalah pilar utama penopang kekuatan Rezim Represif Orde baru !
Pembukaan jati diri ini dapat dibuktikan dengan “pelibatan aktif keluarga Cendana” dalam kampanye Golkar. Setelah menjual kecap “Luwih kepenak Jamanku Toh ?” dengan gambar penguasa orde baru m,elambaikan tangan itu. Set Back pada “romantisme Orde Baru” yang diputar balikkan seakan “jaman keemasan” itu, juga dapat diamati dari berbagi postert, baligho, spanduk dan atribut kampanye lainnya saat Golkar melakukan kampanye terbuka.
Sikap Partai Golkar yang seperti ini disamping ingin menyalahkan kondisi selama masa reformasi, juga semakin menunjukan bahwa reformasi yang diperjuangkan bangsa Indonesia, terutama yang sadar akan penyelewengan orde Baru , diterima setengah hati oleh mereka yang menyebut dirinya Partai Golkar. Bahkan dapat semakin mempertegas bahwa Orang-irang golkar bersikap hipoktrit dalam menerima realitas Reformasi. Hal ini pantas saja banyak yang menyesalkan mengapa Golkar tidak dibubarkan dan menjadi Partai terlarang.
Sikap Partai Golkar yang semakin terang-terangan “menonjolkan” penguasa orde Baru itu tentu sangat menohok komponen anak bangsa lain. Padahal jika “orang-orang Partai Golkar” memiliki emphatik sedikit saja, tentu hal tersebut tidak perlu terjadi. Realitasnya, sesungguhnya apa yang terjadi saat ini adalah konsekuaensi dari apa yang telah Orde Baru Ekploitasi selama 32 tahun. Penjualan-penjualan, perjanjian-perjanian dengan asing dimulai saat orde baru berkuasa. Tragisnya, Orde reformasi tetap dikuasai oleh kader-kader Orba yang berganti Jaket, dengan keberanian semakin tinggi dari gurunya, Suharto, mereka meningkatkan guritanya dari kapitalisme menjadi neoliberalisme.
Memang, apa yang terjadi adalah bagian dari dinamika sebuah bangsa yang bernama Indonesia. Menghadapi multi dimensi krisis negeri ini bukan berbuat semakin realistis dan jujur, tetapi justru set back dengan bernostalgia terhadap ramantisme-romantisme masa lalu yang dimanipulatif. Simbol-simbol yang diangkat bukanlah simbol-simbol menmbangun masa depan yang cemerlang tetapi justru mengibarkan simbol-simbol masa lalu yang justru telah direformasi. Apa yang telah dipekikkan, diteriakan diretoritakan baru lima belas tahun lalu seakan mudah dilupakan.
Walau demikian, Partai Golkar akan tetap tidak akan bisa seperti Golkar, sebab Golkar dulu punya 3 kaki yang kokoh, ABC, ABRI, Birokrat, Capitalis (konglemerat). Dimana di jalur Birokrat, benar benar dapat menekan PNS untuk mendukung Golkar. Saat ini, PNS dilarang berpolitikl membuat Golkar kehilangan satu kakinya, sementara itu, jalur ABRI (TNI) yang atas tuntutan reformasi digiring kembali ke barak, membuat Golkar kehilangan setemgah kakinya dan sekedar memanfaatkan “para purnawirawan” . melalui jalur B, yakni jalur birokrat dulu Golkar tinggal mengintruksikan ke Kepala Instansi, terus kepala Instansi mengintimidasi bawahannya. Pas Kampanye PNS PNS itu diabsen. Jika ada yang berani mankir, mak loe and gue endf ! Sekarang hal itu tidak bisa dilakukan lagi, Partai Golkar hanya memiliki satu setengah kaki saja. Jadi betapapun Partai Golkar ingin menjafi Golkar Orde Baru, oaling-paling hanya bisa menjadi Golkar dengan kaki pincang.
Sudah barang tentu para reformis sejati memiliki kepentingan bahkan tanggung jawab untuk menhadapi tarik menarik kepentingan itu demi kepentingan bangsa Indonesia yang lebih hakiki. Kepentingan masa depan bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur yang berkah dan sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan yang Maha esa.
Panjoi-panji lawan telah dikibarkan, fakta-fakta yang telah diputar balikkan telah diteriakan. Saatnya kita erat erat bergandengan tangan, mengepalkan dan maju ke depan, menyingkirkan setiap penghalang. Saatnya memilih pemimpin yang TIDAK MEMUTAR BALIKAN FAKTA !
Baru 15 Tahun Berlalu, belum pada lupa Bung ! Jangan ada lagi pembodohan bagi generasi muda, jangan ada lagi dusta diantara kita. Dan sudah barang tentu, bagi umat Islam Indonesia tidak akan pernah lupa betapa represifnya resim Orde baru yang ditopang militer membantai kaum muslimin di Tanjung Priok tahun 1984 !
.

Sabtu, 22 Maret 2014

CALEG KREATIF SEBUAH BRANDING DARI TV ONE

Senin, 17 Maret 2014, tengah hari, selepas ujian sekolah, tiba-tiba terdengar ringtone lagu “Moonlight Sonata”. Setelah kami terima dan berucap salam, dari seberang terdengar suara yang amat amat kami kenal, Ismail Ahmad, teman Caleg PBB yang sedang turun di Dapil 2 Lampung. “Pak Dar, video bapak yang baca puisi dan lagi main sinetron Bajay Bajuri ditayangkan TV One, dalam acara Caleg Kreatif !” belum sempat kami jawab sudah ditimpali lagi “coba stel TV One” dan seterusnya, prinsipnya, saya coba mendengarkan Pak Ismail bicara, karena kalau semakin lama, telepon kami panas dan suara menghilang. “Terima kasih pak atas Infonya” dan telepon pun terputus, mungkin karena sudah terlalu panas.
Esok harinya, Selasa tanggal 18 Maret 2014, ketika memasuki kelas, biasanya anak-anak langsung menyambut salam dengan hangat. Kali ini berbeda tiba-tiba mereka berteriak : “Pak, Kereeeeeeen ! “Pak Kereeeeeen, Caleg Kreatif ! “ . Kamipun menjawab : Siapa dulu dong muridnya….? ha ha ha, jadi ketawa semua. Kebetulan siswa Kelas XI dan X libur terkait kelas XII Ujian sekolah Jadi rupanya banyak murid yang menonton. yang nonton itu.
Karena video-video kami yang ada di Youtube ditayangkan oleh TV One dalam ” CALEG KREATIF” Senin, 17 Maret 2014 dan kemudian diulang pada Kabar Pemilu, muncul Branding bagi kami sebagai CALEG KREATIF. Branding CALEG KREATIF ini ternyata memberi makna Istimewa bagi teman-teman Guru dan Para peserta didik. Branding CALEG KREATIF ini juga berpengaruh secara psikologis sehingga teman-teman Guru, Karyawan dan Peserta didik bertambah antausias dalam mendukung dan mengkampanyekan kami.
Hari ini, Jumat kebetulan kelas X dan kelas X! Ulangan tengah Smester, pada saat istirahat, murid kami yang “Berkebutuhan Husus’ masuk ke ruang guru menemui kami. Begitu kami sambut, tiba-tiba dengan gayanya yang agak terbata-bata mengajukan permintaan.
“Pak, saya minta stiker dong pak, saya ingin membagi ke teman-teman di rumah. Biar bapak jadi Menteri pendidikan” ucapnya. Mendengar hal itu temen-temen guru pun memperhatikan kami. Lantas kami meluruskan “bukan menteri Pendidikan Nak, tetapi Jadi DPR, biar dapat memperjuangkan pendidikan ” jawab kami sambil menepuk-tepuk pundaknya. “Oh gitu Pak !” ungkapnya sambil ngeloyor begitu saja. kamipun maklum dengan sikap nya yang sudah bisa kami pahami.
Ketika seorang sejawat menyatakan “Wah kampanye Pak Dar Hebat ! sangat kreatif ! , kami pun mengucapkan terima kasih dan menjelaskan bahwa itu semua dilakukan dalam rangka “menysiasati kondisi” Kami hanya berfikir dapat kampanye yang gratis dan dilihat banyak orang, ya kami membuat video-video “amatiran” lalu diunggah di youtube, sebisa kami.
Sebenarnya, bisa saja kami berpidato berapi-api, baca puisi atau salawatan seperti kampanye-kampanye di tahun 1999 saat kami Jadi caleg DPR RI dari PAN, atau yang biasa kami lakukan pada hari-hari besar nasional atau keagamaan, atau saat menjadi motivator atau Leadership training, tapi mungkin itu bisa dilihat hanya di tempat penyelenggaraan (lapangan atau stadion) saja.
Namun demikian kampanye di sosial media, harus kemudian Landing di media massa, dan tahap lanjutnya adala landing di grassroot. Oleh karena itu, setelah mendapat “Branding Caleg Kreatif” itu, maka memang perlu menjaga dan meningkatkan kreatifitas itu menjadi lebih nyata. Suatu saat, kamipun ingin berkampanye dengan bernasyid “:
“Astaghfirullah, Robbal baroyah, astaghfirullah, minal Khothoya, Robbi zidnii Ilman nafi’aa, Wa warzuqnii, halalan thoyyiba” ++++++++++++++++++++++++ Ref. Ya Allah Gustii, Ampunilah kami Sebab negri kami, dilanda korupsi, dari Hambalang, Hingga daging Sapi, Es Ka Ka Migas dan bis bis Bekas” +++++++++++++++++++++++++ Asataghirullaaaah Robbal Baroyyah, Astaghfirullah Minal Khothoyya. +++++++++++++++++++++++++
Subhanallah, sungguh kami tidak menyangka, ternyata peserta didik begitu apresiatif dengan penayangan itu sekaligus memberikan branding Caleg Kreatif pada kami. Terima kasih TYV One, Thanx Allah, pertolongan-Mu benar-benar nyata adanya. Alhamdulillah. semoga kami mendapatkan kemudahan dengan semua pertolongan-Mu dan sudah Barang tentu keridloan-Mu. Amin.

Selasa, 18 Maret 2014

Mandat Jokowi Sebagai Pukulan Pancingan ?

Tidak kalah dengan situasi sebelum Jokowi “dimandatkan” menjadi capres oleh Megawati, pasca pemandatanpun terjadi banyak kontroversi. Berbegai tanggapan mulai dari yang EGP (emang Gue Pikirin oleh bang Ruhut) ada yang mengucapkan selamat, ada yang siap menghadang dan adapula yang skeptis bahkan ketakutan. Bahkan dengan cara masing-masing ada pula yang mencoba menjerat Jokowi terkait dengan kasus Transjakarta karatan., meski hal ini konon tidak sedahsyat saat ada gerbong rongsokan saat menhubnya Hatta Rajasa.
Penulis sendiri sempat mendapat SMS berantai yang isinya mencoba menjelasdkan makna “mandat” yang berbeda dengan “Keputusan”, intinya, mandat itu sewaktu-waktu dapat dicabut oleh pemberi mandat dalam hal ini Megawati jika situasi berkembang tidak memungkinkan. Bagi pengirim SMS, mungkin jika diibaratkan pertandingan tinju, mandat capres bagi Jokowi sekedar pukulan pancingan “One-two”. Petinju itu (Megawati) terus memainkan pukulan itu hingga waktu yang tepat untuk melancarkan Job, Over Cut, atau serudukan saat kondisi memungkinkan.
Megawati tentu sangat paham resistensi masyarakat Jakarta terutama warga muslim terhadap kepemimpinan Ahok. Jauh jauh hari saat kampanye pilgub DKI telah berkembang spekulasi yang menyatakan bahwa pada dasarnya jokowi hanya dijadikan “jangkar, Niche” bagi naiknya Ahok menjadi Gubernur DKI. Kampanya ini dihembuskan oleh pihak-pihak yang tidak berkenan Ahok menjadi pasangan Jokowi. Jika pada akhirnya Jokowi menuju RI 1 dan DKI dipimpin oleh Ahok, maka sinyalemen itu mendapatkan peneguhan, Jokowi hanya dijadikan batu loncatan bagi Ahok untuk memimpin Jakarta, dan itu akan membuka luka lama, apalagi dengan kasus-kasus dimana Ahok semakin kurang mendapat simpati masyarakat Jakarta karena caranya.
Megawati sendiri dihadapkan pada realitas yang menyudutkan dirinya jika tidak mencalonkan Jokowi. Hal ini dikarenakan masyarakat terutama warga intern PDIP yang sangat yakin dengan hasil-hasil survey yang menempatkan Jokowi yang lebih unggul dari Megawati sendiri. Dinamika Intern PDI menunjukan keterbelahan antara tetap yakin mengajukan Megawati sebagai Capres karena realitas di PDIP Figur Megawati dan Trah Soekarno sangat dihormati. Sementara sebagian yang lain sangat ngotot dengan bukti survey mengajukan Jokowi.
Karena kongres Bali memutuskan “masalah pencapresan” diserahkan ke tangan Megawati, maka sungguh posisi Megawati menjadi serba “tidak enak’ (Bukan serba salah karena Megawati sesungguhnya dalam posisi orang yang tidak dianggap salah dengan langkahnya karena hasil kongres itu). Namun demikian sebagai Ibu yang menghadapi dua anaknya saling berseberangan maka Ibu Megawati harus mengambil langkah yang dapat memuaskan kedua kubu anaknya itu.
Dinamika yang bergejolak dalam hati dan fikiran Megawati menghadapi dinamika intern PDIP yang didorong oleh faktor extern seperti kesepakatan Batu tulis antara Megawati dan Prabowo, sehingga menghasilkan sekedar “surat mandat” bertulis tangan yang sudah barang tentu berbeda dengan surat keputusan yang mengandung berbagai aspek-aspeknya. Oleh karenanya, menjadi beralasan apa yang disampaikan oleh rekan yang mengirim SMS tersebut.
Oleh karenanya, pasca pemberian mandat, yang dilakukan oleh Megawati adalah mencermati setiap perubahan kondisi terutama yang terkait dengan tanggapan kelompok-kelompok Islam yang sebenarnya bukan menolak Jokowi, tetapi tidak dapat menerima jika DKI Jakarta yang berkembang dari Jayakarta yang didirikan Fatahillah dipimpin oleh Ahok. Megawati sangat memahami hal itu. Dan pada saat yang tepat, Megawati akan melancaran pukulan (keputusan) yang tepat dengan kondisi riil. Namun demikian, jika pada akhirnya Megawati benar-benar Mendefinitifkan Jokowi melalui surat keputusan “resmi” menjadi capres PDIP, maka perjalanan Jokowi ke RI 1 tidak akan semulus saat Jokowi menjadi DKI 1. Sebab selain kelompok yang tidak rela DKI dipimpin Ahok, kelompok kecewa terhadap Jpokowi yang telah melanggar janjinya pun menjadi penghalang tersendiri.
Diantara kelompok kecewa adalah para guru bantu yang dijanjikan akan diangkat menjadi PNS . Guru Bantu ini yang telah menjadi relawan Dahsyat bagi kampanye Jokowi menuju DKI 1 atas kekecewaan mereka Indonesia. Sebagai guru, penulis meraskan suasana perlawanan guru itu akhibat Jokowi tidak memenuhi janjinya. Bahkan terakhir guru bantu justru diperpanjang kontraknya hingga 2015, yang berarti mereka akan ditelantarkan nasibnya pasca 2015. Kondisi swemacam inilah yang tidak pernah diperhitungkan dan bahkan tidak terakomodir dalam survey survey.Mau bukti ? cobalah datangi para guru bantu dan bagaimana tanggapan mereka tentang Jokowi dan Janji Janjinya saat kampanye.