MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Sabtu, 28 Juni 2014

JOKOWI MUSLIM PEMBELAJAR

Pada rubrik politik kompasiana edisi 18 May 2014, dengan judul Jokowi Dikuya-Kuya, Jokowi Kian Perkasa kami menulis :“Dengan demikian Apa yang dilakukan Jokowi dalam kepemimpinannya sudah menunjukan “hanifan Musliman” , yakni kepemimpinan yang condong pada kebenaran dan penciptaan kedamaian (kepatuhan). Oleh karena itu Para Kyai, Penasihat, Kualisi dari partai Islam semoga mampu membuat Jokowi semakin menegaskan ” Qul Inna sholati, wanusuki wamahyaya wamamati lillahi robbil ‘alamin, dan laa syarii kalahu wa bidzalika umirtui wa anna awwalul musalimin . Dalam artian, apa yang akan Jokowi lkukan ke depan akan lebih memperkokoh dirinya sebagai sebagai pemimpin Islam yang sadar bahwa semua yang dilakukannya terkait dengan pengabdian kepada Allah SWT, sehingga bukan karya garing, tetapi karya yang beruh Ketuhanan Yang Maha Esa. Jokowi semakin memiliki komitmen membumikan nilai-nilai rahmatan lil almin, dengan kesadaran penuh sebagai pemimpin Islam di negara yang berbineka tunggal ika.
Jalan demikian sebaiknya kita tempuh ketimbang terus mendiskiditkan Jokowi, yang boleh jadi bisa semakin jauh dari apa yang kita harapkan. Ini sebuah jalan tengah, saat dimana “pemimpin Islam formalisme” yang mengibarkan simbul-simbul agama namun justru perilakunya lain kata dan perbuatan sehingga kurang mendapat dukungan umat. Dan tugas kita bersama ke depan, bagaimana kita dapat lebih memunculkan pemimpin-pemimpin sesuai nilai-nilai ideal kita. Tentu saja hal ini tidak dapat dilakukan oleh mereka yang memiliki jiwa hipokrit, yang saat ini banyak bergentayangan.”
Melalui siaran pers hari ni, Sabtu, tanggal 24 mei 2014 yang dikutip Kompasiana, Jokowi menegaskan : “Saya Jokowi, bagian dari Islam yang Rahmatan Lil Alamin. Islam yang hidup berketurunan dan berkarya di Negara RI yang memegang teguh UUD 45. Bhinneka Tunggal Ika adalah rahmat dari Tuhan,” kata Jokowi dalam siaran pers yang diterima media. Dalam siaran pers itu Jokowi seakan menjawab berbagai tudingan yang dialamatkan pada Jokowi di media sosial. Jokowi kerap disebut sebagai antek Zionis, Amerika, Tiongkok dan mafia. ”Semua orang boleh ragu dengan agamaku tapi saya tidak ragu dengan iman dan imamku dan saya tidak pernah ragu dengan Islam agamaku,” ujarnya. Jokowi juga mengatakan dirinya bukan bagian dari kelompok yang mengaku Islam yang punya tujuan mewujudkan negara Islam. Dirinya pun menyatakan bukan bagian dari yang mengaku Islam tapi suka menebar teror dan kebencian.
Lebih jauh Ir. Joko Widodo itu menegaskan : “Saya bukan bagian dari kelompok Islam yang sesuka hatinya mengkafirkan saudaranya sendiri,” katanya. Jokowi juga mengatakan dirinya bukan bagian dari segelintir Islam yang menutupi perampokan hartanya, menutupi pedang berlumuran darah dengan gamis dan sorban. Jokowi juga bukan bagian dari Islam yang membawa ayat-ayat Tuhan untuk menipu rakyat. Dirinya mengaku bukan bagian dari Islam yang membawa azas partainya untuk korupsi dan hidup bermewah-mewah. Dirinya juga menyatakan bukan bagian dari Islam yang menciptakan perang bagi sesama Islam. ”Saya bukan bagian dari Islam yang menindas agama lain. Saya bukan bagian dari Islam yang arogan dan menghunus pedang di tangan dan di mulut. Saya bukan bagian dari Islam yang suka menjejerkan fustun-fustunnya,” ujarnya.
Jika kita rujuk dengan paparan penulis di atas, siaran pers Jokowi itu sekana semakin mempertegas bahwa dirinaya adalah Hanifan Musliman, sebagaimana telah penulis ungkapan. Nah saatnya para tokoh Islam Rahmatan Lil SAlamin, yang jujur dan tulus, mau terus bersama-sama melakukan check and balance, tausiah mengawal Jokowi agar semakin benar-benar menebar berkah bagi bangsa yang berketuhanan yang maha Esa, dengan semakin sadar akan posisinya, akan amanah ke abidan dan kekhalifahannya. Sehingga Jokowi benar-benar dapat membumikan “inna sholati, wanusuki wamahyaya wama maati lillahi robil alamin” , sehingga sangkan paraning dumadi Jokowi tetap dalam koridor memenuhi panggilan “gusti kang Mrubeng Dumadi” Dilihat dari karakternya, maka Jokowi memungkinkan lebih mudah diberi “tausiah” para penyuluh budi untuk tetap berjalan dalam memegang manah kekhalifahan, dibandingkan jika orang yang memiliki kecenderungan membangkang. Kecenderungan-kecenderungan ini dapat kita ikuti melal;ui trck record yang ada.
Jokowi Sang Pembelajar Upaya Jokowi untuk mempersiapkan debat tersebut, mendapat sorotan dan banyak menuai komentar sinis ditujukan kepadanya terkait hal itu. Pertanyaannya adalah, benarkah sikap kita dalam menilai seoramng yang mau belajar ? Sebagai guru, kami selalu mengapresiasi kemaun belajar siapapun, termasuk kemauan belajar Jokowi. Kemauan belajar tentu sangat terkait dengan kejujuran menilai diri (muhasabah), pribadi yang jujur menilai dirinya dan menemukan berbagai kekurangannya sangat terbuka jalan lebar untuk mengantarkan dirinya ke level (grade) lebih baik. Kejujuran seperti ityu pernah terjadi pada diri Rasulullah yang sadar dirinya tidak dapat membaca. Ketika jibril menyuruhnya untuk membaca, Iqro ! rasulullah menjawab dengan jujur Maa ana biqori, saya tyidak dapat menjawab. Dari jawaban jujur itulah Rasulullah terbimbing untuk dapat membaca, membaca atas nama tuhan yang telah menciptakan.
Meski Jokowi memiliki kekuatan lain diluar kekuatan berdebat/retorika, namun karena Jokowi sadar bahawa hal itu juga perlu ditingkatkan maka Jokowi mau terus menmgasah dirinya. Bagi orang yang memiliki emphati, berapapun kemajuan Jokowi dalam berdebat nantinya, tetap akan mengapresiasinya dengan baik. Namun, bagi mereka yang tidak memiliki emphati berapapun besarnya perubahan itu tetap akan menanggapinya dengan sinis dan olok-olok. Berapapun peningkatan kemampuan debat dan retorika Jokowi nantinya, penulis yakin, Sebagai manusia pembelajar, yang mau terus belajar, maka Jokowi bagaikan bunga, ia akan mekar dan menampilkan keindahan dan keharuman.bagi sekelilingnya.
Lebih dari itu, Jokowi harus tetap menjadi dirinya sendiri, be yourself bro ! tidak perlu terpaku apalagi semakin tersudut dengan “kekurangan bahasa lisannya”, kekuatan anda bukan pada retorika, ataupun permainan kata. tetapi pada karya nyata. Sebagai orang Jawa kita tentu memahami makna “Becik ketitik ala ketara” . Kekuatan karya itulah yang akan mampu menyambangi dan memahat namanya di hati setiap pemilih. Belajar dari apa yang terjadi pada pidato pembukaan kampanye damai di bidakara, dimana “kekuranagan” penampilan Jokowi saat itu lebih banyak disebabkan oleh “psywar” yang ditaburkan kompetitor, terkait dengan serangan terhadap Ibundanya yang sangat dihormatinya, maka untuk debat ke depan, harus diantisipasi baik oleh Jokowi maupun tim suksesnya, agar “psywar” betapapun kejinya tidak menggoyahkan dirinya sehingga tampil “bloko suto”. Oleh karena itu, selain persiapan kontens, teknik debat, juga hal-hal non teknis yang sudah barang tentu semakin komplek. Tebaran ranjau yang akan dilakukan pihak kompetitor tentu tidak lagi dalam grade yang pernah mereka lakukan.
Jokowi Lebih "Know How" Debat Capres 9 Juni 2014 yang disiarkan langsung oleh SCTV, Indosiar, dan Berita Satu, menampilkan thema Pembangunan Demokrasi, Pemerintahan yang Bersih, dan Kepastian Hukum. Daua pasangan Capres-Cawapres Jokowi _ JK dan Prahara telah menyampaikan thema itu dengan caranya masising-masing, termasuk dalam konteks positioning masing-masing. hal ini wajar saja, karena masing-masing punya fragment sasaran yang tertentu. Terkait dengan positioning ini, terlihat bahwa pasangan Jokowi lebih mengambil posisi Eksekutif sebagaimana tuntutan peran presiden nantinya. Dengan merngambil posisi ini, Jokowi_JK dalam setiap penjelasananya terasa lebih “Know How”. Sementara itu pasangan Prahara, Prabowo Hata rajasa lebih tampil konseptual. Dalam bahasa lain, Jokowi-JK berusaha membumikan setiap masalah, sementara Prahara menyampaikan gagasan-gagasan abstrak.
Kebijakan mengambil positioning demikian tetntu saja tidak terlepas dari target sasaran yang ingion direkrut untuk mendukung kedua pasangan capres-cawapres tersebut. Prahara lebih berorientasi pada masyarakat “konseptual” , yang tentu saja amat sangat digandrungi para pengamat, sementara Jokowi-JK lebih berorientasi pada mereka yang bergulat dengan maslah sehari-hari, masyarakat kebanyakan yang lebih membutuhkan penjelasan praktis. Jika hal ini yang diambil, maka dengan realitas struktur masyarakat yang ada, Prahara akan memuaskan para pengamat, sementara JWJK akan lebih memuaskan masyarakat kebanyakan.
Posisioning yang demikian sangat terlihat dalam penampilan kedua pasanga itu, meski terlihat hati-hati, Jokowi JK berusaha tampil menggunakan komunikasi emphatik dalam mendengarkan paparan kompetitor, memaparkan maupun, mengajukan pertanyaan maupun menjelaskan. Jokowi = JK telah berhasil tampil sebagai team, sedang Prahara telah menampilkan 2 orang dengan berbagai perbedaannya. Ini sangat terlihat saat mereka berdua salaing berselisih dalam menyoroti demokrasi. Prabowo mengungkapkan bahwa demokrasi hanya sekedar alat, sedang Hata rajasa mengungkapkan bahwa demokrasi bukan sekedar alat dalam konteks berbangsa. Sementara itu, Jokowi menekankan dalam pengertian operasional bahwa demokrasi adalah memperjuangkan kepentingan rakyat oleh karena itu kita harus mendengarkan apa maunya rakyat dan melaksanakan dalam program-program pembangunannya, yang dipertegas dengan pemberian contoh dengan apa yang telah Jokowi lakukan terkait dengan tugasnya sebagai Wali kota Solo maupun Gubernur DKI.
Sementara itu, dari body laguage Jokowi dan JK nampak pasangan ini mencoba menerapkan bagaimana mendengarkan dengan emphatik saat Prahara menyampaikan penjelasannya.endengarkan dengan empatik (dari kata empathy) maksudnya adalah berusaha lebih dulu untuk mengerti, untuk benar-benar mengerti; masuk ke dalam kerangka acuan orang lain. Kita memandang keluar melewati kerangka acuan itu, kita melihat dunia dengan cara mereka melihat dunia, kita mengerti paradigma mereka, kita mengerti bagaimana perasaan mereka. Intisari dari mendengarkan dengan empatik bukanlah bahwa Anda selalu setuju dengan seseorang, tetapi bahwa Anda sepenuhnya, secara mendalam, mengerti orang itu secara emosional sekaligus intelektual. Mendengarkan secara empatik memerlukan jauh lebih banyak daripada sekedar merekam, merenungkan, atau bahkan mengerti kata-kata yang diucapkan. Para ahli komunikasi memperkirakan bahwa hanya 10% komunikasi kita diwakili oleh kata-kata yang diucapkan; 30% oleh suara; dan 60% oleh bahasa tubuh kita. Dalam mendengarkan secara empatik memang kita mendengarkan dengan telinga kita, tetapi lebih penting lagi kita juga mendengarkan dengan hati kita…
Ketika Anda mendengarkan orang lain dengan empati, Anda memberi kepada orang tersebut udara psikoligis. Segera sesudah kebutuhan penting itu terpenuhi, barulah Anda dapat berfokus pada pemberian pengaruh atau pemecahan masalah. Dengan komuniklasi emphatik, maka kita dapat memahami sekaligus memberi pemahaman berbagai hal yang mungkin berbeda. Kita dapat memberikan pemahaman tentang perda, kebijakan dan lain-lain yang mungkin belum bisa diterima oleh masyarakat dengan cara yang masyakat pahami. JIka demikan yang terjadi semalam, maka pasngan JWJK akan merebut hati masyarakat luas meski untuk kalangan pengamat terutama yang lebih cenderng pada pendekatan theoritik terutama teori-teori retorika maka pasangan Prahara lebih enank untuk didengarkan. Namun demikian, sudah barang tentu kita harus memilih sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh Indonesia. Dalam berbagai kesempatan kita selalu menyatakan bahwa Indonesia itu mengalami salah pengelolaan, oleh karena itu, yang lebih dibutuhkan bangsa ini adalah pemimpin yang mampu mengelola dengan benar, pemimpin yang “Know How” mengelola Indonesia sesuai nilai-nilai ideal bangsa.
Jokowi Laksana Nabi Musa Untuk menyelamatkan Musa kecil dari kecurigaan Firaun, maka Allah membimbing Musa untuk mengambil bara api dan menjilatnya. Pilihan ini memang menghindarkan Musa dari pembunuhan yang akan dilakukan oleh Firaun karena Musa kecil sudah berani “kurang ajar” kepada firaun dengan perilakunya. JIlatan bara api itu konon mengakibatkan Musa memiliki kekurangan dalam bahasa lisannya.Kesadaran akan kelemahan lisannya inim yang sudah barang tentu, menjadi salah satu kelemahan dalam tugasnya sebagai Rasul untuk bertabligh. Namun Allah SWT tetap memilihnya sebagai Pemimpin Umatnya tentu dengan keunggulan keunggulan yang ada pada Nabi Musa AS. Untuk menutupi kekurangan ini, Nabi Musa memohon agar adiknya Nabi Harun sebagai wazirnya, Dan sesungguhnya Kami telah memberikan Al Kitab 9taurat) kepada Musa dan Kami telah menjadikan Harun saudaranya, menyertai dia sebagai wazir (pembantu). “(Q.S Al Furqaan : 35) seakan menjawab doa Nabi Musa yang khawatir dengan kelemahan lisannya : Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku , maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku” (Q>S ALqoshas : 34)
Bahkan secara eklisit untuk menghadapi tentangan DEBAT dengan Firaun dan para penyihirnya Nabi Musa berdoa khusus sebagaimana termaktub dalam Al Quran Surat Thaha (20) : s5 = 35 yang artinya : “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami.” Kekemahan lisan Musa di hadapam manusia justru menempatkan keistimewaan Nabi Musa yang dapat BERDIALOG langsung dengan Allah SWT. Musa AS lah satu satunya Nabi yang diyakini bersama pernah berdialog dengan Allah langsung. Nabi Musa tampil menjadi pemimpin yang Spiritualis, yang sangat visioner. Penyiapan Musa sebagai pemimpin yang memahami makna dari hal-hal yang nampak sebelum terjadi dilakukan dengan pengutusan Nabi Khidr sebagai mentornya.
Blusukan Nabi Khir dan Musa AS ke kampung nelayan menyaksikan Peristiwa perusakan perahu, pemukiman melihat peristiwa pembunuhan anak muda dll yang dikisahkan dalam Al Quran Surah Al Kahfi, merupakan penyiapan khusus kemampuan Nabi Musa AS sebagai Pemimpinn, bukan dalam bahasa lisan. Bahkan selama bermentor dengan Nabi Khidr AS, Musa AS dilarang untuk bertanya. Pada ahirnya Musa AS diberi pemahaman tentang makna-makna peristiwa tersebut. Sebagai pemimpin yang spiritualis, Musa AS benar-benar selalu berdialog (memohon dengan doa) kepada Allah dalam setiap langkahnya. Saat terjepit dikejar pasukan Firaun Nabi Musa berdoa sebagaimana diriwayatkan : Suatu hari, Rasulullah saw. berkata kepada para sahabatnya, ‘Maukah kalian aku beritahu tentang ucapan yang diucapkan Musa alayhissalam ketika beliau menyeberangi laut bersama kaumnya, Bani Israil?’ Para sahabat menjawab, ‘Tentu saja kami mau, wahai Rasulullah’ Rasulullah berkata, ‘Nabi Musa berdoa: Allahumma laka al-hamdu, wa ilayka al-musytaka, wa anta al-musta’an, wa la hawla wa la quwwata illa billah al-’aliyy al-azhim’.
Itulah doa yang diucapkan Nabi Musa ketika ia sampai di pinggir laut Merah karena dikejar-kejar tentara Firaun. Allah mengabulkan doanya dengan memerintahkan Musa untuk mengetukkan tongkatnya ke air laut. Seketika, laut terbelah menjadi daratan. Musa beserta kaumnya melintasi lautan yang berubah menjadi daratan itu. Firaun dan tentaranya juga mengikutinya dari belakang. Ketika Musa dan seluruh kaumnya berhasil melintasi lautan itu, maka Allah kembali menutup laut itu dengan air. Maka, tenggelamlah Firaun dan tentaranya.
Hikmah kisah Musa AS mengajarkan kepada kita, bahwa Kelemahan Lisan, kekurang mampuan beretorika dan sejenisnya jangan dijadikan alasan untuk tidak mengangkatnya menjadi seorang pemimpin. Karena pemimpin yang sadar akan kelemahannya akan menutupinya dengan kemampuan lain, melalui langkah-langkah lahir maupun batin. Musa AS memohon Harus sebagai Wazirnya dan memohon kekuatan Allah dalam setiap langkahnya. Jika kisah di atas dianalogkan dengan konteks mutahir bangsa kita yang sedang berproses mengangkat Pemimpin bangsa, maka analog Nabi Musa adalah Jokowi. Kelemaham Lisan Jokowi dibanding lawannya, tidak perlu dijadikan alasan untuk tidak memilihnya untuk menjadi Presiden. Kekuatan-kekuatan lain yang ada pada Jokowilah yang harus menjadi dijadikan untuk memilihnya.
Kesadaran Jokowi akan kelemahan lisannya tentu harus pula selalu ditutupi. Dan rupanya Jokowi sadar, doa nabi musa yang dititipkan oleh Ibundanya saat debat pertama adalah contoh riilnya. Dan jika Nabi Musa mengangkat adiknya Harun untuk membantunya, Jokowi pun telah mengangkan ADIK ALMAMATERNYA, UGM , Anies Baswedan, tokoh muda yang cerdasm santunm komunikatif menjadi juru bicaranya, wazirnya. Mudah-mudahan analogi yang tercipta benar0benar melepaskan bangsa ini dari segala penderitaan, menjadi bangsa yang merdeka, seperti Musa AS, melepaskan umatnya dari penindasan Fir’aun beserta para pendukung kekuasaannya, team suksesnya. Yakani 3 pilar kekuatan Fir’aun, Ulama, Konglemerat dan Bala tentaranya. Dengan kehanifan Jokowi (baca Jokowi Muslim Rahmatan Lil Alamin pada edisi sebelumnya), Jokowi akan mampu meningkatkan kepemimpinan Spiritualnya sehingga diberi kekuatan oleh Allah SWT. Amin !

Jumat, 27 Juni 2014

PRABOWO DARI KRONI SOEHARTO HINGGA KEABSAHAN DAN KONSEP STRATEGYNYA

Kroni Soeharto Janji Prabowo untuk mengangkat Diktator Orde Baru sebagai Pahlawan, dan Pamer kesetiaan kepada Dedengkot Rezim Militeristik yang berkuasa selama 32 tahun bukan hanya sebagai upaya mendapat dukungan loyalis Soeharto, tetapi tentu saja menunjukan hutang budi Prabowo terhadap Soeharto. Di tengah santernya Upaya Prabowo mengkaitkan dengan penguasa Orde Baru itu, beredar surat rekomendasi dari Dewan Kehormatan Perwirta (DKP) yang merekomendasikan pemecatan Prabowo sebagai Prajurit Sapta Marga.
Seperti diketahui, dalam dokumen berklasifikasi rahasia yang beredar itu, yang membubuhkan tandatangan para petinggi TNI kala itu di antaranya Subagyo HS sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Susilo Bambang Yudhoyono, Agum Gumelar, Djamari Chaniago, Ari J Kumaat, Fahrul Razi dan Yusuf Kartanegara. Surat itu dibuat dengan kop Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Dewan Kehormatan Perwira bernomor KEP/03/VIII/1998/DKP.
Tentang Isi, surat DKP tersebut berisi beberapa poin. Terutama soal kesalahan Prabowo menganalisa perintah Kasad saat menghadapi situasi 1998. Prabowo kemudian memerintahkan anggota Satgas Merpati dan Satgas Mawar melalui Dan Grup-IV Kolonel Inf Chairawan dan Mayor Inf Bambang Kristiono untuk melakukan penyadapan, penangkapan dan penahanan sejumlah aktivis. Beberapa di antaranya adalah Andi Arief, Mugiyanto, Nezar Patria, Haryanto Taslam, Desmon J Mahesa, Faizol Reza dan Pius Lustrilanang. DKP juga menuding Prabowo tak pernah melaporkan hal ini pada Panglima ABRI. Prabowo dinilai mengabaikan hierarki, aturan operasi dan disiplin yang berlaku di lingkungan TNI. Prabowo juga dinilai melanggar Sapta Marga dan tindak pidana. Tindakan Prabowo merugikan kehormatan Kopassus, TNI AD, ABRI, Bangsa dan Negara.
Jika kita menelusuri perjalan karir militer Prabowo, terutama saat menempuh pendidikan di AKMIL, maka mungkin kita dapat mengatakan, tanpa Soeharto, Prabowo tidak akan pernah menjadi Perwira TNI dengan pangkat terakhir saat dipecat adalah Letjen hal ini dikarenakan saat pendidikan di AKMIL konon Prabowo pernah meninggalkan “kawah candradimuka” calon Perwira ABRI tersebut. Jika taruna AKMIL lain yang melakukan tindakan tersebut, maka jangan pernah berharap untuk bisa kembali melanjutkan pendidikannya di AKMIL dan tidak akan pernah dapat menjadi personal prajurit Sapta Marga.
Seperti kita ketahui, DKP setelah menuntaskan tugasnya pada 1998 lantas mengeluarkan rekomendasi tentang pemecatan Prabowo dari ABRI dan memprosesnya di mahkamah militer. Namun, Prabowo meski sudah dipecat dari kemiliteran tetap tidak pernah diadili di mahkamah militer. “Ini semua karena para jenderal ewuh-pakuweh dengan Soeharto. Di sinilah titik bahwa Prabowo menikmati fasilitas sebagai bagian dari Keluarga Cendana karena menjadi menantu Soeharto. Pemecatan Prabowo sendiri terjadi pasca Sang Mertua Lengser karena tuntutan reformasi 1998, atas tindakan tegas BJ Habibie, setelah Prabowo melakukan mobilisasi pasukan yang tidak sepengetahuan Panglima ABRI wakti itu, Wiranto
Dengan demikian , Sungguh naif, mereka yang mengklaim dirinya sebagai reformis, yang salah satu tututannya adalah pengusutan tuntas berbagai pelanggaran (KKN) terhadap Soeharto dan Kroni-kroninya, justru mendukung seseorang yang jelas-jelas mendapat fasilitas Soeharto. JIka kita melihat berbagai dokumen terkait reformasi, baik pidato para mahasiswa, Amien Rais maupun aktivis pro reformasi lainnya, maka pengganyangan terhadap Soeharto dan kroni-kroninya termasuk Golkar sebagai pilar utamanya sangat jelas.
Ketentuan mewajibkan seorang calon presiden tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Masalahnya adalah, “Apakah seseorang yang pernah dipecat dari TNI itu merupakan kategori tercela? Logika sederhana pasti menyatakan ya. Apalagi jika kita membaca surat rekomendasi dari Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang menguraikan banyak sekali alasan mengapa Prabowo direkomendasikan dipecat, sungguh miris jika kita memiliki Presiden yang seolah-olah “Saenake dewek”.
Keabsahan Menjadi capres Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro meminta Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengusut pelaku pembocor dokumen Dewan Kehormatan Perwira. Dokumen tersebut diduga berisi rekomendasi pemecatan Komandan Jenderal Korps Pasukan Khusus Letnan Jenderal Prabowo Subianto pada 1998.Dokumen rekomendasi pemecatan Prabowo Subianto beredar di media sosial sejak beberapa waktu lalu. Sejumlah anggota DKP tercatat menandatangani rekomendasi yang dikeluarkan pada 21 Agustus 1998 tersebut, seperti Kepala Staf Angkatan Darat Subagyo H.S., Susilo Bambang Yudhoyono, Agum Gumelar, Djamari Chaniago, Arie J. Kumaat, Fahrul Razi, dan Yusuf Kartanegara. Dalam dokumen berkategori rahasia tersebut, Prabowo dinilai melanggar dan merugikan kehormatan Kopassus, TNI AD, ABRI, bangsa, dan negara.
Tanpa bocornya dokumen rokemendasi yang bocor itu, kita sudah tahu kalau Prabowo dipecat dari dinas militer. Tinggal memastikan apakah alasan-alasan yang menjadi dasar pemecatan itu terkatagori tercela atau bukan. Oleh karena itu akan lebih bermandaat bagi bangsa saat ini adalah rekomendasi Pangab TNI tentang keabsahan Prabowo jadi Capres secara kemiliteran, karena kita semua tahu kalau Prabowo itu dipecat. Jika terkatagori perbuatan tercela, maka proses pencapresan Prabowo harus batal demi hukum.
Seperti kita ketahui, mulai muncul gugatan dari YLBHI rekait Surat Penetapan Capres ke PTUN . Menurut Bahrain dasar hukum gugatannya mengacu pada Undang-Undang Nomor 42 tahun 2008 tentang Pilpres. Pada Pasal 5 huruf c disebutkan bahwa syarat capres adalah tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindakan pidana berat lainnya. Kemudian di pasal yang sama pada huruf i disebutkan bahwa syarat capres adalah tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Kemudian dalam Pasal 14 huruf g UU Pilpres itu juga disebutkan bahwa persyaratan seorang capres haruslah menuliskan rekam jejak yang baik. “Pekan depan semua berkas akan masuk ke PTUN,” katanya. (TEMPO.CO, 10 Juni 2014 Jam 15.52)
Mengutip apa yang disampaikan Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha, Liputan6.com, Jakarta menulis bahwa Julian membenarkan bahwa calon presiden yang diusung Partai Gerindra, Prabowo Subianto pernah dipecat dari kesatuannya di TNI pada tahun 1998 atau pascareformasi lalu. Menurut Adrian, hal itu sebagaimana tercatat dalam Keputusan Presiden (Keppres) yang dikeluarkan BJ Habibie yang saat itu menjabat sebagai Presiden RI. ”Yang bisa kami sampaikan adalah bahwa benar Keppres Nomor 62 Tahun 1998 tersebut dikeluarkan oleh Presiden Habibie yang intinya menyatakan pemberhentian dengan hormat dan dengan hak pensiun kepada Prabowo Subianto,” Adrian juga menjelaskan, Keppres tersebut merupakan usulan dari Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima ABRI yang dijabat oleh Jenderal Wiranto. “Karena Keppres itu kan merujuk atas surat Menhankam/Pangab saat itu ya, dan dari usulan yang diperhatikan dalam penertiban Keppres tersebut berasal dari usulan Menhankam/Pangab, maka intinya adalah memberhentikan dengan hormat Letjen Prabowo Subianto dari kedinasannya di TNI,” katanya.
Menurut hemat kami, memahami perbedaan rekomendasi DKP dan Surat Pemecatan sesuai Kepres No. 62 tahun 1998 sangat mudah. DKP kepada Pangab merekomendasikan Prabowo Dipecat Dengan Tidak Hormat, Wiranto dengan spirit Korsa ABRI nya mengusulkan ke Presiden (BJ Habibie) agar Prabowo Dipecat (diberhentikan dengan Hormat). Habibie mengeluarkan Kepres No. 62 tahun 1998 itu sesuai usulan Wiranto. Kami yakin proses seperti ini juga di ketahui Prabowo, karena tidak mungkin tidak dikomunikasikan atau sama sekali tidak diberi peringatan. Dengan kedudukan seperti itu, semestinya Prabowo berterima kasih pada Wiranto dan BK Habibie, dan juga harus Introspeksi. Tetapi anehnya sebagaimana ditulis Tribun, Justru Prabowo Untuk kedua kalinya, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto kembali mengungkapkan penyesalannya karena batal melakukan kudeta terhadap Presiden ketiga RI, BJ Habibie. Hal ini disampaikan Prabowo saat berpidato di hadapan Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia di Jakarta, Sabtu (1/3/2014).
Terkait dengan pilpres sendiri menurut hemat kami, seharusnya KPU belum bisa menetapkan Capres - Cawapres untuk ditetapkan sebagai peserta pilpres sebelum sengketa Pileg di MK tuntas. Hal ini dikarenakan sesuai UU yang menjadi dasar pelaksanaan pilpres mensyaratkan ada peraturan PT. Oleh karena itu dalam berbagai kesempatan kami mengajukan jalan keluarnya dengan kran pengaman Pilpres dengan Perppu yang meniadakan PT. Baca : “Pilpres dan Kran Pengamannya” di Kompasiana. Bangsa Indonesia benar-benar harus berhati-hati untuk berjalam pada role of the game yang benar, sebab di tengah banyaknya negara yang dihancurkan, boleh jadi penghancuran Indonesia melalui proses-proses legal yang manipulatif bisa merupakan sebuah keniscayaan. Dan jika melihat berbagai info yang berseliweran di sosial media maupun media massa tentang ikut bermainnya kekuatan asing sudah barang tentu itu bukan terkait dengan uluran tangan mereka sebagai saudara tetapi lebih pada upaya penguasaan bahkan kehancuran Indonesia untuk kepentingan mereka.
Di tengah dunia yang menghadapi berbagai krisi sumber daya, seperti energi, hayatio, dll, negeri taman surga Indonesia dengan megabiodiversitasnya dan posisinya di cincin api yang full energy, menjadi negara yang sangat menggiurkan bagi neokolonialisme modern untuk menguasainya. Dan melalui kader-kader yang telah dibinanya itu semua dapat diwujudkannya. Terkait dengan partai-partai kualisi pendukung Prabowo, maka sungguh naif, jika mereka tidak mengkritisi keabsahan Prabowo terkait dengan posisinya sebagai “PERWIRA TERPECAT”, sungguh sebuah tragedi besar jika Prabowo tidak syah sebagai Capres karena terkatagori melakukan tindakan tercela melanggar Sapta Marga dan perbuatan makar (gerakan mengancam pemerintahan Habibie yang syah), padahal dengan isue SARA yang mereka tebarkan, seolah-olah mereka mendukung tegaknya amar ma’ruf nahi munkar.
Strategy Menghalalkan Segala Cara
Sebagai bangsa yang berketuhanan yang maha Esa, kita semua yakin, bahwa kebaikan hanya dapat diperjuangkan dengan niat, tujuan dan cara yang baik. Sangat terlarang bagi kita, haram hukumnya bagi kita melakukan suatu perjuangan dengan menghalalkan segala cara. Bahkan dalam suasana pernag pun, kita harus menghormati hak-hak sipil, kita tidak diperkenankan untuk melakukan pengrusakan atau menyerang sarana-sarana yang digunakan untuk kepentingan masyarakat. Makanya sungguh kami sangat terkejut, ketika kami membuka salah satu media sosial yang biasa digunakan untuk mengapload video, kami menemukan video dengan judul “ Cara menjarah santun ala Prabowo” . Video berdurasi 2 menit 18 detik, menampilkan mantan Danjen Kopassus , Prabowo Subianto, Capres kualisi gemuk, mengungkap sebuah strategi yang disebut loot a burning house’ (rampoklah rumah yang sedang terbakar). dari ungkapan Prabowo, dapat diperkirakan bahwa Video itu diambil pada 2004 atau sebelum Prabowo mengikuti Konvensi Partai Golkar.
Dalam video itu, Prabowo mengungkapkan L “Bapak ibu kita kalau mengajarkan kita, Nak belajar yang baik, jadi orang yang baik, kalau besar jadi orang baik membantu orang, membantu tetangga. Kalau strategi tidak begitu, kalau perlu kau rampok tetanggamu yang sedang kesusahan,” Selanjutnya Prabowo memaparkan :“Strategi kelima bunyinya loot a burning house rampoklah rumah yang sedang terbakar. Arti daripada strategi ini, penjelasan aslinya adalah: jika rumah seseorang sedang terbakar, gunakan kesempatan daripada kekacauan yang timbul, untuk mencuri harta kekayaannya,” Prabowo mempertegas lagi , “Saya ulangi, jika rumah seseorang sedang terbakar, gunakan kesempatan daripada kekacauan yang timbul, untuk mencuri harta kekayaannya.”
Jika kita cermati pemaparan strategy “ loot a burning house” yang dijelaskan Prabowo, maka dapat diambil bebarapa hal diantaranya : 1. Yang namanya strategy itu bukan lah nilai-nilai kebaikan yang biasa diajarkan oleh orang tua kita. 2. Strategy untuk memperoleh sesuatu (kekayaan, Kekuasaan dll) dapat dilakukan dengan melanggar bilai-nilai kebaikan, melanggar hak milik, merampas hak orang lain dan sejenisnya, yang intinya adalah untuk mendapatkan apa yang diinginkan dapat dilakukan dengan menghalalkan segala cara. 3. Menebarkan nilai-nilai anti pri kemanusiaan, berpesta di atas penderitaan Orang lain, menari di atas bangai-bangkai saudara kita.
Kita jadi berfikir, menjelang tumbangnya Rezim Orde Baru, dimana terbuka jalan untuk berkuasa, adakah orang-orang yang haus kekuasaan melakukan strategy ini ? Apakah selaku danjen Kopasus Prabowo menerapkan strategy yang dia jelaskan tersebut ? Fakta mungkin dikelabuhi, tetapi penulis yakin hati nurani kota dapat menjawabnya dengan tepat. Kita yang pada sekitar tahun 1998 sudah bisa memahami kondisi maka dapat mendiskripsikan kejadian sekitar reformasi itu sebagai uapaya pengambil alihan kekuasaan dengan strategy masing-masing. Kita melihat “Jakarta dibakar”, Jakarta di Jarah, Kekuasaan diperebutkan ! Apakah kerusuhan Mei 1998 juga dalam konteks strategy semacam ini ? Terkait dengan hal itu, lalu apakah Yogya departemen store (Klender, Jaktim) yang dibakar dan di Jarah juga bagian dari loot a burning house , Strategy untuk mendongkrak Jabatan yang tidak naik naik ?
Pertanyaannya adalah, Siapa yang membakar ? siapa yang menyuruh menjarah ? Siapa yang mengunci Pintu sehingga Korban terbakar terakumulasi si sekitar pintu ? Dan siapa yang menikmati kenaikan Jabatan Paska Yogya Klender Terbakar ? pelaku pasti tahu, hati nuraninya pasti bergejolak, tetapi nafsu berkuasa terus menutupinya, hingga pada akhirnya, adagium “becik ketitik ala ketara” akan diteguhkan oleh Allah SWT.
Menjelang pilpres 9 Juli 2014 kita disuguhi berbagai upaya menghalalkan segala cara. Dengan memfitnah, menuduh kafir, melecehkan lawan, dan menghina kompetitor , melalui berbagai sarana, media, dan kesempatan. Yang kita yakin semuanya itu adalah haram untuk dilakukan oleh orang-orang yang menjunjung tinggi nialai Ketuhanan yang Maha Esa. Agar kita tidak terperosok ke perangkap fitnah, sebaiknya kita terus melakukan tabayyun, terus mengkaji, mencermati, melihat perjalan sang tokoh dengan kaca mata kebenaran. Mudah mudahan Allah memberi terang di hati kita semua. Amin. VIdeo Cara Menjarah santun ala Prabowo