MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Selasa, 13 Februari 2018

Cinta Sekerat Coklat

Asal mula hari Valentine tercipta pada jaman kerajaan Romawi. Menurut adat Romawi, 14 Februari adalah hari untuk menghormati Juno. Ia adalah ratu para dewa dewi Romawi. Rakyat Romawi juga menyebutnya sebagai dewi pernikahan. Di hari berikutnya, 15 Februari dimulailah perayaan 'Feast of Lupercalia. Pada masa itu, kehidupan belum seperti sekarang ini, para gadis dilarang berhubungan dengan para pria. Pada malam menjelang festival Lupercalia berlangsung, nama-nama para gadis ditulis di selembar kertas dan kemudian dimasukkan ke dalam gelas kaca. Nantinya para pria harus mengambil satu kertas yang berisikan nama seorang gadis yang akan menjadi teman kencannya di festival itu. Dalam tradisi ini para pria diperbolehkan memilih gadis untuk pasangan sehari. Jika kita menilik ke belakang, sebenarnya tidak ada satu bukti pun yang dapat dijadikan sebuah pegangan tentang sejak kapan Valentine mulai dirayakan di Indonesia. Mungkin, saat penjajah Portugis atau Belanda mulai masuk ke Indonesia, yang kemudian seperti menularkan virus perayaan valentine kepada rakyat Indonesia. Tapi apa pun itu, harusnya kita bisa menyadari dengan pasti, bahwa itu bukanlah satu budaya yang serta merta dapat kita terima dan kita rayakan tiap tahunnya dengan kemeriahan layaknya hari besar agama kita. Sudah banyak kita jumpai literature yang menceritakan dan berusaha mencari tahu tentang histori munculnya Valentine Day. Dan dari sekian banyak literature itu, banyak pula yang silang pendapat tentang kebenaran dari asal mula perayaan hari yang diidentikkan dengan Kasih Sayang tersebut. Tapi yang paling banyak diyakini adalah kisah dari Santo Valentinus yang hidup di masa Kaisar Claudius II yang kemudian meninggal pada tanggal 14 Februari 269 M. Betul kah? Yang pasti, ada sebuah tradisi yang biasa dilakukan pada masa Roma Kuno, bahwa pada pertengahan Februari merupakan periode cinta dan kesuburan. Dalam penanggalan Athena Kuno, periode antara pertengahan Januari dan pertengahan Februari disebut sebagai bulan Gamelion, yaitu sebagai sebuah persembahan bagi pernikahan suci Dewa Zeus dan Hera. Di Roma Kuno, 15 Februari merupakan hari raya Lupercalia, yang berdasarkan pada salah satu nama dewa yaitu Lupercus atau sang dewa kesuburan. Dan pada tanggal tersebut para pendeta mengadakan upacara penyembahan untuk Dewa Lupercus dengan memberikan sesembahan berupa domba. Kemudian mereka akan minum anggur dan berlari bersama di jalan-jalan dalam kota Roma sambil membawa potongan kulit domba dan menyentuh siapa saja yang mereka jumpai. Perempuan-perempuan muda akan berebut untuk mendapatkan sentuhan kulit domba karena mereka yakin bahwa sentuhan tersebut dapat mendatangkan kesuburan bagi mereka, dan merupakan sesuatu yang dibanggakan di Roma saat itu. Perayaan Lupercalia merupakan rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno yang berlangsung antara tanggal 13 – 18 Februari. Dua hari pertama (13 – 14 Februari), dipersembahkan kepada Dewi Cinta (Queen of Feverish Love) yang bernama Juno Februata. Di hari ini, para pemuda akan berkumpul dan mengundi nama – nama gadis di dalam sebuah kotak. Lalu setiap pemuda akan menambilnya secara acak. Gadis yang namanya terpilih harus menjadi kekasih pemuda tersebut selama satu tahun untuk bersenang-senang dan menjadi obyek hiburan sang pemuda yang memilihnya. Esok harinya, 15 Februari, mereka menuju kuil untuk meminta perlindungan dari dewa Lupercus agar terjauh dari gangguan srigala. Selama upacara ini berlangsung, para pemuda akan melecuti pada gadis menggunakan kulit binatang. Dari sumber lain yang tidak kalah absurdnya adalah, bahwa Valentino adalah nama pemuda rakyat jelata yang jatuh cinta kepada putri kerajaan. Karena budaya saat itu tidak memungkinkan perkawinan beda “kelas” maka dua muda-mudi ini saling sepakat, pada satu hari sebelum pernikahan Sang Putri dengan Bangsawan yang direstui keajaan, Sang Putri akan memberikan “Kegadisannya” kepada Valentino di bawah Patung Dewa Aprodite (dewa asmara) di tengah kota dengan menggunakan pakain sutera serba pink pada tanggal 14 malam. Namun ketika mereka sedang melampiaskan api asmaranya di bawah patung Dewa Aprodite, pasukan kerajaan bersama sang pangeran mengetahuinya, sehingga pengwal kerajaan ini, atas Perintah sang raja menghujami mereka dengan panah sehingga Valentino dan Sang Putri meninggal di bawah patung dewa aprodite. Berlumuran darah. Kejadian itu oleh para pengikut Valentino dijadikan hari Valentine, dengan lambang Apel yang diikat dengan pita merah (Keperawanan yang berdarah) dan Chokelat batangan (maaf alat vital Valentino). Berkobarnya api asmara (Birahi) malam itu makin nyata dengan ditunjukan di bawah Patung Aprodite, yang dalam bahasa Farmasi menjadi Aprodisiaka, agent penguat sex. Bahkan dalam khazanah cerita cerita cabul, tokoh Valentino cukup menjadi nama central. Saat agama Kristen Katolik masuk ke Roma, mereka mengadopsi upacara paganisme (berhala) ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani. Antara lain mereka mengganti nama-nama gadis dengan nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I. Agar lebih dekat kepada ajaran Kristen, di tahun 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Roma Kuno menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati Santo Valentine yang kebetulan meninggal pada tanggal 14 Februari. Tentang siapa Santo Valentino itu sendiri, tidak pernah ada yang tahu dengan pasti siapa orang yang dimaksud, karena sekurangnya ada tiga nama sama yang meninggal pada tanggal tersebut. Setiap hari Valentine menjelang, dapat dipastikan banyak muda mudi terkhusus remaja muslim yang akhirnya ikut-ikutan menjadi bagian dari perayaan Valentine Day. Biasanya, terdapat kartu ucapan yang bertuliskan “Be My Valentine” atau ungkapan langsung yang akan diberikan kepada pasangannya masing-masing. Lantas apa sebenarnya arti dari Valentine itu sendiri? Menurut Ken Sweiger, “Valentine” merupakan kata dalam bahasa Latin yang memiliki kesamaan arti dengan : “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini dalam Romawi Kuno sebenarnya ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus yang merupakan tuhan orang Romawi. Dengan demikian sadar ataupun tidak, dengan mengatakan kepada seseorang dengan kalimat “Be My Valentine”, maka secara terbuka orang tersebut telah melakukan adanya sekutu (syirik) kepada Tuhan, karena telah meminta seseorang untuk menjadi Yang Maha Kuasa bagi dirinya. Padalah Yang Maha Kuasa hanyalah menjadi hak Allah, selaku Pemilik Kerajaan Langit dan Bumi.Ini bentuk syirik rububiyyah dan mulkiyyah, dan bisa menjadi Syirik Uluhiyah jika ada hal-hal yang mengarah pada seremonial dan pensyakralan sebagaimana laiknya peribadatan/kebaktian. Dengan demikian bisa menjadi Musyrik Total. Dan kita semua memahami, dosa Syirik adalah dosa yang tak terampuni. Lebih jauh dari itu, perayaan “asmara” ini sesungguhnya dilatar belakangi oleh kisah sex bebas, oleh karena itu, tidak ada kalimat lain, Perayaan valentine sesungguhnya merupakan propaganda budaya untuk mensyahkan Free Sex (walaupun dalam kisah itu hanya satu hari). Tapi kalau sudah merasa enaknya, mau apa lagi ? Kita telah lama menjadi bangsa yang Latah tanpa memahami masalah, oleh karenanya infiltrasi budaya yang justru merusak budaya dan pandangan hidup bangsa,Yang berketuhanan yang maha Esa harus kita pahami. Agar generasi muda menjadi Manusia Indonesia Seutuhnya (Insan Kamil). Dari berbagai sumber.

Jumat, 09 Februari 2018

BIOTECH APPLICATION

Ilmuwan terkemukan abad ini Albert Enstein menyatakan " Religion without science is blind. Science without religion is paralyzed" (Agama tanpa ilmu adalah buta, Ilmu tanpa agama adalah lumpuh)" Kesadaran religiusitas penemu teori relativitas itu penulis pahami sebagai perlunya keseimbangan agama dan ilmu bagi seseorang agar perjalanan hidupnya selamat mencapai tujuan hakekat hidup sebagai mahluk tuhan, Allah SWT. Pernyataan Enstin itu adalah nasihat kepada para ilmuwan utamanya, dan untuk kita semua, khususnya para penentu kebijakann agar dalam pengembangan dan peneraman saint benar-benar memperhatikan nilai-nilai agama Dunia selama ini menderita paralisa, kelumpuhan kemanusiaan, karena ilmu pengetahuan dan teknologi yang saat ini dikembangkan jauh dari nilai-nilai agama, sebagaimana diungkapkan oleh Enstein sebagai "Science without religion is paralyzed". Tidak hanya sain dalam artian saint MIPA (Matemataika dan Ilmu Pengetahuan Alam) yang dikembangkan menjadi teknologi yang luar biasa sehingga kita memungkinkan memasuki abad informatikan dan kini berada di abad biotechnologi, yang jika tidak dilandasi oleh agama maka akan melumpuhkan sendi-sendi kemanusiaan yang ahirnya menghancurkan dunia, Saint lain pun, sosial, politik, ekonomi, budaya, seni, filsafat dll jika tidak dilandasi agama semua akan menghancurkan umat manusia dan duni secara keseluruhan. Sudah barang tentu kehancuran yang diakhibatkan oleh saint fisik (alam) dan saint sosial sangat berbeda sesuai karakter saintnya. Saint fisik, IPA, sudah barang tentu akan mengakibatkan kehancuran sisik manusia dan alam raya yang dapat disaksikan secara kasat mata seperti hanccurnya Hirosima dan Nagasaki. Sedang kehancuran akhibat saint sosial yang dikembangkan tanpa nilai-nilai agama akan lebih mengarah pada hancurnya tatanan sosial, ekploitasi satu manusia dengan manusia lain (expolitation der long par long), jurang sosial yang semakin menganga dan perilaku-perilaku kebinatangan umat manusia itu sendiri ahibat mendewakan "basic Instinc" manusia itu, yang bernaung di balik isue HAM, liberalisme sexual dalam bentuk gerakan LGBT (lesbian, gay, bisex dan transgender) adalaha salah satunya. Memasuki abad bioteknologi saat ini, dunia kembali dihadapkan pada ancama serius terhadap penerapan biotek itu sendiri. Bioteknologi sebagai ilmu biologi terapan, terbukti telah banyak membantu mengatasi masalah masalah dalam kehidupan manusia seperti masalah pangan, pertanian, kesehatan, dan industri maupun maslah remediasi kerusakan lingkungan. Namun perlu juga diakui bahwa penggunaan bioteknologi oleh umat manusia menimbulkan dampak yang tidak diharapkan. Kekhawatiran munculnya dampak negatif penggunaan produk hasil rekayasa genetika terhadap dampak sosial dan agama terjadi pada penerapan bioteknologi misalnya penggunaan insulin yang diproduksi dari transplantasi sel pankreas babi ke sel bakteri , serta dalam xenotransplantation yaitu penggunaan katup jantng babi untuk ditransplantasikan ke jantung manusia. Sementara itu, salah satu produk rekayasa genetik lainnya yang menimbulkan kekhawatiran sejak awal dikembangkannya adalah masalah kloning. Sejarah hewan kloning telah muncul sejak tahun 1900 dan hasil kloning hewan pertama yang sukses yakni kecebong yang dikloning dari sela embrio katak dengan proses transfer nukles. Namun hasil kloning tidak hidup lama untuk menjadi katak dewasa. Pada tahun 1997 Dr Ian Wilmut berhasil melakukan kloning domba dan menghasilkan kloning yang dinamakan Dolly. Kloning domba ini direproduksi tanpa bantuan domba jantan, melainkan diciptakan dari sebuah sel kelenjar susu dengan demikian dapat disebut sebagai perkembangan pengambilan sel puting susu seekor domba yang merupakan sel somatis (sel tubuh). Keberhasilan Ian Wilmut ini membuktikan bahwa kloning dapat dilakukan pada mamalia dewasa, serta adanya reproduksi vegetatif pada hewan, proses reproduksi tidak hanya terjadi melalui peleburan sel gamet (sel kelamin spermatozoa dan ovum) tetapi juga melalui reproduksi vegetatif melalui sel somatis. Setelah dua puluh tahun berlalu, kini Cina berhasil mengklon kera. yang membuktikan bahwa klas tertinggi dari hewan yaki primata dapat dikembangkan melalui reproduksi somatif. Keberhasilan kloning pada mamalia dewasa bahkan primata ini sudah barang tentu dapat menjadi pintu masuk bagi penerapan rekayasa genetika terhadap kloning manusia. Kloning manusia seutuhnya merupakan kekhawatiran umat manusia yang akan memusnahkan nilai-nilai kemanusiaan. bahkan dapat memusnahkan alam raya. Sebuah cerita pendek pernah penulis buat dengan sinopsis sebagai berikut : " Next dunia dikuasai oleh para klon, dari sebuah KTT sampel jaringan dari para pemimpin dunia dikelola untuk diklononh. Dengan mengkloning pemimpin masing masing, melalui bagian jaringan mereka yg tertinggal di gelas minum, sendok atau tempat mereka istirahat. Dengan kombinasi pemanfaatan chip dan kemikalia, menghasilkan kloning terkendali. salah satu klon dengan tekayasa DNA menghasilkan klon yang berkaryotype XYY yang secara fisis dan karakter menyerupai benar dengan ciri-ciri Dajjal, kloning itulah yang kemudian disetting menjadi pemimpin para kloning para pimpinan dunia. Para kloning itu dikembalikan kembali ke negara masing masing dengan komando tunggal dari pusat pengendalinya. Semua dibinasakan dan mereka menguasai dunia. Namun bagaimanapun karya manusia, ada saja cacatnya. Seorang Ahli berjulukan Arroshun Fil Ilmi mampu menengarai dan dengan uszlah nya dia mampu menciptakan senjata pemusnah yang dikirimkan melalui udara tanpa terdeteksi (spt pemindahan istana Bilqis) Dan bumipun kembali akan dengan jumlah penduduk yg hanya tinggal di negeri Arrosihun tadi. Namun demikian negeri ini tetap dalam bayang-bayang serangan Dajjal yang belum mereka taklukan. Apakah itu sebagai ahir sejarah manusia dan alam raya ?