MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Selasa, 18 Maret 2014

Mandat Jokowi Sebagai Pukulan Pancingan ?

Tidak kalah dengan situasi sebelum Jokowi “dimandatkan” menjadi capres oleh Megawati, pasca pemandatanpun terjadi banyak kontroversi. Berbegai tanggapan mulai dari yang EGP (emang Gue Pikirin oleh bang Ruhut) ada yang mengucapkan selamat, ada yang siap menghadang dan adapula yang skeptis bahkan ketakutan. Bahkan dengan cara masing-masing ada pula yang mencoba menjerat Jokowi terkait dengan kasus Transjakarta karatan., meski hal ini konon tidak sedahsyat saat ada gerbong rongsokan saat menhubnya Hatta Rajasa.
Penulis sendiri sempat mendapat SMS berantai yang isinya mencoba menjelasdkan makna “mandat” yang berbeda dengan “Keputusan”, intinya, mandat itu sewaktu-waktu dapat dicabut oleh pemberi mandat dalam hal ini Megawati jika situasi berkembang tidak memungkinkan. Bagi pengirim SMS, mungkin jika diibaratkan pertandingan tinju, mandat capres bagi Jokowi sekedar pukulan pancingan “One-two”. Petinju itu (Megawati) terus memainkan pukulan itu hingga waktu yang tepat untuk melancarkan Job, Over Cut, atau serudukan saat kondisi memungkinkan.
Megawati tentu sangat paham resistensi masyarakat Jakarta terutama warga muslim terhadap kepemimpinan Ahok. Jauh jauh hari saat kampanye pilgub DKI telah berkembang spekulasi yang menyatakan bahwa pada dasarnya jokowi hanya dijadikan “jangkar, Niche” bagi naiknya Ahok menjadi Gubernur DKI. Kampanya ini dihembuskan oleh pihak-pihak yang tidak berkenan Ahok menjadi pasangan Jokowi. Jika pada akhirnya Jokowi menuju RI 1 dan DKI dipimpin oleh Ahok, maka sinyalemen itu mendapatkan peneguhan, Jokowi hanya dijadikan batu loncatan bagi Ahok untuk memimpin Jakarta, dan itu akan membuka luka lama, apalagi dengan kasus-kasus dimana Ahok semakin kurang mendapat simpati masyarakat Jakarta karena caranya.
Megawati sendiri dihadapkan pada realitas yang menyudutkan dirinya jika tidak mencalonkan Jokowi. Hal ini dikarenakan masyarakat terutama warga intern PDIP yang sangat yakin dengan hasil-hasil survey yang menempatkan Jokowi yang lebih unggul dari Megawati sendiri. Dinamika Intern PDI menunjukan keterbelahan antara tetap yakin mengajukan Megawati sebagai Capres karena realitas di PDIP Figur Megawati dan Trah Soekarno sangat dihormati. Sementara sebagian yang lain sangat ngotot dengan bukti survey mengajukan Jokowi.
Karena kongres Bali memutuskan “masalah pencapresan” diserahkan ke tangan Megawati, maka sungguh posisi Megawati menjadi serba “tidak enak’ (Bukan serba salah karena Megawati sesungguhnya dalam posisi orang yang tidak dianggap salah dengan langkahnya karena hasil kongres itu). Namun demikian sebagai Ibu yang menghadapi dua anaknya saling berseberangan maka Ibu Megawati harus mengambil langkah yang dapat memuaskan kedua kubu anaknya itu.
Dinamika yang bergejolak dalam hati dan fikiran Megawati menghadapi dinamika intern PDIP yang didorong oleh faktor extern seperti kesepakatan Batu tulis antara Megawati dan Prabowo, sehingga menghasilkan sekedar “surat mandat” bertulis tangan yang sudah barang tentu berbeda dengan surat keputusan yang mengandung berbagai aspek-aspeknya. Oleh karenanya, menjadi beralasan apa yang disampaikan oleh rekan yang mengirim SMS tersebut.
Oleh karenanya, pasca pemberian mandat, yang dilakukan oleh Megawati adalah mencermati setiap perubahan kondisi terutama yang terkait dengan tanggapan kelompok-kelompok Islam yang sebenarnya bukan menolak Jokowi, tetapi tidak dapat menerima jika DKI Jakarta yang berkembang dari Jayakarta yang didirikan Fatahillah dipimpin oleh Ahok. Megawati sangat memahami hal itu. Dan pada saat yang tepat, Megawati akan melancaran pukulan (keputusan) yang tepat dengan kondisi riil. Namun demikian, jika pada akhirnya Megawati benar-benar Mendefinitifkan Jokowi melalui surat keputusan “resmi” menjadi capres PDIP, maka perjalanan Jokowi ke RI 1 tidak akan semulus saat Jokowi menjadi DKI 1. Sebab selain kelompok yang tidak rela DKI dipimpin Ahok, kelompok kecewa terhadap Jpokowi yang telah melanggar janjinya pun menjadi penghalang tersendiri.
Diantara kelompok kecewa adalah para guru bantu yang dijanjikan akan diangkat menjadi PNS . Guru Bantu ini yang telah menjadi relawan Dahsyat bagi kampanye Jokowi menuju DKI 1 atas kekecewaan mereka Indonesia. Sebagai guru, penulis meraskan suasana perlawanan guru itu akhibat Jokowi tidak memenuhi janjinya. Bahkan terakhir guru bantu justru diperpanjang kontraknya hingga 2015, yang berarti mereka akan ditelantarkan nasibnya pasca 2015. Kondisi swemacam inilah yang tidak pernah diperhitungkan dan bahkan tidak terakomodir dalam survey survey.Mau bukti ? cobalah datangi para guru bantu dan bagaimana tanggapan mereka tentang Jokowi dan Janji Janjinya saat kampanye.

Tidak ada komentar: