MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Senin, 31 Maret 2014

INTEGRATED BLUSUKAN VERSI RELAWAN SOSIAL

Jika diukur dengan waktu ataupun jarak, penulis yakin blusukan Jokowi dengan blusukannya cagub Indumbent Fauzi Bowo maka blusukannya Jokowi jauh lebih sebentar dan dengan jarak yang tidak seberapa, karena Jokowi blusukan untuk kampanyae Cagub DKI hanya beberapa minggu selama musim kampanye sedang Incumbent sudah jauh-jauh hari melakukan blusukan kampanye terselubung, maupun kunjungan dinas dan konsolidasi. Bahkan penulis menjadi saksi “kampanye-kampanye” liar Foke di tempat kami bekerja.
Bedanya, blusukan Jokowi yang tidak seberapa itu diblow up habis oleh media massa dan sosial media. Tidak sekedar blow up sebagai news, bukan sekedar berita, tetapi juga dibangun Imaje nya seakan blusukan adalah trade mark Jokowi. Singgah diwarteg maupun berdialog dengan warga yang sebenarnya biasa menjadi hal yang luar biasa, dan melekat indah sebagai asesori kepemimpinan yang menempel pas di perfrmance fisik jokowi yang kerempeng, lugu dan ndeso.
Simpulan penulis yang seperti itu melahirkan konsep kampanye yang penulis aplikasikan dalam musim kampanye pemilu 2014 ini. Dengan sumber daya yang ada penulis mencoba melakukan “integrated Blusukan”, blusukan terpadu secara mandiri karena sumber daya yang kami miliki tidak se melimpah yang Jokowi milik (lebih tepatnya yang PDIP dan kelompok-kelompok yang berkepentingan dengan naiklnya Jokowi). Blusukan Terpadu yang dimaksud penulis adalah keterpaduan blusukan fisik, yang kemudian diblow up secara mandiri dengan ditulis di sosial media sehingga bisa menjadi “blusukan Hati dan Fikiran” di sosial media yang jangkauannya dapat menembus ruang dan waktu.
Sebagai relawan sosial yang dimulai sebagai aktivis Pengabdian Masyarakat baik di HMI maupun di Lembaga Dakwah Kampus Jama’ah Shalahuddin UGM, blusukan ke tempat-tempat kumuh, kaum pinggiranm bahkan daerah terpencil sudah terbiasa penulis lakukan. Desa bina Jam’ah Shalahuddin di Dono Mulya Nanggulan Kulon Progo maupun playen Gunung kidul, adalah tempat tempat blusukan yang biasa penulis sambangi bersama Unit Pengabdian Masyarakat Jama’ah Shalahuddin bersama ketua Unit nya, Edy Meiyanto (sekarang profesor ahli terapi kanker Fakultas Farmasi UGM).
Sementara itu, desa Manis Renggo Klaten, yang perjalananannya melalui kebun-kebun tebu merupakan tempat blusukan pengamalan ilmu bersama-sama aktivis HMI Korkom UGM khususnya yang tergabung dalam Agro Komplek (Pertanian, Kehutanan, Peternakan, Teknologi Pertanian dan Kedokteran Hewan). Jadi saat mahasiswa penulis sudah blusukan bersama teman-temannya Jokowi di Fakultas Kehutanan UGM, kebetulan kami seangkatan dengan Jokowi meski berbeda fakultas.
Blusukan menjadi bertambah dahsyat ketika penulis terlibat dengan proyek dari Robithoh “alam Islami melalui Dewan Dakwah Islam (DDI) yang bekerja sama dengan Laboratorium Dakwah Yayasan Shalahuddin (direktur Labda nya AWP, Ahmad Watik Pratiknya) dengan ketua Yayasan Dr. M. Amien Rais, dalam penelitian Kristenisasi, sebuah penelitian Kristenisasi pertama dengan metodology research yang dapat dipertanggung jawabkan.
Melalui penelitian Kristenisasi tersebut, kami harus blusukan dengan berjalan kaki dari Cilacap, Maos, jeruk Legi, Kawunganten, Sidareja, tambak reja hingga si gedang. Kami berdua (penulis dan Pramono Wahyu Nugraha, Sekarang Doktor Fisika di LIPI), tidakl hanya blusukan mengunjungi masyarakat muslim tetapi juga blusukan mengikuti kader-kader gembala (gereja) yang dilibatkan dalam aktivitas-aktivitas masyarakat. Juga bagaimana kami harus bisa blusukan ke dalam gereja yang luar biasa saat itu di desa terpencil Kawunganten, gereja Santa bernadus dengan pastur Caralus yang sangat berhasil dalam memurtadkan masyarakat Cilacap. Dan hebatnya dia mendapat Anugerah Pluralisme dari satu lembaga tahun lalu.
Blusukan yang sering menguras emosi adalah blusukan ketika menjadi relawan pembinaan Anak Asuh Pusat Kebudayaan Indonesia Jepang (PPKIJ) yang waktu itu dipimpin oleh prof. DR Martani Husaini (Pasca UI) kerja sama dengan CPI the Commetee For Promote and Inovate Japanese People by Education and Cultural Aproach). Program anak Asuh bagi anak-anak kurang beruntung tetapi berprestasi secara akademik dan non akademik ini, harus membimbing anak asuh wilayah Jawa Tengah barat dengan Basecamp di Bumiayu, Brebes Jawa tengah.
Untuk memastikan anak-anak santyun dan patuh kepada orang tua (sebagai syarat dari Faster Parent nya di Jepang) sekaligus untuk dituangkan dalam surat yang sebulan sekali harus dikirim ke Jakarta maupun ke Jepang dengan bahasa Ingris, maka kami harus menmgunjungi ke rumah anak asuh, yang kadang letaknya terpencil, kumuh dan memprihatinkan. Banyak cerita yang ditulis anak asuh dengan bimbingan kami begitu menyentuh dan membuat air mata tak terasa mengalir. Dengan sikap orang tua kandung yang rata-rata menjawab “Monggo Kerso Pak Darwono ke mawon” , sudah barang tentu manambah keharuan tersendiri bagi kami. Alhamdulillah anak-anak asuh itu saat ini banyak yang sukses, dan kemarin, anak-anak asuh itu, memberikan “amunisi” bagi kampanye kami.
Selama di Jakarta, dengan aktivitas sebagai pembina Researh bagi peserta didik SMA, blusukan lebih banyak terkait dengan penelitian Ilmiah. Blusukan ke magrove di Muara angke, Ke Kampung Pulo amaupun wilayah kumuh sekitar jakarta, hingga ke tempat-tempat konservasi dan biodeversitas, termasuk ke kandang-kandang merupakan romantika blusukan tersendiri yang menguras energy fisik dan Intelektual. Namun semua itu akan pulih ketika mengamati peserta didik bersikap ilmiah dan kritis sehingga tidak terlibat dalam berbagai kenakalan remaja Ibu Kota. Selain itu, subhanallah prestasi peserta didik dalam dunia karya Ilmiah remaja patut bibanggakan, meskipun mereka rata-rata adalah siswa yang terdepak dari persaingan masuk sekolah negeri (maaf istilah kerennya siswa buangan).
Blusukan terpadu dengan menyambangi dan mengambangi (upload) berbagai aktivitas kampanye selama musim kampanye Pemilu 2014 ini, sebenarnya tidak jauh berbeda ketika kami harus berkampanye untuk Partai PAN pada Pemilu 1999 sebagai Caleg DPR RI dari kabupaten Brebes. Dengan jumlah konstituen yang sangat sedikit kami harus kreatif dan harus berani blusikan jiwa raga. PAN yang saat itu diidentikan dengan Muhammadiyah, dan jumlah angghota Persyarikatan saat itu hanya 25.000, sungguh suatu kondisi yang memerlukan kereja ektra cerdas.
Berbagai blusukan, baik ke daerah pertanian, perkebunan dean terutama ke pasar-pasar tradisional harus kami lakukan. Dengan kerjasama dan motivasi tinggi, melalui berbagai aktivitas, dari pendirian koperasi pasar, koperasi agribisnis, aktivitas seni budaya dan kepemudaan, hingga pengajian dan manakiban serta talk show Ramadlan dengan membeli siaran Radio KS Ku Bumiayu kemudian “mengupload” nya melalui buletin PAN saat itu AMANAH, perolehan suara PAN Brebes waktu itu 10 kali dari basic Konstituen yang ada.
Untuk saat ini agar aktivitas kampanye dampaknya lebih meluas, dan menjadi blusukan yang menyambangi ke hati dan Fikiran calon pemilih, maka kami selalu melakukan “Blow up” mandiri melalui sosial media mupun media massa online yang ada. Itulah barangkali jurus kreatif penulis untuk mengatasi kondisi dimana tidak dapat mengerahkan wartawan (membayar ?) maupun membeli siaran yang harganya tidak terjangaku oleh kantong seorang guru sekolah umat. Kami sangat bersyukur, alhamdulillah kreatifitas itu mendapat apresiasi TV One sehingga kami dapat terblow up di televis, lumayan mlebu televisi gratis , kira-kira begitulah jarene wong brebes. Ya belih ?
Dartwono Caleg DPR RI Partai Bulan Bintang Daerah Pemilihan Jakarta Timur No. 4.

Tidak ada komentar: