MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Minggu, 09 Maret 2014

CABE CABEAN DAN PARE (BACA FARE)

JIka kita melihat, gerombolan motor sedang saling berpacu,kemudian mereka mendekat ke gerombolan cewek yang juga nongkrong di atas motor beberapa orang dalam satu motor di fly over, jangan dulu beranggapan mereka sekedar ABG yang sedang Hang out. Sebab, boleh jadi kerumunan cewek itu kemudian mau dijadikan obyek "ngesex" dari pemenang ntrak-trakan motor tersebut. Kerumunan cewek-cewek ABG yang menyediakan dirinya untuk menjadi obyek sexual dari para "tracker" itu yang saat ini sedang meresahkan kita semua, itulah fenomena "Cabe=Cabean" bersama pasangannya "terong-terongan".
Salah satu acara TV di salah satu TV swasta Nasional, Indonesia lawak Klub, dengan jargon acara “menyelesaikan Masalah Tanpa Solusi”, ternyata kadang memberi solusi dengan gayanya, dengan “mahzabnya” sebagai acara jenaka, acara segar segar pintar. Hal Ini dapat kita saksikan misalnya ketika ILK menyampaikan tema Cabe Cabean. Fitri Tropika, memberikan konsep pencegahan “cabe-cabean” dengan konsep “FARE” (Pare), nama sayuran berasa pahit yang dipelesetkan .
“Karena cabe cabean rasanya pedas, maka untuk mencegahnya harus memakan yang rasanya pahit, untuk itu untuk mencegah cabe-cabean kita perlu Fare (Pare). Yaitu, Family, Activities, Religius dan Education.” demikian kata si muka Uber (ujung Berung) julukan yang diberikan Dany Chandra. Fitri pun mennguraikan bahwa untuk mencegah anak-anak terjerumus dalam dunia cabe-cabean, maka perlu peran Keluarga, Aktivitas positif, fondasi religius atau agama dan pendidikan (education)”
Fenomena cabe-cabean yang akhir-akhir ini marak, sebagai gaya sex bebas anak-anak ABC (SD, SMP dan SMA) perempuan, cukup meresahkan berbagai kalangan. Cabe Cabean yang diindikasikan dengan cewek-cewek yang bergerombol naik motor, bertiga dengan dandanan mengundang “BT” (birahi tinggi), “berbehel”, nongkrong di Fly Over dan siap melayani sex bagi cowok pemenang trak trekan motor ini, pada umumnya dari keluarga broken home.
Fenomena “coba-coba sex” disoroti oleh Jarwo Kuat sebagai fenomena yang telah ada sejak tahun delapan puluhan, yang waktu itu disebut “perek’, perempuan ekperimen. Jadi itu fenomena yang telah ada cuma berganti nama. Sementara itu, dalam catatan penulis, selain ”perek” ditahun 80 an, ada juga “Ciblek” , cilik-cilik betah melek (untuk menggambarkan pergaulan malam) yang muncul di pertengahan 90-an. Hanya memang, untuk Perek dan Ciblet melibatkan “cewek-cewek” ABG dari tingkatan SMA, sedang pada fenomena “cabe-Cabean” aktivitas sex bebas itu sudah melibatkan anak-anak SMP bahkan SD. Inilah barangkali yang perlu lebih disadari oleh semua pihak.
Disamping itu, pada fenomena Perek dan Ciblek lebih terspesifik “dimanfaatlan” oleh para petualang hidung belang (Om Om Senang) sedang pada fenomena “cabe-cabean” justru aktivitas sex bebasnya mendapat support dari teman sepermainannya yang cowok yang disebut sebagai terong-terongan. Oleh karenanya berkumpunya ABG-ABG cowok dan cewek dengan segala atributnya, tidak lagi bisa dipandanf sebagai “clubing’ biasa, tetapi harus pula diwaspadai terkait dengan aktivitas sex bebas yang berhubungan dengan fenomena “cabe-cabean” dan “terong-terongan”.
Sejalan dengan usulan Fitri Tropika, FARE, terutama terkait dengan Education, pendidikan, maraknya aktivitas sex anak-anak ABG, maka memerlukan pengelolan kelas konsep baru sejak pendidikan SD. Aktivitas sex semakin “mendini’ ini terntu saja adalah konsekuensi dari perbaikan gisi yang ada, yang “difasilitasi’ oleh berbagai stimulus kepuberan (sexual) dari berbagai sumber. Oleh karenanya adalah wajar, jika dunia Pendidikan juga perlu membaharui konsep-konsep pengelolaan kelas sesuai tuntutan realitas peserta didik yang ada.
Banyak aktivitas positif yang dapat dilakukan dan melibatkan para ABG. Berbagai kegiatan seni budaya yang membangun jiwa harmoni, Olah raga yang dapat menyalurkan energi dan membangun sportifitas. Kegiatan kewirausahaan bagi remaja-remaja ABG untuk mengembangkan kecerdasan finansial, Kegiatan Karya Ilmiah remaja yang membngun jiwa kreatif, inovatif, kritis dan rasional, maupun kegiatan sosial politik yang membangun kecerdasan politik dan sosial, komitmen dan tanggung jawab bagi calon-calon pemimpin yang sedang tumbuh, dan sudah barang tentu juga kegiatan-kegiatan rekreatif yang mamebangkitkan kesadaran lingkungan.
Pada ranah penanaman nilai-nilai agama, maka pemahaman batas-batas aurot, konsep mahrom dan bukan mahrom, konsep hijab termasuk masalah thoharohnya, sudah harus diberikan lebih dini, sebelum anak-anak mencapai usia puber rata-rata pada generasi sekarang. Demikian juga dalam keluarga, jangan sampai karena melihat anak-anak masih kecil, kita terlambat memberikan pembinaan dan pembudayaan pergaulan yang benar dan aman, sehingga anak-anak kita tidak terjerumus pada fenomena cabe-cabean dan terong-terongan.
Semoga.
Darwono, Relawan sosial Pengembangan masyarakat, pendidik dan Caleg DPR RI dari PBB Dapil jakarta Timur.

Tidak ada komentar: