MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Rabu, 12 Maret 2014

MENJAGA NKRI BERSPIRIT BERKAH

Dunia saat ini dihadapkan pada relitas bahwa pengelolaan keuangan berdasar prinsip-prinsip syariah di berbagai belahan bumi sangat tahan dengan guncangan krisis. Bank-Bank syariah tetap berjalan berkah di tengah gejolak krisis, sementara yang lain mengalami terjun bebas. Nilai berkah itulah kemudian menjadi pilihan munculnya berbagai warna syariah dalam kehidupan. Bank Syariah, Asuransi Syariah, Ekonomi Syariah. Pendek kata masyarakat semakin merasa Berkah di Bawah Naungan Syariah.
Bertbangsa dan bernegara dengan naungan syariah, tentu akan memberikan keberkahan lebih luas. Itulah yang melandasi perjuangan mewujudkan NKRI beryariah. Yakni NKRI yang dinaungi oleh spirit berkah rahmat Allah yang Maha Kuasa dan dilandasi oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan nilai-nilai rahmatan Lil ‘alaminnya yang diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan penduduk yang berbineka.
Makna syariah disini lebih pada esensi. Dimana penerapan nilai-nilai rahmatan lil alamin, seperti : mengutamakan kemakmuran bersama; melindungi masyarakat yang lemah (dhuafa); mengutamakan kepentingan bersama daripada keunggulan partial; mengedepankan manfaat dari pada mudlorot; menjamin amar ma’ruf nahi munkar yang bertanggung jawab; serta mewujudkan kepemimpinan yang adil yang melindungi seluruh tumpah darah Indonesia benar-benar terejawantahkan. Dengan frame seperti ini maka anti korupsi adalah syra’i, anti monopoli dan kartel adalah syar’i, anti penindasan dan pelecehan nilai-nilai kemanusiaan adalah syar’i.
Penerapan esensi syar’i pada hakekatnya telah berlangsung beribu-ribu tahun di Indonesia melalui berbagai kerajaan, kesultanan dan kesunanan yang ada di nusantara. Bahkan penemuan bukti-bukti baru terkait dengan kerajaan besar di Nusantara Majapahit, ternyata telah menerapkan prinsip-prinsi[p syariah dalam perkawinan, dan lain-lain dengan diketemukannya kuburan Qodi majapahit. Demikian juga kehidupan ekonomi pada saat itu, dengan diketemukannya mata uang bertuliskan kalimat tauhid.
Penerapan syariah dalam makna esensi kerahmatan lil alamin ini oleh raja, sultan dan sunan di nusantara ini terkait dengan pandangan hidup bangsa Indonesia yang religius, yang penuh nilai-nilai spiritual, bahwa hidup di dunia berkesinambungan dengan hidup di alam akhirat, dalam bahasa jawa dikatakan, “urip iku mung mampir ngombe” hidup di dunia ini seperti sekedar mampir minum, sebentart sekali. Oleh karenanya masyarakat nusantara di bawah raja, sultan dan sunan senantiasa menghubungkan kehidupan bermasyarakat dengan kehidupan spiritualnya. Semangat spiritual itnilah yang nampak jelas tercermin dalam Mukadimah konstitusi RI 1945 yang tidak boleh diubah siapapun termasuk MPR hasil pemilu.
Semangat perjuangan untuk selalu mengkaitkan kehidupan berbangs dan bernegara sejalan dengan nilai-nilai spiritual bangsa senantiasa dilakukan terutama oleh mereka yang sadar, bahwa NKRI ini adalah amanah dari para syuhada, mujahid bangsa yang telah berjuang memerdekaan Negara Kesatuan republik Indononesia. Tentu saja perjuangan mewujudkan “cita-Cita mulia para pendiri bangsa, Mujahid bangsa, selalu akan berbenturan, akan mendapat perlawanan dengan kepentingan mereka yang mengembangkan anak cicit kapitalisme, liberalisme, Neoliberalisme sebagai kolonialisme ultramodern, maupun komunisme dan ateisme dan sekulerisme. Dengan keberanian investasi politik yang luar biasa, Neoliberalisme berani menyeponsori “oknum-Oknum” dan “pratai-Partai” untuk memperoleh Legalisasi terhadap ekplorasi satu negara oleh pemilik modal. Inilah yang disebut sebagai “ghoswul Fikri” abadi dalam berbangsa dan bernegara.
Dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh Forum Umat Islam di Baiturrahman Tebet Jakarta selatan terungkap, bahwa kekuatan-kekuatan itu telah menyiapkan dana ratusan triliun untuk memenangkan pemiliahan legislatif maupun pemilihan eksekutif. Dengan harga suara rata-rata Rp. 100.000, maka untuk menguasai 100 juta suara (lebih dari 60 % suara syah) mereka Hanya membutuhklan Rp. 10 T, atau jika dengan Pilpres maka butuh Rp. 20 JT. Dengan stock dana ratusan Triliun, padahal biaya pembelian suara hanya sekitar 20 T, Jelas saat saat ,menjelang Pemilu, para pemilih sangat dimanjakan dengan berbagai pemberian . Sudah barang tentu transaksi mau sama mau ini akan merugikan pemilih sendiri teruitama bagi nasib anak cucunya.
Orang tua atau kakek nenek yang merasakan manisnya uang seratus - dua ratus ribu rupiah, akan harus dibayar dengan measa depan Indonesia dan nasib kelabu yang mengancam anak-cucunya. Oleh karena itu, dalam diri Umat Islam, umat yang berhadapan langsung dengan para kolonialisme dengan berbagai wujudnya, hartus ada kelompok yang terus berjuang memeprtahankan NKRI sebagaimana diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Ada kelompok umat, yang mau berjuan secara politis membawa panji-panji Laa ilaaha Illallah, meskipun orang-orang kafir itu benci. Ada sebagian anak-anak umat yang terus berjuang agar NKRI tetap berkah.
Tujuan kolonialisme modern dengan memenangkan Legislatif dan Eksekutif sangat jelas, Legislatif dimanfaatkan untuk merancang, membuat, merevisi berbagai produk perundangan agar sesuai dengan kepentingannya, sementara “Presiden Mitranya” akan dimanfaatkan dalam berbagai kebijakan pemerintah yang “Harus” sesuai dengan kepentingannya. Termasuk kepentingan ideologi dan keyakinan (agama) baik Yahudi maupun Nashrani. Apa yang terjadi di Ethiopia maupun di Somalia perlu dijadikan pembelajaran bagi kaum muslimin Indonesia.
Saat ini kedua hal tersebut sangat terasa keberadaannnya. Begitu banyak produk perundangan yang lebih mencerminkan unggulnya kepentingan pemilik modal dibanding berpihak pada “hajat hidup” orang banyak. Demikian juga dengan kebijakan-kebijakan pemerintah. Kebijakan sebagai inisiator perdagangan bebas sektor pertanian ditengah sektor pertanian domerstik sangat lemah dan tidak bersaing adalah sama dengan “menggantung leher peteni” bangsa sendiri, padahal Indian misalnya, mereka lebih menolak Paket Bali dan berp[ihak pada sistem pertaniannya (Baca Nehi Nehi Paket Bali di Kompasiana.com).
Ke depan perluangan parlementer dan eksekutif akan semakin ditekan oleh “Capit Capit berbisa Neoliberalisme”. Oleh karena itu, p[emilu 2014 harus benar-benar dimanfaatkan oleh seluruh bangsa Indonesia untuk memilih wakil-wakilnya yang memiliki komitmen terhadap NKRI yang berspirit berkah sebagaimana saat diproklamasikannya. Juga priseden RI yang lebih mengedepankan kepentingan rakyat dari pada gegap gempita sanjungan international yang menyengsarakan.
Dengan realitas rakyat yang semakin cerdas, Insya Allah bangsa Indonesia dapat menggunakan hak-haknya dengan cerdas pula. Semoga !
Darwono Caleg DPR RI Partai Bulan Bintang Dapil Jakarta Timur No. 4, Jurkamnas PBB Pemilu 2014, Relawan Sosial Pemngembangan Masyarakat dan Penggiat The Holistic Leadership.

Tidak ada komentar: