MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Kamis, 24 April 2014

JIHAD MEMBENTUK KUALISI FUTURISTIK

Kita tentu menjadi saksi, hampir semua politisi-politisi muslim dalam berkampanye menekankan untuk memilih pemimpin sesuai ajaran agama, bahkan MUI pun mengeluarkan fatwa. Prinsip-prinsip kepemimpinan dan niatan menegakkan amar-ma’ruf nahi munkar bahkan tidak hanya diserukan di panggung-panggung kampanye, teta[i juga di khutbah-khutbah, pengajian dan forum-forum lain non kampanye “partai”
Sungguh aneh jika setelah umat berbondong-bondong mendukungnya, melalui berbagai partai islam dan partai berbasis umat Islam, dengan perolehan yang cukup untuk mengantarkan 2 pemimpin muslim untuk menjadi Capres dan Cawapres dari partai-partai itu, justru para petinggi partai berpanjang-panjang lasan untuk menafikan Kualisi islami ini. Berjuta alasan boleh jadi bisa diungkapkan untuk menafikan Kualisi islami ini, dari “trauma poros tengah” sampai tak adanya partai Islam yang meraih suara dominan. Semua bisa dijadikan alasan untuk menafikan persatuan Umat. tetapi cukup satu alasan untuk mewujudkan kualisi ini, spirit jihad ! Spirit bersungguh-sungguh menjalankan satu kata dan tindakan dari para elit politik.
Jika demikian, boleh jadi ini adalah akhir dari jargon perjuangan politik dari partai-partai islam. Bagaimana mau menegakkan amar ma’ruf nahi munkar jika bersatu saja tidak mau ? hal ini akan menjadi preseden kurang baik bagi keberlanjutan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, mewujudkan Indonesia sebagai baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur pada masa-masa mendatang. Karena umat sudah mencatat, pemilu 2014 mereka telah dikhianati oleh partai-partai itu melalui janji-janjinya, melalui agitas-agitasi memilih pemimpin Islam.
Timbul tada tanya besar bagai kita jika para elit politik muslim menafikan kualisi ideologis islami ini. Apakah sebenarnya para elit politisi muslim sesungguhny adalah agent-agent yang ingin menghancurkan perjuangan islam itu sendiri dalam kancah kehidupan berbangsa dan bernegara ? Sehingga mereka begitu saja melupakan apa yang telah digembar gemborkan melalui kampanye mereka di pemilu 2014 ini ?
Jika koalisi 5 partai Islam benar-benar diwujudkan. Dengan kekuatan awal 35 %, insya Allah dilandasi niat tulus dan spirit jihad untuk mewujudkan ” kehidupan berbangsa dan bernegara yang berkah” Koalisi ini akan mendapat dukungan melimpah dari kaum muslimin Indonesia. Apalagi, mengingat Pilpres berlangsung Saat Bulan berkah Ramadhan, dimana hati kaum muslimin cenderung terbuka dengan nilai-nilai Islam termasuk nilai-nilai imamahnya. Pilpres 2014 ini sungguh merupakan kesempatan emas, untuk mewujudkan kepemimpinan Islam karena juga didukung oleh kekuatan spiritual kaum muslimin di bulan penuh berkah.
Bulan Ramadhan adalah bulan jihad, maka kami menghimbau kepada seluruh petinggi partai politik Islam dan berbasis umat islam, tundukanlah ego kalian, bergandenganlah tangan, bersatulah dalam Jihad menegakkan Amar ma’ruf nahi munkar. Insya Allah jika kualisi ini dilandas oleh dorongan taqwa, maka kualisi ini tidak akan menjadi seperti Poros tengah. Karena memang, kualisi (persahabatan) satu dengan yang lain pada suatu saat akan menjadi musuh, kecuali kualisi yang dilandasi oleh nilai-nilai taqwa.
Tidak mengapa ada 1 -2 Partai islam atau Partai berbasis Umat islam yang tidak mau bergabung, asal ada yang maju untuk berjihad, meski dengan suara awal “pas syarat” 20 %, insya Allah akan didukung kaum muslim. PBB yang berdasar Quick Count terkatagorisasi memperoleh suara di Jawa (4.5%) dan Luar Jawa (5,5%), dapat menjadi Inisiator Koalisi Islami bukan dalam rangka mengambil jatah Capres atau cawapres, tetapi lebih untuk tetap menyalakan Jihad kekuatan Islam untuk mengantarkan terpilihnya Preasiden dan Wakil Presiden dari kekuatan Partai Islam dan Partai berbasis Umat Islam.
Insya Allah , Jika Kualisi Islami ini terbentuk untuk Izzul Islam wal Muslimin di tanah air, Para Aktivis Islam, Berbagai lembaga Dakwah Kampus akan antausias memperjuangkan kemenangannya Dan kami akan turut berjuang untuk memenangkannya pula ! Yakinlah “Jika Allah Menolongmu, maka tidak ada satupun yang mampu menghalanginya”. Wa man yajhad fiinaa lanahdiyanahum subulana, dan jalan-jalan kemudahanpun akan dibentangkan Allah !
Tapi memang, dimanapun ada kelompok-kelompok muslim yang justru rela berangkulan dengan kelompok-kelompok yang tidak menghendaki Islam menang. Saat Orde lama banya kelompok Islam yang rela berpelukan dengan komunis ateis dalam Nasakom, di era neoliberalisme ini banyak banyak yang mengaku Muslim tetapi perilaku dan komitmennya justru mencerminkan kader-kader neolib, kita juga dapat melihat kelompok yang menghalalkan segala cara untuk mempertahankan eksistensinya. Jelas jika elit-elit partai itu sesungguhnya kader neolib maupun neokom (neokomunis) wajar saja mereka lebih suka kekuatan Islam hancur dengan berlindung di balik baju nasionalis, pluralis dan sejenisnya.
Pilpres 2014 sangat strategis untuk memulai berkualisi dalam spirit Jihad. Kuialisi saat ini bisa merupakan peletakkan fondasi bagi “konstruk Partai Islam” untuk menghadapi Pemilu 2019 yang sudahj berubah systemnya. Dengan system serentak Pileg dan Pilpres, kita tidak bisa tawar-menawar dengan Kualisi, tetapi Kekuatan islam harus maju dengan satu bendera yang kuat, jika tetap terpisah-pisah maka akan kesulitan untuk mengedepankan “pimpinan Islam”., jadi kualisi futuiristic ini juga dipersiapkan untuk membentuk “satu kekuatan politik yang mewakili Umat islam” dalam spirit ukhuwah Islamiayah. Dengan demikian pembentukan Kualisi Islami dari partai-partai Islam dan partai berbasis massa Islam saat ini benar-benar sangat Realistik dan sekaligus Futuristic.
Realistik dikarenakan jika prediksi Quick Count benar maka bersatunya 5 Partai yakni 2 Partai Islam (PBB dan PPP) beserta 3 Partaio berbasis massa Islam (PAN, PKB dan PKS), memiliki kekuatan dasar yang sangat cukup untuk mengatasi kualisi-kualisi lain. Kekuatan dasar berdasar hasil pileg nantinya partai-partai ini akan memperoleh total suara sekitar 35 %, cukup untuk mengatasi kulaisi lain seperti, PDIP- Nasdem, Gerindra, Golkar maupun yang lainnya. Dengan kekuatan seperti itu, plus ikatan ideologis Islami akan menjadi kekuatan yang dahsyat untuk meneguhkan kepemimpinan Islam secara nasional.
Karakteristik spirit Islami yang berlandaskan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin, akan menjadikan Kualisi ini menebar keberkahan bagi Indonesia, peneguhan bagi nasionalisme Indonesia. Sebab pada hakekatnya tidak ada Nasionalisme Indonesia kalau tidak ada Islam, sebagaimana diakui oleh Dowes Deker. Oleh karenanya sejarah membuktikan, bahwa Dr. Setia Budi itu beserta kawan-kawannya dari kelompok Sunda Kecil, yang nota bene adalah golongan Kristiani justru bergabung dengan Masyumi, partai politik yang memang kental dengan keislamannya.
Jadi sangat tidak beralasan jika kita mempertegas keislaman kita dalam tindakan politik sebagai tindakan mempersempit diri sebagaimana diungkapkan Amien Rais. Memang, Pak Amin selalu “merasa sempit” kalau terkait dengan “Definitif Islam” sama sikapnya ketika ditawari memimpin PBB saat awal reformasi. Pak Amien lebih memilih yang terbuka. Sejarah mencatat, dengan partai Islam merasa kesempitan, melalui Partai Terbuka Pak Amien kedodoran. Pemilu 1999 dimana warga perserikatan muhammadiyah tercatat 25 juta, Pak Amien hanya didukung sekitar 8 juta. Demikian juga pada Pilpres 2004. Ini fakta yang sangat sayang jika dilupakan, yang semoga mengubah paradigma berfikir saudara-saudara kita di partai islam.
Memang wajar jika ada warga Muhammadiyah yang tidak mendukung pak Amien, tetapi ketika lebih dari dua per tiga warga muhammadiyah tidak mendukung Pak Amien ketika pak Amien berubah dari warna Islam ke warna lain, maka itu sangat layak dipertanyakan. Pak Amien tidak sadar, kalau branding Pak Amien ya sebagai Intelektual Muslim, yang sejak awal kebangkitan Islam mengumandangkan komitmen keislaman, tugas cendikiawan muslim, Indahnya sibghoh Islam. Bahkan dalam berbagai kesempatan Pak Amien menutip mukadimah tafsir Fidilal yang kurang lebih berbunyi : Alhayatu fii dzilalin Qur’an Ni’mah. Ni’matahu laa ya’rifuha illaa mandzakkaha. Hidup di bawah naungan al qur’an adalah ni’mat. Kenikmatannya tidak dapat dirasakan kecuali oleh mereka yang memperjuangkannya. Penulsi yakin sikap Pak Amien yang berubah warna itulah yang menyebabkan pak amin tidak didukung oleh lebih dari dua per tiga wara perserikatan Muhammadiyah.
Mertegas “sighoh Islam” melalui kualisi islami (niat, tujuan, cara yang berlandas li ila kalimatillah) menjelang pilpres 2014 ini juga bermakna futuristik. Hal ini mengingat pada pemilu 2019 nanti dilaksanakan dengan serentak. Sehingga kita tidak bisa lagi membentuk kualisi setelah hasil pileg terlihat. Saat kita maju mengikuti Pemilu 2019, maka kita harus sudah bersatu, dalam satu kekuatan politik islam yang mewakili semua kekuatan umat. Jika tidak, maka pemilu serentak 2019 justru dapat menjelma sebagai pisau geluitin bagi kekuatan politik Islam.
Kualisi kali ini dapat dijadikan perentas jalan terbentuknya satu kekuatan islam yang dipertlukan jika ingin mempertahankan kepemimpinan Islam ke depan. Stagnasibahwa kaum muslimin Indonesia tidak dapat bersatui dalam satu kekuatan politik harus diakhiri. Trauma masa lalu harus kita sembuhkan oleh kita sendiri kaum muslimin Indonesia untuk menghadapi tantangan ke depan. Adalah tugas kita bersama, para politisi dan pemimpin Islam Indonesia, untuk mengubah paradigma untuk kejayaan Islam dan kaum muslimin Indonesia. Sudah saatnya, sebagai masyoritas dinegeri ini, benar-benar terejawantahkan dalam berbagai kekuatan berbangsa dan bernegara. Ini adalah konskuensi dari negera yang berdemokrasi.
Justru bukan sebuah cerminan demokrasi jika minoritas mendominasi dan menjadi pengendali atas mayoritas. Dan Insya Allah dengan kesadaran harapan hidup berkah, NKRI Berkah akan mendapatkan setting sejarah dengan Indah.Mari kita catat, partai-partai Islam atau Partai Berbasis umat Islam mana yang dengan segala cara menolak kualisi Islami, untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, untuk meneguhkan NKRI sebagai baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur, negara berkah dalam kebinekaan, sebagaimana ruh yang terkandung dalam konstitusi 1945 sebagai Genius Agreement dari para Founding Fathers. Insya Allah !

Tidak ada komentar: