MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Minggu, 06 April 2014

SPIRITUALITAS PEMILU

Sebagai bangsa yang berketuhanan yang mahas esa, adalah wajar bahkan sebuah keharusan bahwa setiap gerak kehidupan berbangsa dan bernegara selalu mengkaitkan dengan nilai-nilai ketuhanan, nilai-nilai spiritual, nilai-nilai surga dan neraka, nilai-nilai haram dan halal. Oleh karenanya sangat wajar jika muncul berbagai fatwa yang terkait dengannya. Dalam hal pemilu, maka fatwa-fatwa MUI yang terkait dengan Haramnya Money politic, Haramnya Golput, haramnya mengangkat pemimpin bukan dari kaum beriman, adalah sebagai wujud tanggung jawab spiritual, tangnggung jawab sosial sekaligus tanggung jawab moral lembaga itu.
Sudah barang tentu kita sangat menjunjung tinggi dari komponen bangsa ini, meski dalam keterbatasannya mencoba tetap mempertahankan nilai-nilai ketuhanan untuk menolak money politik, meski sesungguhnya mereka memang benar-benar memerlukan uang itu. Sebaliknya kita sungguh prihatin dengan upaya menyeret saudara-sudara kita ke Neraka, ke perbuatan haram yang berdosa dari para intelektual kaya hanya dengan memberikan uang sekedar seratus atau dua ratus ribu. Dimanakah hati nurani dan integritas intelektualnya ?
Memang outcome pendidikan kita mencerminkan ketidak seimbangan dan ketidak integrasian berbagai kecerdasan, sehingga meski doktor atau profesor, katakanlah rata-rata caleg itu sarjana strata satu, namun menampilkan gejala yang memprihatinkan. Integritas intelektualnya, integritas multiple intelligencenya tidak nampak, sehingga kepedulian terhadap nilai-nilai spiritual yang dipegang oleh masyarakat dicoba dikoyak melalui gerakan money politiknya. Itulah yang mendorong ide bahwa sistem pendidikan kita harus direformasi.
Kembali pada spiritualitas pemilu, maka pada tahapan pencoblosan ada beberapa hal yang menurut hemat penulis di kedepankan. Paling tidak, ada tiga hal prinsip spiritulitas diteraokan dalam pemilu pada tahapan pencoblosan pertama adalah niat mencoblos, kedua prinsip memilih dan ketiga cara melakukan pencoblosan.
Prinsip semua amal tergantung dari niatnya, sudah barang tentu harus diterapkan dalam pelaksanaan pencoblosan besok. Bangsa Indonesia yang mayoritas muslim, tentu sangat memahami prinsip niat ini. Niat kita datang ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk melakukan pencoblosan dengan niat ingin melakukan kewajiban sebagai seorang muslim yang peduli pada permasalahan umat (kepemimpinan Islam) tentu saja akan sangat berbeda jika niat itu didorong oleh kewajiban memenuhi transaksi politik karena terperosok oleh money politik. Pada konteks niat yang pertama adalah ibadah, termasuk amal sholeh, sedang dalam konteks yang kedua adalah terkait dengan komitmen pada nilai-nilai kemungkaran.
Nilai spiritual yang perlu ditegakkan dalam melakukan pencoblosan adalah prinsip-prinsip memilih pemimpin atau ulil amri. Dalam Al Quran, Allah SWT telah memberi petunjuk untuk memilih pemimpin sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Allah SWT berfirman yang artinya, “Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)”. (QS Al-A’raf: 3) Oleh karena itu, sebagai hamba Allah SWT yang selalu berusaha untuk menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, tidak pantas melakukan tindakan asal-asalan dalam memilih pemimpin. Tidak pantas pula memilih pemimpin dengan cara spekulasi atau hanya karena diberikan uang.
Tapi harus memilih pemimpin dengan penuh kehati-hatian, dengan kecenderungann akal sehat dan mempertimbangkan dengan hati nurani. Pililah pemimpin yang benar-benar dapat mengantarkan umat menuju masyarakat yang rabbani, masyarakat utama yang diridhai Allah Swt yaitu bangsa yang lebih berkeadilan, bangsa yang mandiri, bangsa yang besar. Janganlah kita memilih pemimpin dari orang-orang kafir, sebagaimana firman-Nya yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?” (QS An-Nisa: 144) Barangkali itulah beberapa prinsip yang perlu disampaikan dalam memilih pemimpin, untuk lebih detailnya dapat dibaca pada tulisan edisi sebelum ini.
Sudah barang tentu, dengan banyak “tawaran_Tawaran” yang seakan-akan semuanya memenuhi prinsip-prinsip memilih itu kita dihadapapkan pada berbagai alternatif yang terkadang terasa abu-abu. Dalam kondisi seperti ini, maka prinsip istikhoroh pemilu perlu dikedepankan. Istikhoroh, yang dapat dimaknai memohon pilihan terbaik dari beberapa pilihan, dapat pula ditempuh oleh setiap pemilih muslim yang benar-benar cara memilihnya mendapat bimbingan Allah SWT. Untuk kepentingan ini, pemilih muslim sangat disarankan melakukanshalat istikhoroh.
Salat Istikharah adalah salat sunnat yang dikerjakan untuk meminta petunjuk Allah oleh mereka yang berada di antara beberapa pilihan dan merasa ragu-ragu untuk memilih atau saat akan memutuskan sesuatu hal. Spektrum masalah dalam hal ini tidak dibatasi. Seseorang dapat salat istikharah untuk menentukan dimana ia kuliah, siapa yang lebih cocok menjadi jodohnya atau perusahaan mana yang lebih baik ia pilih. Setelah salat istikharah, maka dengan izin Allah pelaku akan diberi kemantapan hati dalam memilih.
Salat istikharah boleh dikerjakan paling sedikit dua rakaat atau hingga dua belas rakaat (enam salam) Selepas membaca Al-Fatihah pada rakaat yang pertama, diutamakan membaca Surah Al-Kafiruun (1 kali). Selepas membaca Al-Fatihah pada rakaat yang kedua, diutamakan membaca 1 Surah Al-Ikhlas (1 kali). namun untuk surah yang lain tetap diperbolehkan dibaca selepas membaca surah Al-Fatihah, baik pada rokaat pertama dan kedua. Setelahsalam dilanjutkan do’a salat istikharah kemudian memohon petunjuk dan mengutarakan masalah yang dihadapi. Sebuah hadits tentang do’a setelah salat istikharah dari Jabir r.a mengemukakan bahwa do’a tersebut dapat berbunyi :
“Ya Allah, aku memohon petunjuk kebaikan kepada-Mu dengan ilmu-Mu. Aku memohon kekuatan dengan kekuatan-Mu. Ya Allah, seandainya Engkau tahu bahwa masalah ini baik untukku dalam agamaku, kehidupanku dan jalan hidupku, jadikanlah untukku dan mudahkanlah bagiku dan berkahilah aku di dalam masalah ini. Namun jika Engkau tahu bahwa masalah ini buruk untukku, agamaku dan jalan hidupku, jauhkan aku darinya dan jauhkan masalah itu dariku. Tetapkanlah bagiku kebaikan dimana pun kebaikan itu berada dan ridhailah aku dengan kebaikan itu”. (HR Al Bukhari)
Dengan niat, prinsip dan cara yang benar insya Allah kita akan memperoleh kebaikan dari allah SWT. Semoga dengan demikian, bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang penuh kebaikan, bangsa yang baldatun thoyyibatun wa robbun Ghofur.
DARWONO, alumni Pondok Pesantren Budi Mulia Yogyakarta dan FKH UGM Relawan Sosial/pendidikan, Motivator , Penulis dan Penggerak The Holistic Leadership Center

Tidak ada komentar: