MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Rabu, 25 November 2009

TAK PUNYA AKTA MENGAJAR TAPI MENGEJAR FAKTA MENDIDIK

Are You a teacher or an Educator ?

Gegap gempita perayaan Teacher's Day di sekolah tidak mengusikku untuk merenungkan keberadaanku di dunia pendidikan. Ketika asound system memangumumkan semua guru untuk turun ke Lapangan untuk "dikerjain" murid-murid untuk dikasih suprise, saya lebih memilih kembali ke Lab dan merenungkan semua yang terjadi.

Jika ditanya SIM (surat ijin mengajar) alis akta 4 (akta mengajar) saya memang TIDAK PUNYA, tapi sepanjang berkecimpung di dunia pendidikan, upaya untuk menjadi pendidik (educator) bukan sekedar pengajar (teacher) dalah hal yang utama. Makanya pada tanggal 25 November 2009 ini, sejak pagi jam 06.00 sudah tiba di sekolah, melakukan persiapan di laboratorium untuk praktek Jamur keinginan menjadi guru yang mendidik menggebu-gebu.

Makanya, saat menghadapi realita murid-murid yang saya sadar, agak lamban menerima instruksi (maklum IQ rata-rata di bawah 100), sayapun mencoba berlaku sebagai pendidik. Mendidik mereka bertanggung jawab, mendidik mereka disiplin, mendidik mereka untuk mandiri, samapai mendidik mereka menerima konsekuensi. Jadilah tersaring melayani 7 dan 5 peserta didik melakukan Inquery Science, dan mendidik 29 dan 30 peserta didik dari dua kelas, yang dibimbing memahami untuk menerima konsekuensi dari tindakannya.

Ketika di kelas lain di tengah hari ditanyakan kepada saya, bagaimana pendapat bapak tentang Perayaan hari guru, saya mencoba menjawab secara jujur, bahwa saya sangat prihatin dengan kondisi pendidikan kita. Banyak hura-hura tanpa makna. Hal-hal yang sekunder dijadikan hal utama, sedang hal utama diabaikan menjadi nomor pungkasan.

Diluar kelas, saat menulis di wall facebook, saya mencoba menanyakan : Layakkah guru yang hanya mengajar dan selalu demo menuntut kenaikan imbalan disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa ?

Bagi saya, Undang Undang Guru yang menyejajarkan guru seperti profesi lain (sertifikasi dan imbalannya) berarti telah menyeret guru ke Industri Jasa Pengajaran. Jasa guru sebagai profesioanal telah dihargai dengan imbalannya. Jadi otomatis semua jasa telah ditandai dengan angka-angka rupiah. Tidak adil guru minta dihargai profesionalitasnya pada saat yang sama menerima penghargaan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa seperti guru-guru dahulu.

Apalagi jika kita melihat realitas di kelas-kelas, guru hanya berlaku sebagai pengajar untuk mengejar SKL (standar ketuntasan Lulusan ? standar kompetensi Lulusan ?) dan nyaris proses pendidikan hilang diganti proses pelatihan penguasaan SKL.

Untuk itu, meski saya tidak memiliki AKTA MENGAJAR, tapi saya bertekad untuk mengedepankan FAKTA MENDIDIK selama berkecimpung di dunia pendidikan, meski Lingkungan telah mengubahnya menjadi Perusahaan Pengajaran. Insya Allah.

Tidak ada komentar: