MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Rabu, 25 Februari 2009

BELAJAR DARI SAKARATUL MAUT


Membaca judul tulisan ini, fikiran kita pasti tertuju pada titik ahir perjalanan hidup seseorang, sebuah moment yang hanya terdiri dari dua opsi, bagai rambut dicabut dari tepung, atau bagaikan kain sutra dicabut rangkaian tusukan duri. Dua opsi ini jelas sangat ditentukan oleh perjalanan panjang selama hidup seseorang sejak dia mukalaf, sejak dia memasuki proses memikul kewajiban.

Lantas, mengapa kita dianjurkan untuk menalkinnya ? bukan menyuruhnya bagi-bagi sodaqoh, atau menganjurkan dia baca buku Sevent Habit for Highest Evective people agar sakaratul mautnya jadi efektif ? Atau diajari Quantum Learning biar bisa belajar cepat ?

Talkin, berisi ucapan tahlil (Laa ilaaha illa Allah), Tiada Ilah kecuali Allah, sebuah kalimat (Al jumlatu) yang dikenal sebagai kunci surga, miftahul jannah. Dan siapapun yang mengahiri titik kulminasi hidupnya dengan kalimah ini, dia masuk surga, dia Sukses, dia lulus dari jebakan ujian akhir kehidupan. Talkin adalah materi paling esensi dari standar kelulusan menuju surga.

Apa relevansinya dengan tugas kita sebagai guru ?

Menjelang hari-hari akhir tugas kita mengantarkan anak-anak kita mengahiri perjalanan SLTA nya, kita dihadapkan pada dua opsi. Anak kita lulus dari guilete Ujian Nasional, atau terpenggal criteria kelulusannya, dan termasuk mereka yang gagal.

Agama mengajarakan di hari-hari biasa, selalu wasiat yang ditekankan adalah wasiat taqwa, menjalankan semua perintah dan menjauhakan diri dari semua yang dilarang. Wasiat untuk menjalankan detail syariat diin kita. Sementara itu, pada saat-saat kritis, sakaratul maut, yang disyariatkan adalah penyampaian esensi, bahkan pada tahap akhir disyariatkan membimbing hal dari yang paling esensi dari kalimat essensi itu, hal yang terpenting dari Laa Ilaaha Illaa Allah, yakni kalimat Allah, Allah, Allah.

Aplikasi hikmah ini pada Amanah Kependidikan kita adalah, selagi ada waktu, bimbing anak secara detail dari seluruh SKL SKL yang harus dikuasai. Ulangi dan ulangi dengan semangat dan etos Al Isnsyirah (Alam Nashrah), fa idzaa faroghta fanshob dan wa ilaa robbika farghob, apa bila selesai satu urusan kerjakan urusan lain, bila selesai satu SKL kerjakan SKL lain tanpa lelah dan tanpa keluh kesah karena kita yakin Allahlah tempat kita kembali, dan kita yakin janji Allah Sungguh bersama kesulitan ada kemudahan, fainna ma’al ‘usri yusron.

Pada saatnya, pada hari-hari akhir mendekati penentuan ajal kelulusan, baru sampaikan esensi-esensi SKL. Materi-materi penting tiap SKL, prinsip-prinsip penting tiap SKL, rumus-rumus penting dari SKL-SKL target.

Saya sangat yakin, guru-guru kita sangat paham dan mampu mengaplikasikan strategi-strategi yang tepat. Kapan harus membimbing dengan detail dan kapan saatnya membimbing dengan hal-hal yang esensi.

Yang pasti, keyakinan dan kepercayaan penuh kepada guru-guru kita adalah amunisi paling dahsyat bagi keberhasilan proses pendidikan kita. Jadi, jangan pernah Under Estimate pada guru-guru tercinta kita. Karena di hati nurani merekalah calling kesuksesan akan berdentang menggairahkan

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat. Wallahu a’lam bishowab.

Senin, 23 Februari 2009

TITIK PENGUNGKIT


Pengungkit. memiliki prinsip dasar yang sangat mudah. Bahwa dengan membuat titik tumpu pengungkit dekat dengan benda dan jauh dari kita, maka dengan lebih ringan kita bisa mengungkit suatu benda dari pada keadaan sebaliknya (titik tumpu jauh dari benda dan dekat dengan kita), jarak ini kelak saya ketahui sebagai lengan tuas. Hanya dengan penjelasan ini lalu dipraktekkan dan tanpa rumus, saya langsung bisa menangkap prinsip kerja ”pesawat sederhana” ini.

Jika prinsip kerja pengungkit ini diterapkan dalam upaya “mengangkat” prestasi belajar siswa, maka yang harus dilakukan adalah kita melakukan upaya “pengangkatan prestasi” dengan titik tumpu pengungkit dekat “dengan problematika” siswa, dan jauh dari kita, jauh dari prasangka-prasangka kita, karena boleh jadi prasangka-prasangka kita terhadap problematika siswa itulah yang merupakan Problematika sesungguhnya.

Prinsip lain yang bisa sinergi dengan prinsip pengungkit adalah prinsip titik berat. Titik berat suatu benda yaitu suatu titik tempat berpusatnya massa/berat dari benda tersebut . Di titik berat ini lah resultante gaya-gaya yang bekerja adalah nol. Hal ini mengakibatkan jika kita membengkokkan sendok misalnya, akan lebih mudah membengkokannya di titik berat. Aplikasi prinsip ini dalam problem solving adalah, jika kita memberikan treatmen pada “Masalah Inti” yang benar-benar dihadapi siswa maka problem solving kita “akan kena”.

Perpaduan antara pemahaman titik berat dan pemanfaatan prinsip kerja pengungkit dalam menghadapi problematika prestasi siswa ini sangat penting. Proses ini memerlukan beberapa langkah :

Penemuan masalah inti

Kita bisa belajar bagaimana seorang dokter melakukan pengobatan dengan benar (maaf banyak dokter yang melakukan treatmen sembarangan loh), dari anamnesa (melihat riwayat kesehatan), melihat factor predisposisi (factor bawaan yang memungkinkan terjangkit penyakit) , melakukan diagnosa diferensial (melakukan perbandingan berbagai penyakit yang menampakan gejala sama) , diagnosa (penentuan jenis penyakit atau gangguan), menentukan prognosa (menentukan prospek penyakit), baru melakukan tindakan treatmen. Dari proses-proses inilah seorang dokter melakukan treatment, apakah memberi antibiotic, sekedar paracetamol, memberikan tindakan pembedahan atau bahkan memberikan suntik mati (euthanasia) jika memang itu yang diperlukan (tentunya setelah melakukanberbagai pertimbangan).

Dalam tindakan medis, pasien-pasien yang diprognosa tidak bisa disembuhkan, maka dia dipersiapkan untuk menerima kematian. Analog dengan hal itu, siswa-siswa yang telah diprognosa “mati terpenggal syarat kelulusan”, dipersiapkan untuk menerima kenyataan dengan tidak lupa selalu didoakan semoga dikaruniai “mukjizat”


Memanfaatkan Efek Pengungkit
Setelah ditemukan masalah intinya, langkah berikutnya adalah memanfaatkan efek pengungkit untuk treatmennya. Prinsipnya adalah pengungkit sedekat mungkin dengan bendanya (baca problematika siswa, dan yang familier dengan siswa). Artinya melibatkan siswa secara dekat dengan pengungkit (program-program peningkatan prestasinya). Berilah kepercayaan siswa untuk menentukan programnya, sebagai missal, berilah siswa menentukan SKL SKL mana yang harus menjadi tumpuan, yang harus dikembangkan, atau dipelajari pada prioritas tertentu.

Bimbinglah siswa untuk menentukan target – target sesuai potensinya, dan buatlah komitment untuk mengupayakan bersama-sama. Tunjukanlah bahwa kita selalu tulus membantunya. Dengan demikian siswa merasa dekat dengan kita, dan dengan jarak yang dekat, maka gaya yang muncul akan begitu besarnya, bahkan bisa tak terhingg, karena pada prinsipnya gaya tarik menarik antara dua benda, berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya. Artinya, jika jarak kita dengan siswa dekat sekali, atau jaraknya NOL, maka gaya tarik menariknya menjadi TAK TERHINGGA.

Dan saya merasa bangga tak terhingga, saat kesepakatan kesepakatan strategi dilaksanakan dengan baik, apalagi SKL – SKL tertentu rerata kita bisa melampaui rerata rayon, rerata DKI dan rerata nasional, dan tetap berlapang dada pada satu SKL yang tak satupun siswa dapat melampauinya.

Yang pasti, saya terharu tak terhingga, ketika anak-anak meminta maaf karena dia kurang mencapai target, sebuah pengakuan jujur, yang insya Allah akan menjadi bekal yang sangat berharga untuk perbaikan ke depan.

Jumat, 13 Februari 2009

COMPASSION

COMPASSION



RAHIM / UTERY
Look at a picture above. Can a crocodile embryo grow up there ?
Itulah rahim, yang dapat tumbuh dan berkembang disana hanya embrio tertentu, demikian juga silaturrahim, ikatan sayang, hanya terjadi dengan syarat-syarat tertentu, sebagaiman sidat Rahim Tuhan yang hanya tercurahkan hanya jika anda bertaqwa kepada-Nya.

Ini berbeda dengan sifat Rahman Tuhan, sifata kasih Tuhan yang tercurah kepasda semua mahluk-Nya, kepada semua umat manusia baik yang iman maupun kuifur, yang bertakwa atau yang berdosa, semua menerima rahmat-Nya, karunia-Nya.

Lantas secara universal, manusia membawa risalah rahman atau rahim ? dalam konteks universal, manusia dengan agamanya (Islam) dirisalahkan untuk Rahmatan lil alamin, bukan Rahimin lil alamin. Artinya, secara universal umat beragama (kamu muslimin) adalah mereka yang menebar rahman bagi alam semesta. Menebar kasih bagi selurtuh isiu alam semesta.

Dalam pergaulan umat dunia, yang memang sangat heterogen, maka cerminan sifat Kasih Allah (Ar Rahman), menebar kasih kepada siapapun tanpa syarat memungkinkan kita hidup berdampingan dengan siapapun dengan penuh kasih, yang memungkinkan kita saling bahu-membahu membangun surga di atas dunia ini secara bersama sma. Kita menciptakan taman – taman firdaus di atas bumi untuk diwariskan ke generasi-generasi berikutnya.

Sebaliknya, jika kita menonjolkan kerahiman kita, menyayangi dengan syarat yang menonjol yang muncul adalah membangun surga bagi kelompok kita dengan menabur kepedihan di atas neraka kerlompok lain. Teror dan berbagai kekerasan yang mmengatas namakan aliran agama tertentu, mungkin berakar dari sini.

Pengejawantahan yang seimbang antara kerahmanan dan kerahiman kita, kasih dan sayang kita, akan menjelmakan hubungan silaturahim yang kokoh dalam satu uhuwah umat seagama, sekaligus akan menciptakan keindahan pelangi kerukunan hubungan penuh kasih diantara umat berbeda agama.


Oleh karena itu, sungguh sebuah ajaran yang sangat indah, jika setiap perbuatan baik yang kita lakukan tidak dengan atas nama arraman dan arrahiim
(bibismillahirahmanirrahiim) adalah terputus (tidak bermakna kebaikannya). Artinya, landasilah semua perbuatan baik kita sebagai cerminan sifat Rahman dan rahim Tuhan, Kasih dan sayang Tuhan jika perbuatan baik kita akan punya makna.

Senin, 09 Februari 2009

A WINNER

U R A WINNER

Habit ke 8 Covey yang dicapai dengan paradigma Insan Utuh, mungkin identik dengan istilah Insan Kamil dalam konsep muslim, seorang manusia sempurna. Seorang manusia yang sempurna dengan kemanusiaannya yang ditakdirkan selain sebagai Abdullah (hamba Allah) juga sebagai Khlafitatul fil ardl, seorang khalifah, penguasa di bumi, sebuah missi Agung untuk menciptakan Rahmat bagi alam semesta, menebar kasih untuk seluruh makhlukNya.

Tidak bisa dipungkiri, bahwa "dari sononya", seorang manusia adalah "UNGGUL", sejak pada tahap paling awal, bahwa manusia tercipta dari benih (spermatozoa) yang unggul yang telah sukses mengalahkan Ratusan Juta spermatozoa lainnya, ratusan juta competitor-kompetitornya. Masya Allah !

Maka apakah setalah lahir, tumbuh dan berkembang akankah anda memfonis diri anda sebagai orang lemah ? dan menjatuhkan pilihan sebagai Pecundang ? Dengan mencari-cari kelamahan anda, dia dan kita yang sebetulnya tidak berfakta ?

Maka nikmat Tuhan Kamu Yang manakah yang kamu dustakan ? demikian pertanyaan Sang Pengasih yang diulang berkali-kali dalam firmanNya pada Q.S. Arrahman

Menjadi Pecundang (a looser) atau Pemenang (a Winner) adalah sebuah pilihan, bukan sebuah suratan tangan, sebuah gambaran yang telah ditentukan. Kita bias melukis sebuah lukisan hidup yang penuh warna atau lukisan hidup yang hitam kelam. Kita sudah dibekali kanvas dan kuas serta beraneka warna untuk melukis hidup kita, diri kitalah yang harus mau kreatif untuk melukis seindah mungkin lukisan hidup kita, kita sendirilah yang menentukan kemenangan dan kekalahan dari pertandingan panjang hidup kita.

Allah tidak mengubah nasib suatu kaum, sehingga kaum itu mau mengubahnya. Inilah ketentuan abadi Allah, itulah Taqdir Allah yang digariskan dalam Kitab SuciNya.

Man Jadda Wajadda !
Siapa ingin, dia akan mendapatkannya.
Insya Allah.