MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Rabu, 26 Desember 2012

SAMBUT 2013 DENGAN CINTA

Suatu saat murid saya yang sekarang menjadi PNS bagian humas di Kemendikbudnas bercerita tentang peristiwa yang menimpanya dan bagaimana dia dapat lepas dari bahaya dengan melakukan tindakan spontan yang kreatif. Sebut saja Ali, dia menceriterakan saat habis gajian dan mau pulang ke Jawa, di Cawang di kompas/dipalak oleh beberapa penjahat. Pada saat genting seperti itu konon dia ingat saat belajar dia ditekankan untuk berfikir dan bertindak kreatif . Dengan spontan dia lakukan bertingkah seperti bencong, dan penjahat justru lari ketakutan ketika celananya (maaf mau dibuka)
Terkait dengan cerita nyata murid saya tersebut, saya berusaha menelusuri lorong waktu. Selama lebih dari 25 tahun menjadi pendidik untuk berbagai mata pelajaran, IPA, Kimia, Biologi, Matematika, bahasa Inggris, bahasa Indonesia, BP/BK, Akidah Akhlak, Pembina Karya ilmiah remaja, Pembina Karya Ilmiah Populer samai menjadi Pelatih Atletik dan Pelatih fisik, saya mencoba mengingat ingat kapan saya member contoh berkreatif menjadi bencong. Dan seingat saya belum pernah dan memang belum pernah. Jadi saya berkesimpulan Ali telah mengambil pelajaran dengan kreatif untuk berfikir dan bertindak kreatif pada saat yang tepat.
Oleh karenanya saya menganggap CINTA (Creative In Thinking and Actuing) perlu ditumbuh kembangkan untuk kita semua. Seperti kemampuan keampuan keterampilan lain, maka keterampilan atau kecapakapan berfikir dan bertindak kreatif selalu dapat ditingkatkan jika melatihnya dengan tepat. Analognya, jika seseorang pemain bola ingin mahir melakukan heading (menyundul bola), maka focus latihan yang perlu adalah banyak-bayak melatih sundulan, bukan berlatih menangkap bola. Jika seorang ingin menjadi pemain bola, ya latihan utamanya adalah teknik-teknik bermain bola, bukan teknik membanting atau menghook lawan.
Dalam masyarakat kita sejauh ini cenderung menbentuk stigma bahwa : anak-anak ada yang cerdas sejak lahir dan ada yang bodoh. Anggapan yang didasarkan pada hasil pengukuran tingkat kecerdasan rata-rata ini bisa menyesatkan, mengurangi rasa percaya diri pada anak didik akan kemampuan berpikirnya. Padahal kemampuan berpikir setiap orang itu bisa senantiasa ditingkatkan menjadi semacam ketrampilan, tidah ubahnya dengan mengendarai mobil. Tidak peduli berapa "IQ" atau kecanggihan rekayasa tehniknya, mobil bisa dikendarai dengan kemampuan mengemudi yang sembrono atau trampil.
Jika ingin trampil "mengemudikan otak" kita, maka ada sejumlah tehnik atau alat berpikir yang dpat dipelajari dan dilatih. Semakin sering kita mempratekkannya, akan kian trampil kita berpikir. Aktivitas ini melibatkan beberapa proses pembelajaran penting seperti pencarian fakta (fact finding), pencarian punca masalah (problem finding), pencarian idea (idea-finding) dan akhirnya penemuan penyelesaian (solution finding) yang kesemuanya merangsang daya kreativitas kita.
Gambar kerucut pembelajaran yang diperkenalkan oleh Bloom dibawah ini menunjukkan bahwa kreatifitas merupakan sebuah hasil dari keterampilan berfikir orde tinggi. Dimana kreatifitas merupakan keterampilan sinthesis dari proses mengabungkan elemen elemen kecil menjadi sebuah benda/sistem baru yang terintegrasi secara baik dan memiliki kompatibilitas antara masing masing elemennya. Terdapat Enam level kemampuan menurut Bloom (Biasa disebut Taksonomi Bloom) berpikir yaitu, 1. kemampuan mengingat; 2. kemampuan mengeja, membaca, dan menghafal; 3. kemampuan mengingat dan menghafal terhadap konteks; 4. kemampuan memvisualisasikan; 5. kemampuan menganalisis; dan 6. kemampuan memecahkan masalah.
Dari penelitian yang dilakukan di Amerika, tercatat beberapa kecakapan yang sangat diminati dan diperlukan oleh perusahaan perusahaan kelas dunia yang masuk dalam ranking TOP 500. Peringkat kecakapan yang paling diminati tersebut adalah (dengan urutan paling diminati paling atas) 1. Teamwork (Kerja Tim) 2. Problem Solving (Pemecahan Masalah) 3. Interpersonal Skills (Kecakapan Antar Pribadi) 4. Oral Communications (Komunikasi Oral) 5. Listening (Mendengarkan) 6. Personal/Career Development (Kepribadian/Pengembangan Karir) 7. Creative Thinking (Berfikir Kreatif) 8. Leadership (Kepemimpinan) 9. Goal Setting (Pembuat target tujuan) 10. Writing (Kecakapan Menulis) 11. Organizational Effectiveness (Efektifitas berorganisasi) 12. Computation (Penghitungan/Komputer) 13. Reading (Kecakapan Membaca) Jika diperhatikan maka dari 13 wilayah kecakapan tersebut, sebagian besar jatuh pada wilayah kecakapan pada sisi otak sebelah kanan. Lantas dimana kemampuan Otak kiri, IQ ?
Perlu dipahami, masalah IQ untuk perusahaan besar termasuk TOP 500 sudah selesai saat administrasi recruitment. Karena mereka menysaratkan IP tinggi bahkan ada yang menyaratkan IPK di atas 3.50. Dan lebih lazim lagi mereka merecruit calon 2 paling briliant dari bidang masing-masih hingga memesan ke kamus-kampus terhebat. Maka data dr TOP 500 harus dimaknai sebagai pekrja yang ber IQ tinggi dengan kecakapan kerja sama,Problem Solver, hub interpersonal dst. Akan menjadi berbahaya dan beresiko jika kita memaknai Peringkat kecakapan yang paling diminati itu dengan makna tunggal : IQ kurang penting di TOP 500 itu. Pemaknaan tunggal ini disamping mengingkari proses recruitmen yang lazim dilakukan perusahaan besar, juga mengingkari berfikir kreatif sendiri dengan pemaknaan yang kreatif dan tidak tunggal , membahayakan karena dapat berdampak penghiarau terhadap program-program parenting, gizi dll yang memang meningkatkan IQ. jika kita terfokus pada IQ tidak penting, maka berbagai pekerjaan, proses produksi yang mensyaratkan IQ yang tinggi tidak akan tercover dengan IQ dibawahnya, mengingkari realitas karena pada realitasnya, untuk bekerja sama, memecahkan masalah, kecakapan antar pribadi dan lain-lain IQ yang dalam kontek Wechsler didefinisikan sebagai kapasitas seseorang untuk mengatasi masalah sehari-hari menggunakan pengetahuan yang dia miliki yang digunakan untuk berfikir kreatif tersebut. Apalagi, ke depan masalah spirit team telah "terystem" melalui design produksi canggih jadi pekerja pekrja tekhnology tinggilah yang diperlukan, katakanlah kita katakan pada bidang marketing/sales, budaya marketing sudah burubah ke arah Online marketing, nah yang berperan manarik custumer bukan lagi para marketer dengan interpersonal tinggi tapi mereka yang mampu mengahsilkan design marketing web yang menarik. Lebih jauh dari itu, meyakini bahwa IQ tidak penting, sama saja yakin bisa memberi intruksi, bekerja sama dan mendapatkan problem solving dari seorang yang ideot. Tragisnya, inilah yg sedang digembar gemborkan. Coba Perhatikan diagram tes WAIS
Hati ahti terhadap statement yang menyatakan IQ kurang perlu dan untuk apa belajar Matematika atau IPA, sebab itu bisa saja merupakan bentuk strategy penjajahan baru. Untuk melihat bahwa dalam menyelesaikan persoalan matematika juga diperlukan jenis pemikiran kerja otak kanan, coba perhatikan soal berikut : Ali melempar bola ke lantai dari ketinggian 2 m, bola memantul hingga ketinggian ¾ ketinggian semula dan seterusnya. Berapa jumlah lintasan bola seluruhnya hingga bola berhenti ? Untuk menyelesaikan persoalan itu diperlukan kerja kedua belah otak. Otak kanan menangkap, otak kiri menyelesaikannya. Artinya, otak kanan dengan berfikir abstrak, mampu menangkap gambaran (abstraksi) dari peristiwa terrsebut , ini perlu daya imajinatif menggambarkan peristiwa bola jatuh, memantul, jatuh, memantul. Abstraksi otak kanan divisualisasi oleh otak kiri menjadi lintasan bola tak terhingga dengan ratio (r = ¾). Otak kiri dengan kemampuan analisis sistematis menyelesaikannya dengan pengetahuan deret tak terhingga. Menulis formulasi, memasikkan angka-angka, baru dihasilkan nilai dari panjang lintasan bola tersebut. Jenis-jenis soal yang jauh lebih menantang tentu akan memberikan banyak variasi keterampilan berfikir, apalagi hal itu diapdukan dengan latihan kepada peserta didik dengan collaborative learning, kelompok, group atau yang lainnya, maka akan terasah pula kecerdasan emosi, social serta berfikir dan bertindak kreatif. Jadi menurut saya, masalahnya bukan belajar apa, tetapi bagaimana belajarnya. Belajar IPA, katakanlah fisika, dapat diberikan makna ke arah kehidupan sosial dan hubungan antar personal. Sebagai siswa yang menerima konsep Gaya tarik antar dua benda saat remaja (SMA, dan kasmaran), saya memaknai Gaya tarik dua benda itu dengan gaya tarik Cinta. Formulasi asalnya adalah Gaya tarik benda berbanding langsung dengan Konstanta dan perkalian masa dua benda dan berbanding terbalik dengan dengan kuadrat jaraknya, jadi semakin besar jarak (jauh) dua benda itu gaya tarik keduanya makin kecil dan sebaliknya. Ini saya maknai dalam gaya tarik cinta dua hati, jika jarak dua hati itu berjauhan, katakanlah luar kota atau bahkan luar negeri, maka gaya tarik cinta keduanya makin kecil. Sehingga mudah selingkuh bahkan berakhir. Dengan bertambahnya umur bertambah pula pemaknaan masalah itu lebih jauh dari , konstanta dalam hubungan personal adalah komitmen diantara kita, dan masa dua hati adalah sejauh mana besarnya kita mecintai, mencintai berarti kata kerja, ditunjukan dengan action-action sebagi orang yang mencintai, komunikasi, care, share, kerinduan, dll.
Sebagai pada kriteria penyelesaian masalah, perlu mendapat perhatian karena adanya korelasi yang kuat antara kriteria ini dengan kriteria berfikir kreatif. Kriteria menyelesaikan masalah lebih banyak merupakan buah pikir dari hasil berfikir kreatif. Ketika industri membutuhkan orang yang mmapu menyelesaikan masalah, maka konteks yang perlu diperhatikan adalah permasalahan tersebut bukan permasalahan klasik atau permasalahan yang sudah ada penyelesaiannya, tetai lebih kepada sebuah permasalahn baru yang belum ada prosedur penangannya sebelumnya.
Penggunaan pemecahan masalah dengan menerapkan berfikir kreatif, akan membuat permasalahan yang ada dapat diselesaikan dengan memberikan sebuah slusi yang mungkn sederhana namun tepat. Satu hal yang perlu disampaikan disini, Wechsler dengan Alat yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak. Apa yang dikembangkan Wechsler ini mengkatagorikan intelegensi (IQ) sebagai kapasitas seseorang untuk mengatasi masalah sehari-hari menggunakan pengetahuan yang dia miliki yang digunakan untuk berfikir kreatif tersebut. Jadi tidak ada alasan bahwa IQ tidak penting. Dalam pengalaman pendidikan maupun dunia kerja, amat sangat sulit menemukan seseorang dengan IQ rendah dapat berfikir kreatif dan melakukan problem solving. Dengan demikian, mensikapi kecakapan yang diminati oleh perusahaan TOP 500 dengan sikap kritis dan antisipatif sehingga kita tidak salah dalam mengembangkan SDM Indonesia ke depan.
Oleh karenanya Pengembangan, berbagai potensi kecerdasan yang saling terintegrasi sangatlah penting, yang pada akhirnya,pembelajar memiliki kemampuan yang holistic sebagai manusia yang sempurna (Insan kamil) dalam batas-batas kemanusiaannya. Dr. Charles Garfield telah mengadakan penelitian ekstensif tentang orang-orang berprestasi puncak, baik dalam olah raga maupun bisnis. Ia terpesona dengan prestasi puncak pekerjaannya dengan program NASA, mengamati para astronot melatih diri di bumi, berulang-ulang dalam ruang simulasi sebelum mereka keluar angkasa. Walaupun ia memiliki gelar doctor dalam matematika, ia memutuskan untuk kuliah kembali dan mendapatkan satu lagi gelar doctor dalam bidang psikologi dan mempelajari karakteristik orang-orang yang berprestasi puncak. Salah satu dari hal utama yang diperlihatkan dari penelitiannya adalah bahwa hamper semua atlet kelas dunia dan orang-orang yang berprestasi lain adalah bahwa mereka suka melakukan visualisasi. Mereka melihatnya, mereka merasakannya, mereka mengalaminya sebelum mereka benar-benar melaksanakannya (Covey, 2002). Pendek kata, mereka benar-benar berlatih untuk mendapatkan hasil optimal, analognyam jika kita menginginkan berbagai keterampilan berfikir, berbagai kecakapan berfikir dan bertindak, cara terbaik adalah banyak melakukan latihan-latihan kecapakan berfikir yang kita kehendaki. Melatih seluruh bagian otak kita, agar seluruh potensi bagian otak berkembang sebagaimana mestinya.
Para pakar ilmu syaraf(neuroscience) Richard Haier dari Universitas California dan Irvineserta Rex Jung dari Universitas New Mexico, Amerika Serikat, menemukan bahwa inteligensi atau kecerdasan yang sering dinyatakan dalam ukuran IQ tidak terpusat pada satu bagian tertentu dari otak, melainkan merupakan hasil interaksi antar beberapa bagian dari otak. Makin bagus kinerja antar bagian- bagian otak itu, makin tinggi tingkat kecerdasan seseorang (teori parieto-frontal integration). Di sisi lain, pusat emosi terletak di bagian lain dari otak yang dinamakan amygdala, tak ada hubungannya dengan midbrain. Sementara itu aspek kepribadian lain seperti minat dan motivasi lebih merupakan aspek sosial (bukan neurologis) dari jiwa, yang lebih gampang diamati melalui perilaku seseorang ketimbang dicari pusatnya di otak.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang CINTA, silakan mengikuti pelatihan The holistic Leadership Center.

Tidak ada komentar: