MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Selasa, 01 Januari 2013

PEMAKNAAN TUNGGAL YANG MENABUR KESALAHAN FATAL

Jika anda yakin IQ tidak penting dalam meraih Kesuksesan karier, kerja dll, sama halnya anda yakin dapat bekerja sama, memberikan instruksi dan meminta problem solving kepada orang ideot (Darwono Tuan Guru)
Pemaknaan tunggal data dari World TOP 500 telah menabur kesalahan fatal seakan-akan IQ tidak penting dalam mencapai kesuksesan karier, kerja dll. Padahal keberhasilan seorang pekerja dapat diterima di perusahaan-perusahaan TOP 500, dan juga di perusahaan perusahaan besar lainnya, yang termasuk menjadi syarat utamanya adalah tingginya prestasi akademik (IPK), bahkan sebagaimana kita bisa amati, sudajh lazim perusahaan-perusahaan ternama memesan merekrut lulusan-lulusan terbaik dari kampus-kampus terbaik. Katakanlah perusahaan dalam negheri se level Pertamina, mereka buja Job fair di ITB, di USA, Microsoet dll membuka Job fair di MIT (Masacute Institute of Technology)
Berikut apa yang diungkapkan terkait dengan TOP 500 , "Dari penelitian yang dilakukan di Amerika, tercatat beberapa kecakapan yang sangat diminati dan diperlukan oleh perusahaan perusahaan kelas dunia yang masuk dalam ranking TOP 500. Peringkat kecakapan yang paling diminati tersebut adalah (dengan urutan paling diminati paling atas) 1. Teamwork (Kerja Tim) 2. Problem Solving (Pemecahan Masalah) 3. Interpersonal Skills (Kecakapan Antar Pribadi) 4. Oral Communications (Komunikasi Oral) 5. Listening (Mendengarkan) 6. Personal/Career Development (Kepribadian/Pengembangan Karir) 7. Creative Thinking (Berfikir Kreatif) 8. Leadership (Kepemimpinan) 9. Goal Setting (Pembuat target tujuan) 10. Writing (Kecakapan Menulis) 11. Organizational Effectiveness (Efektifitas berorganisasi) 12. Computation (Penghitungan/Komputer) 13. Reading (Kecakapan Membaca)"
Data tersebut telah dimaknai secara tunggal seakan IQ kurang mendapat tempat di TOP 500. Sehingga sejak itu demam pengembangan kecerdasan non IQ terjadi, terutamanya terkait dengan EQ dan SQ yang sering digabung menjadi ESQ. Maka adaopsi dan copy paste konsep ESQ baik dari Eicman, Anderson, atau penulis lain terjadi besar-besara. Copy paste yang disertai penempelan label pun terjadi. ESQ yang semula netral dan bebas nilai dalam artian tidak terkait dengan agama tertentu, dilabeli dengan ayat-ayat kitab suci atau dalil-dalil naqli.
Entah bagaimana evaluasinya, sampai-sampai Kemendikbudnas sebagai otoritas pendidikan di Tanah Air, tidak yakin dengan kurikulum yang disusunnya dapat membentuk manusia indonesia seutuhnya, manusia Indonesia yang memiliki kecerdasan Utuh (Multiple dan terintegrasi) dari semua jenis kecerdasan sehingga, konon Kemendikbudnas perlu menambahkan sebagain kecerdasan lain dari "lembaga Training Swasta".
Para pakar ilmu syaraf (neuroscience) Richard Haier dari Universitas California dan Irvineserta Rex Jung dari Universitas New Mexico, Amerika Serikat, menemukan bahwa inteligensi atau kecerdasan yang sering dinyatakan dalam ukuran IQ tidak terpusat pada satu bagian tertentu dari otak, melainkan merupakan hasil interaksi antar beberapa bagian dari otak. Makin bagus kinerja antar bagian- bagian otak itu, makin tinggi tingkat kecerdasan seseorang (teori parieto-frontal integration). Di sisi lain, pusat emosi terletak di bagian lain dari otak yang dinamakan amygdala, tak ada hubungannya dengan midbrain.
Terkait penemuan ahli neuroscience tersebut, sejauh pengalaman saya menjadi pendidik baik sebagai guru trainer maupun motivator, Kurikulum apapun, jika diberi pemaknaan-pemaknaan integratif dalam setiap pembelajaran, maka tumbuh kecerdasan hoilstiknya (Integral) untuk menjadikan peserta didik sebagai manusia Indonesia seutuhnya, yakni manusia dengan kecerdasan yang utuh. Saya sangat yakin, pendidikan mampu menumbuhkan semua kecerdasan tidak hanya IQ dan ESQ tetapi semua jenis kecerdasan (FQ, MQ, PQ, HQ, dll) jika dilakukan dengan penuh pemaknaan.
Belajar IPA, katakanlah fisika, dapat diberikan makna ke arah kehidupan sosial dan hubungan antar personal. Sebagai siswa yang menerima konsep Gaya tarik antar dua benda saat remaja (SMA, dan kasmaran), saya memaknai Gaya tarik dua benda itu dengan gaya tarik Cinta. Formulasi asalnya adalah Gaya tarik benda berbanding langsung dengan Konstanta dan perkalian masa dua benda dan berbanding terbalik dengan dengan kuadrat jaraknya, jadi semakin besar jarak (jauh) dua benda itu gaya tarik keduanya makin kecil dan sebaliknya. Ini saya maknai dalam gaya tarik cinta dua hati, jika jarak dua hati itu berjauhan, katakanlah luar kota atau bahkan luar negeri, maka gaya tarik cinta keduanya makin kecil. Sehingga mudah selingkuh bahkan berakhir. Dengan bertambahnya umur bertambah pula pemaknaan masalah itu lebih jauh dari , konstanta dalam hubungan personal adalah komitmen diantara kita, dan masa dua hati adalah sejauh mana besarnya kita mecintai, mencintai berarti kata kerja, ditunjukan dengan action-action sebagi orang yang mencintai, komunikasi, care, share, kerinduan, dll.
Dalam belajar ilmi kimia, Unsur logam diciptakan Allah sebagai makhluq yang kuat, mengkilat dan aghniya degan kelebihan elektron dikulit terluar. Untuk mencapai kestabilannya ia memberikan kpd atom yang membutuhkan sehingga tercipta ikatan elektrovalen. Dalam hidup semestinya mereka yg aghniya memberikan kelebihan hartanya kepada yang membutuhkan sehingga tercapai ikatan sosial dan kestabilan bermasyarakat.
Dari kasus ikatan kimia terkait dengan ikatan sosial (IQ dan EQ) pemaknaan selanjutnya dapat diarahkan ke arah SQ, spiritual ketika kita membahas sifat-sita yang berubah sacara teratur (mengikuti sunatullah, hukum Allah). Natrium yang mudah meledak (eksplosif) dan pahit, hanya bisa mengikat satu atom Clor (oksidatif) membentuk senyawa NaCl (garam dapur) yang justru menjadi sesuatu yang bermanfaat dan membuat masakan sedap. Dan semua ikatan NaCl manapun akan tunduk dan patuh dengan sunatullah, inilah yang disebut sebagai alam raya itu "berislam" tundak danm patuh terhadap aturan ilahi. Untuk reflektif, kita bisa berikan pertanyaan bagaimana dengan kita, sudahkan mengikuti aturan-aturan yang diberikan oleh Allah kepada kita ?
Kita kadang lupa, bahwa melalui pendidikan, pribadi-pribadi bisa tumbuh kecerdasan holistiknya melalui kajian-kajian kontensnya. Marga T, seorang dokter begitu memiliki kepekaan sosial melalui novel-novel, Taufiq Ismail, seorang dokter Hewan begitu religius dalam syair dan puisi puisinya. Asrul Sani, seorang dokter hewan, tetapi juga memilik imajinasi luar biasa jika kita baja skenario skenario dramanya. Di dunia internasional, mereka-mereka yang "dianggap" belajar di "fakultas Otak Kiri" justru banyak menjadi pemikir-pemikir filosif, banyak ahli-ahli fisika melahirkan pemikiran-pemikiran kemanusiaan.
Adanya pemaknaan tunggal yang berakibat pada kesalahan fatal dalam melihat makna pendidikan, maka subur "sekulerisme" pendidikan, pendidikan dikotakkan sebagai "fakultas otak Kiri", sementara itu berbagai kecakapan "otak Kanan" dicarikan dari sumber lain. lebih tragis lagi, jika paradigma yang melandasi berbagai kebijakan pendidikan adalah pergeseran dari "manusia seutuhnya" menjadi sekedar manusia yang mampu, manusia yang berkompeten. Dan semakin mengenaskan jika pendidikan juga tidak berbasis dari kekuatan potensi negeri ini yang harus dikuasai anak-anak bangsanya, potensi sebagai "Mega biodeversity Country" kurang mendapatkan pertimbangan yang cukup sebagai modal kompetisi global ironisnya, lebih menekankan pada bagaimana mempersiapkan tenaga buruh internasional.
Gunakanlah CINTA (creative In Thinking And Acktuing) dalam melihat fakta yang ada sehingga tidak memungkinkan benih tunggal pemaknaan yang keliru menabur ke lahan-lahan subur yang menumbuhkan kesalahan fatal berjibun. Prinsip melangkah dengan modal dasar yang ada memungkinkan kita bisa cepet bergerak menuju tujuan yang kita impikan, demikian juga pendidikan, untuk dapat bermakna bagi kejayaan banmgsa ke depan, sudah selayaknya diarahkan pada bagaimana outcome pendidikan memiliki kompetensi mengolah seluruh potensi ibu pertiwi. Sebagai negeri Megabiodiversity, sudah selayaknya pendidikan diarahkan ke sana sehingg outcome mampu menjadi tuan di negeri sendiri, bukan sebaliknya menjadi budak di luar negeri. Saya yakin kita bisa !

Tidak ada komentar: