MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Minggu, 01 Maret 2015

GURU SENIOR, GURU BESAR ?

Banyak masalah guru mencuat mewarnai dinamika upaya membayar hutang kemerdekaan mencerdaskan kehidupan kehidupan bangsa. Dari maslah kurikulum, kesejahteraan guru, Ujian Nasional, Seleksi SMPTN hingga masalah UPS (Uninterupted Power Suply) akhir-akhir ini. Upaya mensejahterakan guru dengan memberikan tunjangan Guru melalui sertifikasi, tidak kalah membingungkannya dengan pergantian model dari PLPG menjadi PPJB. Meski dengan iming-iming melalui PPJB seorang guru akan mendapatkan pengakuan gelar Gr (Guru), tetapi pergantian itu dirasa tidak adil mengingat guru yang saat ini akan menjali sertifikasi adalah mereka yang telah antri karena kuota yang digariskan pemerintah. Padahal banyak diantara mereka yang seharusnya diprioritaskan pada program sertifikasi terdahulu. Oleh karena itu perlu dilakukan langkah bijak sebagai jalan keluarnya, dan menurut hemat kami dapat dilakukan melalui menskoran masa kerja dan karyanya.
Pada Pendidikan untuk orang dewasa (PUD) salah satu asumsi dasarnya adalah bahawa peserta telah memiliki pengalaman belajar. Pendidikan Profesi Guru dalam jabatan , PPJB, sebagai salah satu jenis PUD dalam keprofesian guru, sudah sewajarnya mempertimbangkan pengalaman belajar (dalam hal ini adalah pengalaman mendidik) pesertanya.
Kita tentu sepakat, tidak mungkin mereka yang baru 4 tahun mengajar misalnya, memiliki pengalaman mendidik yang setara dengan guru mereka yang suda puluhan tahun mendidik, atau bahkan mungkin menjadi guru pamong bagi para yunior saat PKLnya. Oleh karena itu, menurut hemat kami jika Tidak ada klasifikasi PPJB yang akan segera bergulir berdasar Masa Kerja Guru Peserta selain mengingkari prinsip-prinsip Andragogik, juga berarti tidak menghargai pengalaman kerja dan jasa mendidik bertahun-tahun para guru.
Dilihat terminologinya, Pendidikan dalam Jabatan idealnya berbeda dengan pendidikan atau pelatihan guru tipe dalam kontek lain. Kita melihat Dalam pendidikan jabatan tentu sangat terkait dengan pelaksanaan tugas pokok suatu profesi dalam hal ini adalah pelaksanaan tugas sebagai guru demgam segala hak dan tanggung jawabnya.
Semua yang dilakukan guru selama ini dapat diambil pembobotannya sehingga Pelaksanaan tugas dapat dikonversikan menjadi SKS. Konversi ini dapat bermakna tugas yang telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk memenuhi SKS. Tugas yang telah dikerjakan berarti apa yang telah dilakukan (porto folio) guru sebelum pelaksanaan PPJB (katakanlah sampai minus satu tahun sebelumnya), Tugas yang sedang bermakna tugas yang dilakukan pada tahun berjalan, sedang tugas yang akan dilakukan adalah tugua-tugas yang dipergunakan untuk memenuhi SKS yang diperlukan untuh mem,enuhi kriteria Lulus PPJB. Dengan kontek demikian maka bagi guru senior, tentu telah menempuh ” SKS” banyaknya berbeda dengan mereka yang masih yunior. Apalagi jika masalah yang harus ditempuh sama persis dengan apa yang selam ini guru-guru lakukan dan terima dari berbagai pelatihan. Makin banyak jumlah tahun yang ditempuh dalam menjalankan tugas mendidik, makin banyak pula “SKS” yang telah dipenuhi.
Konsekuensi dari pendekatan demikian, maka akan terjadi katagori-katagori guru dengan spesifikasi-spesifikasi dan akumulasi kemampuan profesi yang berbeda-beda (seumpama SKS, jumlah SKS “terselesaikan” berbeda-beda, oleh karena dibutuhkan klas-klas yang berbeda-beda dalam PPJB nya.
Menggebyah uyah, Program PPJB dalam satu klasifikasi atau pengelompokan klas hanya berdasar hasil UKG, menurut hemat kami kurang bijaksana. Sebab uji kompetensi guru yang tertkonsentrasi pada ranah teoritik (kognisi) S1 tentu saja akan sangat menguntungkan mereka yang masih “fresh”, sedang mereka yang senior tentu saja sudah lama fokus berkutat pada materi-materi yang harus disampaikan kepada peserta didik (bagi guru SMA tentu saja materi SMA, Guru SMP berfokus pada materi SMP demikian juga guru SD). Oleh karena itu, apa yang terjadi selama ini bahwa guru-guru senior (yang sudah tua) banyak yang kuran di UKG itu bisa dipahami.
Jika penyelenggara PPJB kurang memahami hal ini maka Guru-Guru Senior mengalami nasib “sudah jatuh tertimpa tangga”, sudah bersabar dalam waktu yang jauh lebih lama dalam pengabdiaan harus menanggung vonis kurang menguntungkan. Sebab setelah mereka lama mengabdi dalam kesederhanaan, ketika mereka punya kesempatan mendapat peningkatan kesejahteraan, guru-guru senior ini harus bersaing dengan mereka yang masih fresh.
Penghargaan pemerintah bagi guru-guru yang telah mengabdikan dirinya untuk membayar hutang kemerdekaan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dapat diwujudkan dengan apresiasi atas apa yang telah guru-guru senior lakukan sehingga sisa waktu pengabdiannya dapat dijalankan dengan beban kesejahteraan yang lebih ringan, tidak sepertti saat ini terjadi penzaliman terhadap guru-guru senior karena kurang dihargai apa yang telah mereka lakukan.
Sebuah usulan barangkali ada baikya Kemendikbud perlu memberikan Penghormatan terhadap guru guru yang telah puluhan tahun mengabdi. Bentuk penghormatan itu dapat diwujudkan dalam bentuk konversi SKS program PPJB dari portofolio para guru itu. Dengan demikian guru senior mendapat keringanan SKS PPJB. Analognya, jika di dunia kampus ada Doktor Honoris Causa, di kalangan guru ada Guru Honoris Causa (Gr HC) bahkan jika di perguruan tinggi ada Nomenklatur Profesor maka di sekolah perlu diberikan penghormatan bagi guru senior sebagai Guru Besar, makin banyak Guru besar di suatu sekolah, maka sekolah semakin bergengsi hal ini akan semakin menghormati para guru yang telah lama mengabdi. Tidak seperti sekarang, terutamanya di sekolah swasta, Guru senior disudutkan dengan mengkambing hitamkan produktifitasnya.

Tidak ada komentar: