MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Rabu, 09 September 2015

MAHATMA GANDHI, JOKOWI DAN AHIMSA

Hampir satu tahun Presiden Republik Indonesia Ir. H Joko Widodo (Jokowi) telah melakukan tugas sebagai orang nomor satu di Indonesia dengan berbagai romantikanya. Jokowi "naik tahta" kepresidenan dalam kondisi Indonesia yang sangat memprihatinkan ditambah lingkungan dunia yang juga kurang menguntungkan, dengan singkat kata, Jokowi memimpin Indonesia dalam kondisi memprihatinkan luar dalam (dalam negeri dan luar negeri).
Menghadapi suasana kurang menguntungkan itu, kita teringat apa yang pernah dikatakan Gandhi yang dikutip oleh Steven R Covey dalam buku best sellernya " 7 Habits of Highly Effective People". Covey menulis : " Mereka tidak dapat merenggut harga diri kita jika kita tidak memberikannya kepada mereka." Izin yang kita berikan secara rela, persetujuan kita atas apa yang terjadi pada diri kita inilah yang menyakiti kita jauh lebih besar dari pada apa yang sebenarnya terjadi terhadap diri kita.
Dalam kisah gandi kita dapat melihat, sementara para penuduhnya berada dalam ruang legislatif sambil mencelanya karena ia tidak mau bergabung pada pada retorika Lingkaran kepedulian yang mengutuk Kerajaan Inggris karena penjajahan mereka atas orang India, Gandhi berada di sawah-sawah, dengan diam, perlahan, tidak kentara meluaskan Lingkaran Pengaruhnya dengan para pekerja ladang. Sebuah landasan yang penuh dengan dukungan kepercayaan, dan keyakinan mengikutinya ke seluruh penjuru negeri. Walaupun ia tidak mempunyai kantor atau jabatan politis, melalui rasa iba, keberanian, puasa, dan persuasi moral ia akhirnya menaklukan Ingris, menghancurkan dominasi politis dari tiga ratus juta orang dengan kekuatan Lingkaran Pengaruhnya yang sangat luas.
Dalam suasana yang kurang menguntungkan, Indonesia yang secara teoritik telah sampai pada taraf bangkrut dimana hutangnya sudah melebihi APBN nya, Jokowi harus menghadapi kenyataan dimana ada upaya menghambat usaha-usaha untuk mewujudkan Indonesia hebat. Melalui ruang legislatif, anggota-anggota parleman siap menghadang dan mementahkan rencana-rencananya. Sementara barisan sakit hati terus mengobarkan kebencian, pembunuhan karakter dan mengupayakan tumbuhnya perpecahan dan ketidak percayaan masyarakat kepada presiden yang telah menang secara syah melalui proses demokrasi yang aturan mainnya telah disetujui bersama. Tidak hanya itu, mahasiswa, kaum buruh dan berbagai elemen masyarakat lain terus dimobilisasi untuk demonstrasi-demonstrasi besar yang tujuannya adalah mengoyang dan menurunkan Jokowi.
Namun kita semua menjadi saksi, Jokowi menghadapi berbagai rongrongan dari banyak pihak tersebut dengan cara-cara yang mengutamakan budaya bangsa, musyawarah. Jokowi senantiasa tampil sebagai Bapak dalam menghadapi berbagai silang sengketa sesama anak-anak bangsa. Berbagai pihak diajaknya bicara, para tokoh masyarakat, agama, maupun partai politik didekati untuk bicara dari hati ke hati. Perwakilan mahasiswa, buruh dan elemen masyarakat lain diajaknya bicara untuk bersama-sama memahami apa yang terjadi.
Jokowi tidak menggunakan retorika-retorika dalam menghadapai berbagai kritik atas pemerintahannya. Jokowi langsung menangani, memotivasi, menginspirasi masyarakat dengan blusukan mendatangi para pejuang Indonesia itu di ladang, di kandang, di swah, di hutan, di pabrik, bahkan di pelosok-pelosok yang sulit di jangkau. Jokowi melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Gandhi dalam menghadapi masalah bangsa. Pendek kata "lingkungan keras" yang menghadang Jokowi, dihadapi oleh presiden pilihan rakyat ini dengan kerja nyata dan pendekatan hati, tanpa pendekatan kekerasan. Jokowi melakukan Ahimsa sebagaimana Gandhi melakukannya untuk kemerdekaan bangsanya.
Semoga dengan semakin luas Lingkaran pengaruh Jokowi, rakyat yang semakin percaya, dukungan yang semakin luas dan persatuan bangsa yang solid, maka Indonesia Hebat semakin dekat. Semoga Jokowi tetap istiqomah dengan ahimsanya dan menjadi Gandhi bagi dunia. Semoga.

Tidak ada komentar: