MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Rabu, 01 Desember 2010

HAPPY ISLAMIC NEW YEAR 1432 HIJRIY



Diantara Stimulus dan respons terdapat ruang untuk memilih. Ruang untuk memilih inilah Anugerah terbesar bagi manusia dibanding mahluk lain. Dan anugerah terbesar ini akan menjadi sebuah keagungan jika pilihan-pilihan kita terbimbing oleh kekuatan yang disebut Hidayah. Pilihan-pilihan yang terbimbing hidayah ini akan menghasilkan kemuliaan.

Pilihan yang tak terbimbing oleh hidayah membuat kerugian bagi diri sendiri, Inilah yang terjadi pada Putra nabiyullah Nuh A.S. Dan piliham yang terbimbing hidayah, dari mereka yang rendah hati, telah menyelamatkan mereka di Perahu Nabi Nuh yang pada akhirnya mendarat di Puncak Juddi, Puncak Kebaruan. Kita memperinagti... Hari Hidup di Puncak Kebaruan I Muharram ini. Happy New Life !
(Darwono Tuan Guru)



Pendahuluan

30 November 2010, merupakan puncak perayaan 11 tahun The Habibie Center. Puncak acara ini dilangsungkan di Grand Sahid Hotel Jakarta, diisi berbagai kegiatan antara lain, Dialog, Penganugerahan Habibie Award hingga peluncuran buku Habibie - Ainun dan peluncuran Indek Kinerja Bangsa yang dipresentasikan oleh Dr. Ahmad Watik Pratiknya.

Melalui tema besar : Demokratisasi Tak Boleh Berhenti, berbagai acara tersebut berlangsung lancar, aman, kritis, demokratis, egaliter, menggairahkan, logis dan juga menyentuh hati. Pendek kata, acara yang berlangsung dari pukul 8 pagi dan berahir pada pukul 22 malam, merupakan cagara yang menggaungkan Gema demokratisasi hingga Gema hati anak-anak bangsa yang tumplek blek dari berbagai kalangan: Intelektual, budayawan, rohaniawan, LSM dan birokrat dan teknokrat. Penulis beruntung dapat mengikuti semua acara ditengah samudra "para elite' nasional di bidang masing-masing.

Dialog Perdamaian

Dengan tema "Merajut Perdamaian Di Tengah Komunitas yang Terpecah, Mungkinkah konflik dapat dicegah ?" dialog menampilkan Fazli Jalal dari kalangan Pendidikan (utusan kantor Mendiknas), Ade Armando (Ahli Media), dan Imam Prasojo (Sosiolog), sementara itu tampil sebagai penanggap adalah Proh BJ Habibie, Wakil Korban Konflik dan Penulis Sendiri.

Fazli Djalal menyampaikan pesan-pesan ideal bagi demokratisasi, inklusivisme dan egalitarian dalam system pendidikan berdasarkan undang-undang pendidikan. Sementara itu Ade Armando menyoroti bagaimana peran Media yang justru kurang mendukung tercapainya penyelesaian konflik. Sedang Imam Prasojo menekankan pada pembangunan partisipatif untuk dapat menciptakan masyarakat yang kondusif bagi perdamaian.

Dalam termin diskusi, Prof BJ Habibie menyampaikan dan menekankan perlunya pembudayaan sikap-sikap demokratis dan menghargai perbedaan. Sementara itu, penulis menyampaikan realitas ironisme dunia pendidikan kita. Meski secara ideal berdasar UU sistem pendidikan kita mengarah pada demokratisasi, inklusivisme dan egalitarian, namun dalam prakteknya, dunia pendidikan kita justru menarik kita ke arak eklusivisme, elitisme, dan pengkotak-kotakan kelas melalui katagorisasi sekolah-sekolah dan sejenisnya, yang hanya menguntungkan bagi puncak kerucut tertentu damun dapat membahayakan bangunan kerucut secara keseluruhan.

Impian kelas-kelas sekolah menjadi miniatur indonesia, dimana anak-anak bangsa dari berbagai golongan dapat berkumpul, belajar bersama, berproses saling membantu dan memahami, yang akhirnya dapat bersama-sama mewujudkan Indonesia Jaya, dicabik-cabik oleh praktek-praktek pengkotak-kotakan sekolah pinggiran, reguler, RSKM, RSBI, SBI, unggulan dan unggulan, sekolah elit, sekolah miskin, dan sekolah duafa. Ironisnya, justru sekolah-sekolah yang berisi anak-anak orang kaya mendapatkan alokasi dana yang luar biasa, sementara sekolah-sekolah pinggiran, sekolah-=sekolah duafa, dengan perhatian seadanya, dipaksa harus memenuhi standar-standar yang diminta.

Jika hal ini dibiarkan saja, dalam jangka panjang, dimana perbedaan-perbedan klas semakin tinggi dalam masyarakat, maka akan tercipta klas-klas sosial yang bisa saja dengan alasan tertentu menjelma menjadi pertentangan klas, konflik antar klas yang menembah jenis konflik yang saat ini ada, yakni konflik antar kultur dan konflik antar etnik. Artinya, penddidikan yang seharusnya menjadi tempat tumbuhnya inklusivisme, keberasamaan berbangsa, berubah menjadi Konstributor bagi terciptanya konflik klas.

Semestinya, pendidikan juga menjadi proses pembudayaan hidup saling berdampingan, menghargai perbedaan, saling terbuka, inclusive dan egaliter sehingga konflik-konflik dapat diseleseikan dengan dialogis dan demokratis. Sayangnya Fazli Djalal sudsah meninggalkan forum saat penulis menyampaikan tanggapan. Namun demikian Pendapat penulis mendapat dukungan dari ahli media Ade Armando.

Habibie Arawd



Untuk tahun 2010, ada 2 penerima Habibie Award dari dua bidang, dan 2 orang penerima penghargaan khusus akan perannya dlam Harmoni kehidupan beragama. Penerima pertama adalah Dr. Eng Eniya Listiani Dewi dari Bidang Ilmu rekayasa, Prof. Dr. Adrian Bernard Lapian dari bidang ilmu kebudayaan dan Sebagai Penerima Habibie Award khusus dalam aspek harmonisasi kehidupan beragama adalah Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif dan Prof Dr. Franz Magnis Suseno dua tokoh rohaniawan dari Islam dan Katholik.

Dalam presentasinya, Eniya menjelaskan tentang penemuannya katalis membran yang dinamakan "ThamriOn", membran yang dapat mengkatalisa bahan bakar gas hidrogen untuk berekasi dengan oksigen sehingga menghasilkan energy (bahan Bakar), dengan limbahnya adalah air, yang ramah lingkungan. Menanggapi penemuan ini, Habibie memberikan pertanyaan-pertanyaan kritis yang berkaitan dengan bentuk penyimpanan (fasa fisik) yang aman, ringan sehingga dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar yang lebih luas.



Penerima Awards lainnya, Adrian Bernard Lapian, menyampaikan pidato ilmiahnya berjudul Mendekati sejarah Nusantara dari laut. Menurutnya. segi maritim dari perjuangan bangsa memang kurang diperhatikan. Misalnya, sewaktu Perang Diponegoro kehadiran perahu Padewakang di pantai selatan mencurigakan Belanda. Rupanya ada suplai untuk para pejuang yang masuk lewat samudra yang dikenal ganas. Ekspedisi khusus sampai ke Kepulauan Kokos (Keeling) diadakan untuk menemukan jalur suplai yang diperkirakan membuat Pangeran Diponegoro masih bertahan Akan tetapi tidak berhasil.


Study tentang jalur pelayaran niaga tidak hanya penting bagi sejarah ekonomi, tapi bisa mengungkapkan berbagai macam data tentang segi kehidupan lainnya. Seperti sejarah penyebaran agama, perpindaha penduduk, persentuhan kebudayaan dsb. Rijali, pendekar Hitu (ASmbon) dalam perjuangan melawan VOC pada abad ke 17, sempat lolos dan mengungsi ke makasar dari pengejaran pasukan Belanda, dan di kota ini ia dapat menulis Hikayat Tanah Hitu.

Ahmad Syafii Maarif, menyampaikan pidato ilmiahnya berjudul Tuhan, kebebasan Manusia, dan Keamanan Ontologis (Dalam Perspektif Seorang Muslim). Pada ahir pidatonya Syafii menyampaikan ; Memang tidak salah jika para agamawan tekun menyampaikan pesan langit untuk kepentingan bumi dengan menawarkan berbagai janji untuk kebahagiaan hidup di seberang sana. Tetapi tengoklah keadaan kemanusiaan yang compang camping dan keadaan bangsa ini yang masih belum putus dirundung malang.


Muhammad Iqbal dalam javed Namah memberikan kritik yang tidak kurang tajamnya kepada perilaku pemimpin agama yang memicu keonaran dalam masyarakat. " Agama si Mulla sedang menimbulkan kekacauan atas nama Tuhan." Kritik-kritik serupa ini perlu dimunculkan agar tokoh-tokoh agama bangkit secara sadar dari kelalaiannya untuk turut mengontrol kekuatan-kekuatan sejarah, sesuatu yang sudah lama kurang menjadi perhatiannya, karena sibuk dengan urusan urusan lain yang tidak strategis untuk kebaikan dan perdamaian abadi.

Sementara itu, Franz Magnis Suseno, penerima Award Habibie hkhusus dalam Harmoni Kehidupan Beragama dari rohaniawan Katholik menyampaikan tentang ketaatan. Franz menyatakan : Taat yang sebenarnya berarti bahwa, selain taat terhadap apa yang ditentukan Tuhan - bagaimana kita bisa tidak ? - kita harus juga taat pada manusia dalam pelbagai tatanan masyarakat. Tetapi kewajiban untuk taat pada manusia tidak pernah bersifat mutlak, tidak pernah tanpa reserve, tidak pernah tanpa memperhatikan hati nurani. Betul, kita harus taat pada orang tua, pada atasan, pada hukum, pada negara, pada pemimpin agama dalam wilayah wewenangnya, tetapi ketaatan terhadap manusia tak pernah boleh tanpa resrve. Kriteria adalah hati nurani. Satu-satunya yang mutlak adalah : tidak melawan hati nurani.



Pada akhir pidatonya Farnz menyampaikan : Perkenankan saya menunjuk pada A Common Word, suatu surat yang tiga tahun yang lalu disampaikan oleh 138 tokoh intelektual Muslim dari seluruh dunia kepada para pimpinan dunia Kristiani. Di dalamnya mereka merentangkan tangan persahabatan kepada para pemimpin Kristiani itu. Mereka mengajak para pemimpin Kristiani untuk bersama-sama mewujudkan perdamaian di dunia dalam keyakinan bahwa Apabila kamu Muslimin dan Kaum Kristiani, 55 % umat manusia, dapat bersinergi, itu akan merupakan sumbangan luar biasa terhadap perdamaian dunia.

Buku Habibie dan Ainun : Gema Hati Habibie Memahami Perbedaan Dimensi



Meski pelncuran buku "Habibie & Ainun" baru dilaksanakan pada pukul 20.00, namun sejak pukul 17.00 peminat sudah hadir, dan tepat pukul 18.00 sudah antri untuk registrasi peluncuran yang dilaksanakan di Puri Agung Hotel Grand Sahid. Paniti, melalui Dr. Watik Pratiknya, dengan tulus meminta maaf, karena diluar dugaan panitia, peserta peluncuran sampai harus meluber keluar gedung dengan kapasitas maksimal tersebut. Meski harus berdesakan berdiri, peserta tidak beringsut hingga Talk Show peluncuran yang dipandu oleh nahwa Shihab berakhir.

Talk show mengahdirkan Komaruddin Hidayat yang mengkomparasikan buku Habibie-Ainun dengan Romantika gaya Bollywood (India) dan Rasional, heroik, gaya Hollywood (Amerika). Melalui pendekatan sufis, Komaruddin mengungkapkan keunggulan-keunggulan buku Habibie- Ainun.

Pembicara lain, Neno Warisman, mengungkapkan bahwa apa yang terjadi pada Habibie dan Ainun, menggugurkan 3 landasar yang melandasi penilaiannya terhadap seseorang, diantaranya adalah kerelaan mendahulukan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi, meski secara pribadi itu sangat menguntungkan. Pemilihan Habibie pulang dan mengabdi di Indonesia dengan imbalan yang jauh lebih kecil dibanding jika Habibie memilih bekerja di Boeing menunjukan bahwa beliau adalah Pemimpin. Jiwa pemimpin ini adalah buah dari bimbingan seorang Ibu : R.A. Tuty Marini Puspowardojo.

Pengantar peluncuran buku ini disampaikan oleh Dr. Ahmad Watik Pratiknya. Dalam salah satu bagian Pengantarnya, Watik menyampaikan :

" Walaupun ke dua kisah menggambarkan betapa besarnya "kekuatan cinta" (the power of love), namun " Romeo dan Juliet" menggambarkan "kekandasan" cinta dari dua remaja akibat kedua orang tua mereka saling bermiusuhan, sementara "Habibie & Ainun" lebih menggambarkan "keberhasilan" cinta yang terjalin dan berkembang sampai 48 tahun 10 hari fdari sepasang intelektual muda hingga lanjut usia, menjadi eyang dari 6 cucu."

Perbedaan lain, lenjut Watik, adalah "Romeo & Juliet" ditulis sebagai karya sastra tinggi oleh orang lain (William Ahakespeare) berdasar dongeng yang berkembang di Italia (yang kemudian dipentaskan dalam bentuik drama, opera, film dan musikal), sementara "Habibie & Ainun" ditul;is oleh "romeo" nya sendiri, berdasar kisah nyata yang dialaminya bersama pasangan hidupnya, Ainun. Shakespeare menulis penuh dengan suguhan estetis dan artistik, sementara Habibie menulis dengan penuh gejolak rasa dan air mata.

Najwa sendiri mengungkapkan, bahwa Kisah Cinta Habibie & Ainun" telah merubah cara anak muda dalam "menembak" pasangannya, dari "maukah kamu jadi Romeoku", menjadi "Maukah kamu menjadi Habibieku ?> atau "Maukah kamu jadi Ainunku ?"

Wow !

Tidak ada komentar: