MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Minggu, 05 Februari 2012

MENJADIKAN RASUL SEBAGAI USWAH LESDERSHIP


Di tengah galau nasional, dimana terjadi proses reduksi kepercayaan (trust) terhadap kepemimpinan nasional, kita disadarkan dengan adanya moment maulid Nabi Muhammad SAW. Melalui moment kelahiran manusia pilihan yang telah memberikan keteladanan di seluruh bidang kehidupan dengan prestasi nyata ini kita diingatkan kembali bahwa "ada Uswah Hasanah" riil dari Pemimpin Umat manusia yang telah membuat revolusi besar mengubah dunia gelap menjadi dunia penuh cahaya. Dari dunia biadab menjadi dunia yang penuh budaya dengan uswah kepemimpinan (leadershipnya).

Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen (management), kedua konsep tersebut berbeda. Perbedaan antara pemimpin dan manajer dinyatakan secara jelas oleh Bennis and Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan yang benar sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat ("managers are people who do things right and leaders are people who do the right thing, "). Kepemimpinan memastikan tangga yang kita daki bersandar pada tembok secara tepat, sedangkan manajemen mengusahakan agar kita mendaki tangga seefisien mungkin.

Kita menyadari, tidak ada tokoh dalam sejarah yang ditulis, dipelajari, dibahas, dan dijadikan panutan dalam setiap ucapan, persetujuan, larangan dan perilakunya, selengkap, sedetil, dan sebanyak Nabi Muhammad SAW. Jumlah halaman dan buku yang ditulis mengenainya tidak terhitung jumlahnya, seolah pena telah kehabisan tinta untuk melukiskan betapa luas hidayah dan rahmat Allah yang dibawanya

Uswah hasanah kepemimpinan sesungguhnya terdapat pada diri Rasulullah SAW. Muhammad SAW adalah pemimpin yang holistic, accepted, dan proven. Holistic karena beliau adalah pemimpin yang mampu mengembangkan leadership dalam berbagai bidang termasuk di antaranya: self development, bisnis, dan entrepeneurship, kehidupan rumah tangga yang harmonis, tatanan masyarakat yang akur, sistem politik yang bermartabat, sistem pendidikan yang bermoral dan mencerahkan, sistem hukum yang berkeadilan, dan strategi pertahanan yang jitu serta memastikan keamanan dan perlindungan warga negara. Kepemimpinannya accepted karena diakui lebih dari 1,3 milyar manusia. Kepemimpinannya proven karena sudah terbukti sejak lebih 14 abad yang lalu hingga hari ini masih relevan diterapkan

Hanya saja dalam realitasnya terjadi reduksi nilai keteladanan leadership dan manajemen Rasulullah SAW hal ini dikarenakan rabun dekat kaum muslim sendiri. Yang dimaksud rabun dekat adalah ketidakmampuan melihat perjalanan hidup Rasulullah SAW secara lengkap dan holistik baik dimensi sosial, politik, militer, edukasi, dan hukum kemudian memformulasikan nilai-nilai keteladanan tersebut ke dalam suatu model yang dapat diteladani dengan mudah.

Cara pandang kebanyakan kita terhadap Rasulullah SAW adalah one-sided. Artinya hanya menjadikan Muhammad SAW sebagai pemimpin keagamaan saja. Daerah tertorialnya hanya di masjid dan mushalla. Kita menjadikan Muhammad SAW sebagai panutan saat kita shalat saja tetapi bila sudah keluar dari masjid masuk ke bank atau lembaga keuangan lainnya, maka suri tauladannya ditinggalkan. Ketika melakukan transaksi ekspor-impor petuahnya tentang kejujuran diabaikan. Ketika melakukan promosi iklan di media, fatwanya tentang akhlak dan kewajiban menghormati wanita agar jangan dijadikan objek murahan diacuhkan, bahkan kita dapat melihat, wanita, yang di bawah telapak kaking terdapat surga bagi anak-anaknya bigitu dilecehkan untuk memperoleh keuntungan komersial.

Sebagaimana tiap musim maulid tiba, banyak dibacakan shalawat-shalawat panjang, diba, dan barzanzi. Tetapi semua itu sebatas dikumandangkan di masjid, madrasah dan rumah-rumah saja bahkan seakan menjadi entertainment di berbagai siaran telelvisi dan panggung-panggung tabligh akbar. Namun ketika kembali di lingkungan kerja, lingkungan bisnis, lingkungan sosial seperti kantor dan conter bisnis misalnya, ternyata kantor kosong dari nilai-nilai akhlak dan keluhuran budi pekerti seperti yang diajarkan barzanzi. Counter steril dari spirit bisnis Rasulullah SAW. Shalawat terus dibaca, barzanzi selalu dikumandangkan tetapi kehidupan ini semakin jauh dari teladan Rasulullah bahkan tidak jarang semakin dekat ke budaya yahudi dan kapitalistik. Si kuat memakan si lemah. Majikan hanya menaikan upah bkalau para buruh sudah melakukan demo besar-besaran. Bahkan buruh harus melakukan perlawanan untuk sekedar memperoleh hak haknya. Profit jauh lebih diutamakan dari akhlak dan syariah.

Di sisi lain ada juga banyak yang terjebak dalam pengkultusan yang dilarang syariah dan Rasulullah sendiri. Memuliakan Rasulullah adalah wajib, membaca shalawat adalah sunnah, membela kehormatannya adalah fardhu-kifayah bahkan bisa menjadi fardhu ‘ain dalam situasi tertentu. Tetapi hal ini tidak harus membawa kita ke jurang pendewaan Rasulullah yang tidak proporsional. Rasulullah pernah mengatakan, “Janganlah kalian terlalu mengagung-agungkan aku seperti halnya kaum kristen mendewakan Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku ini manusia biasa putra seorang wanita Makkah yang memakan daging yang dikeringkan (lauk sederhana). Panggillah aku Rasulullah dan hamba Allah.” Bukhari Muslim.

Sebagian besar di antara kaum muslimin benar-benar memposisikan Rasulullah terlalu melangit, tinggi, dan jauh di atas sehingga mendekati posisi dewa atau anak dewa. Akibatnya beliau menjadi asing dan tidak bisa ditiru dan dijadikan suri tauladan lagi. Sebagai seorang pemimpin beliau berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah di hadapan hukum, memperoleh kemenangan dan kekuasaan, serta merasakan kekalahan dan kesedihan. Tubuhnya tidak terdiri dari besi tetapi daging dan tulang biasa. Kulitnya pernah robek, pelipisnya pernah terluka parah dan 2 giginya tanggal terkena pukulan di Perang Uhud akhibat gempuran Khalid Bin Walid.

Amat sedikit kita melihat studi yang mendalam oleh cendekiawan dan personel militer tanah air terhadap strategi militer Rasulullah padahal ia telah memimpin 9 perang besar 53 ekspedisi militer. Suatu jumlah operasi lapangan yang jauh lebih besar dari pengalaman tertorial seorang komandan angkatan bersenjata mana pun. Lebih dari itu semua operasi militer dilakukan tanpa alat komunikasi canggih seperti satelit, handphone, internet, dan fax

Muhammad SAW adalah manusia yang luar biasa namun bukan tidak mungkin untuk diteladani dan diikuti jejak-jejak kesuksesannya yang multidimensi. Salah seorang guru leadership menyatakan bahwa kepemimpinan yang baik memberikan inspirasi. Itulah yang membedakan pemimpin dengan yang bukan

Muhammad SAW disamping meninggalkan teladan yang bisa kita hidupkan untuk menjadikan hidup kita sempurna, juga meninggalkan banyak inspirasi dan kebijaksanaan tentang banyak hal secara utuh dan menyeluruh (holistik). Dengan kepribadian yang sempurna (insan Kamil), dan karakter holistik, sangat relevan untuk dijadikan sumber inspirasi dan motivasi bagi kita untuk mengembangkan kepemimpinan rasulullah ini di tengah-tengah duania yang menghadapi problematika yang semakin komplek.


Model-Model Kepemimpinan

Banyak studi mengenai kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang dibahas dari berbagai perspektif yang telah dilakukan oleh para peneliti. Analisis awal tentang kepemimpinan, dari tahun 1900-an hingga tahun 1950-an, memfokuskan perhatian pada perbedaan karakteristik antara pemimpin (leaders) dan pengikut/karyawan (followers). Karena hasil penelitian pada saat periode tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat satu pun sifat atau watak (trait) atau kombinasi sifat atau watak yang dapat menerangkan sepenuhnya tentang kemampuan para pemimpin, maka perhatian para peneliti bergeser pada masalah pengaruh situasi terhadap kemampuan dan tingkah laku para pemimpin.

Studi-studi kepemimpinan selanjutnya berfokus pada tingkah laku yang diperagakan oleh para pemimpin yang efektif. Untuk memahami faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkah laku para pemimpin yang efektif, para peneliti menggunakan model kontingensi (contingency model). Dengan model kontingensi tersebut para peneliti menguji keterkaitan antara watak pribadi, variabel-variabel situasi dan keefektifan pemimpin.


Studi-studi tentang kepemimpinan pada tahun 1970-an dan 1980-an, sekali lagi memfokuskan perhatiannya kepada karakteristik individual para pemimpin yang mempengaruhi keefektifan mereka dan keberhasilan organisasi yang mereka pimpin. Hasil-hasil penelitian pada periode tahun 1970-an dan 1980-an mengarah kepada kesimpulan bahwa pemimpin dan kepemimpinan adalah persoalan yang sangat penting untuk dipelajari (crucial), namun kedua hal tersebut disadari sebagai komponen organisasi yang sangat komplek.

Dalam perkembangannya, model yang relatif baru dalam studi kepemimpinan disebut sebagai model kepemimpinan transformasional. Model ini dianggap sebagai model yang terbaik dalam menjelaskan karakteristik pemimpin. Konsep kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan watak, gaya dan kontingensi.

Model Kepemimpinan Transformasional (Model of Transformational Leadership)
Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru dalam studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) merupakan salah satu penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan transformasional. Menurutnya, untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang model kepemimpinan transformasional, model ini perlu dipertentangkan dengan model kepemimpinan transaksional.

Kepemimpinan transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas organisasi. Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggungjawab mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman kepada bawahannya. Sebaliknya, Burns menyatakan bahwa model kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggungjawab mereka lebih dari yang mereka harapkan.

Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya.Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa "the dynamic of transformational leadership involve strong personal identification with the leader, joining in a shared vision of the future, or goingbeyond the self-interest exchange of rewards for compliance".

Dengan demikian, pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harusmempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan. Menurut Yammarino dan Bass (1990), pemimpin transformasional harus mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar

Yammarino dan Bass (1990) juga menyatakan bahwa pemimpin transformasional mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang realistik, menstimulasi bawahan dengan cara yang intelektual, dan menaruh parhatian pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bawahannya. Dengan demikian, seperti yang diungkapkan oleh Tichy and Devanna (1990), keberadaan para pemimpin transformasional mempunyai efek transformasi baik pada tingkat organisasi maupun pada tingkat individu. Dalam buku mereka yang berjudul "Improving Organizational Effectiveness through Transformational Leadership", Bass dan Avolio (1994) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi yang disebutnya sebagai "the Four I's".

Dimensi yang pertama disebutnya sebagai idealized influence (pengaruh ideal). Dimensi yang pertama ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus mempercayainya.

Dimensi yang kedua disebut sebagai inspirational motivation (motivasi inspirasi). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan, mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu menggugah spirit tim dalam organisasi melalui penumbuhan entusiasme dan optimisme.

Dimensi yang ketiga disebut sebagai intellectual stimulation (stimulasi intelektual). Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi. Dimensi yang terakhir disebut sebagai individualized consideration (konsiderasi individu). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan pengembangan karir.

Walaupun penelitian mengenai model transformasional ini termasuk relatif baru, beberapa hasil penelitian mendukung validitas keempat dimensi yang dipaparkan oleh Bass dan Avilio di atas. Banyak peneliti dan praktisi manajemen yang sepakat bahwa model kepemimpinan transformasional merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristik pemimpin (Sarros dan Butchatsky 1996). Konsep kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan-pendekatan watak (trait), gaya (style) dan kontingensi, dan juga konsep kepemimpinan transformasional menggabungkan dan menyempurnakan konsep-konsep terdahulu yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosiologi (seperti misalnya Weber 1947) dan ahli-ahli politik (seperti misalnya Burns 1978).

Beberapa ahli manajemen menjelaskan konsep-konsep kepimimpinan yang mirip dengan kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan yang karismatik, inspirasional dan yang mempunyai visi (visionary). Meskipun terminologi yang digunakan berbeda, namun fenomenafenomana kepemimpinan yang digambarkan dalam konsep-konsep tersebut lebih banyak persamaannya daripada perbedaannya. Bryman (1992) menyebut kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan baru (the new leadership), sedangkan Sarros dan Butchatsky (1996) menyebutnya sebagai pemimpin penerobos (breakthrough leadership).

Disebut sebagai penerobos karena pemimpim semacam ini mempunyai kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap individu-individu maupun organisasi dengan jalan: memperbaiki kembali (reinvent) karakter diri individu-individu dalam organisasi ataupun perbaikan organisasi, memulai proses penciptaan inovasi, meninjau kembali struktur, proses dan nilai-nilai organisasi agar lebih baik dan lebih relevan, dengan cara-cara yang menarik dan menantang bagi semua pihak yang terlibat, dan mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap tidak mungkin dilaksanakan.

Pemimpin penerobos memahami pentingnya perubahan-perubahan yang mendasar dan besar dalam kehidupan dan pekerjaan mereka dalam mencapai hasil-hasil yang diinginkannya. Pemimpin penerobos mempunyai pemikiran yang metanoiac, dan dengan bekal pemikiran ini sang pemimpin mampu menciptakan pergesaran paradigma untuk mengembangkan praktekpraktekorganisasi yang sekarang dengan yang lebih baru dan lebih relevan. Metanoia berasaldari kata Yunani meta yang berarti perubahan, dan nous/noos yang berarti pikiran.

Dengan perkembangan globalisasi ekonomi yang makin nyata, kondisi di berbagai pasar dunia makin ditandai dengan kompetisi yang sangat tinggi (hyper-competition). Tiap keunggulan daya saing perusahaan yang terlibat dalam permainan global (global game) menjadi bersifat sementara (transitory). Oleh karena itu, perusahaan sebagai pemain dalam permainan global harus terus menerus mentransformasi seluruh aspek manajemen internal perusahaan agar selalu relevan dengan kondisi persaingan baru. Pemimpin transformasional dianggap sebagai model pemimpin yang tepat dan yang mampu untuk terus-menerus meningkatkan efisiensi, produktifitas, dan inovasi usaha guna meningkatkan daya saing dalam dunia yang lebih bersaing.

Kepemimpinan Spiritual

Kepemimpinan spiritual adalah kepemimpinan yang berbasis pada etika religius dan kepemimpinan dalam nama tuhan; yaitu kepemimpinan yang terilhami oleh perilaku etis tuhan. Dalam memimpin makhluk-makhluknya . Pemimpin spiritual bukan hanya mempengaruhi pengikutnya pada tujuan organisasi melalui pemberdayaan, legih dari itu ia mengemban misi amar makruf, nahi munkar dan transendensi (membangkitkan iman).
Kepemimpinan dalam nama tuhan adalah kepemimpinan dengan penuh kasih sebagaimana sifat tuhan yang maha pengasih dan maha Penyayang. Dengan demikian jenis kepemimpinan ini adalah kepemimpinan yang menebar rahmatan lil alamin. Berikut dikemukakan pokok-pokok karakteristik kepemimpinan spiritual yang berbasis pada etika religius (akhlakul karimah) :

1. kejujuran sejati
2. fairness
3. semangat amal shaleh
4. Membenci formalitas dan organized religion
5. Sedikit bicara banyak kerja
6. Personal best
7. keterbukaan menerima perubahan
8. Dicintai
9. Visioner dan focus pada persoalan di depan mata
10. Doing the right thing
11. Disiplin dan Fleksibel, smart dan hangat
12. Rendah hati

Dalam panggung sejarah, para Rasul tuhan adalah contoh terbaik bagiamana kepemimpinan spiritual ditegakkan. Para Rasul Tuhan itu terilhami bagaimana kepemimpinan Tuhan dan untuk selanjutnya mereka terapkan dalam memimpin sesame manusia (Tobroni, 2010, h : 20). dan rasulullah SAW, sebagai khataminnabiyin, telah melakukan kepemimpinan holistik dalam menabur rahmatan lil 'alamin.

Pada situasi dimana kondisi semakin komplek, maka kondisi ini bisa dan hanya bisa dihadapi dan ditaklukan oleh mereka yang memiliki kemampuan komplek yang menyeluruh dan terpadu (Holistik). Oleh karenanya, pengembangan kepemimpinan holistik (The Holistic Leadership) yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW menjadi sebuah tuntukan logis.

The Holistic Leadership Center yang sejak awal mempunyai komitment ingin menciptakan dan membangun taman-taman firdaus di muka bumi ini, untuk menabur rahmat bagi alam semesta melalui pemgembangan kepemimpinan yang berangkat pada Insan Kamil, manusia yang memiliki kemampuan manusiawi secara komplek dan terpadu, siap bekerja sama dengan seluruh komponen bangsa didalam menumbuhkembangkan kepemimpinan holistik ini.

Dengan filosofi “mengubah arang menjadi intan”, kami yakin siapapun dapat mengembangkan jati dirinya sebagai manusia, makhluk Allah SWT yang paling sempurna dan mulia. Fitrah manusia yang pada hakekatnya adalah individu yang unggul, dapat diupayakan kembali dengan melakukan berbagai upaya serius tentunya.

Insya Allah kita bisa.


Tidak ada komentar: