MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Sabtu, 01 Januari 2011

MUHAMMAD SAW, INSPIRATOR AGUNG KAMI DALAM KECERDASAN HOLISTIK




Sampai dengan tahun 1980-an (bahkan sampai hari ini) masih banyak yang percaya bahwa keberhasilan seseorang sangat tergantung pada IQ-nya. Makin tinggi IQ seseorang akan makin besar kemungkinannya untuk berhasil. Itulah sebabnya banyak sekolah mempersyaratkan hasil tes IQ di atas 120 untuk bisa diterima di sekolah yang bersangkutan. Namun, sejak Howard Gardner menemukan teori tentang multiple intelligence (1983) dan Daniel Goleman memublikasikan temuannya tentang Emotional Intelligence (1995), maka para pakar dan awam pun tahu bahwa peran IQ pada keberhasilan seseorang hanya sekitar 20–30% saja.

Apa yang telah ditemukan Goleman secara cepat merevolusi teori dan praktek-praktek tentang pencapaian kesuksesan, bahkan muncul ektremitas0ekstrelitas yang tidak semestinya terjadi. Penghadapan ESQ vis et vis dengan IQ secara diametral semakin mewarnai diskusi-diskusi hingga saat ini. Bahkan sumber dari kecerdasan tersebut juga mulai diusik, pengaktifan otak kanan, penyepelean peran otak kiri, penghadapan yang demikian sebenarnya tidak perlu dan sangat keliru, bahkan hingga lahirnya konsep “otak tengah” yang bias saja terjebak pada kesalahan semantic, juga merupakan bias sistemik.

Kesalahan semantic dapat muncul karena seolah-olah diatnra otak kanan dan kiri ada otak tengah, yang dianggap berfungsi “antara” atau “medio” antara fungsi otak kanan dan fungsi otak kiri.Padahal, anatar otak kanan dan otak kiri secara anatomis tidak terdapat otak tengah adanya lekukan.

Kesalahan sistemik uncul karena otak tengah atau “mid brain” merupakan bagian terkecil dari otak yang berfungsi sebagai relay station untuk penglihatan dan pendengaran. Dia juga mengendalikan gerak bola mata. Bagian berpigmen gelapnya yang disebut red nucleus (inti merah) dan substantia nigra juga mengatur gerak motorik anggota tubuh. Karena itu kelainan atau gangguan di otak tengah bisa menyebabkan Parkinson. Otak tengah tidak mengurusi inteligensi, emosi, apalagi aspek-aspek kepribadian lain seperti sikap, motivasi, dan minat.

Mengenaik kecerdasan, Para pakar ilmu syaraf(neuroscience) Richard Haier dari Universitas California dan Irvineserta Rex Jung dari Universitas New Mexico, Amerika Serikat, menemukan bahwa inteligensi atau kecerdasan yang sering dinyatakan dalam ukuran IQ tidak terpusat pada satu bagian tertentu dari otak, melainkan merupakan hasil interaksi antar beberapa bagian dari otak.

Makin bagus kinerja antar bagian- bagian otak itu, makin tinggi tingkat kecerdasan seseorang (teori parieto-frontal integration). Di sisi lain, pusat emosi terletak di bagian lain dari otak yang dinamakan amygdala, tak ada hubungannya dengan midbrain. Sementara itu aspek kepribadian lain seperti minat dan motivasi lebih merupakan aspek sosial (bukan neurologis) dari jiwa, yang lebih gampang diamati melalui perilaku seseorang ketimbang dicari pusatnya di otak. Dengan demikian penguatan berbagai bagian otak dengan berbagai exercise nya adalah hal yang mutlak diperlukan untuk meningkatkan ketajamannya.

Kecerdasan Holistik

Manusia adalah makhluk yang utuh. Semua yang ada pada manusia bekerja sebagai sytem yang holistik. Sayangnya pendidikan dan pembudayaan yang parsial yang menekankan pada aspek-aspek tertentu saja, menjadikan manusia menjadi makhluq yang parsial, yang tidak utuh. Untuk menjadikan manusia sebagai manusia utuh, insan kamil, kita perlu melakukan pendidikan dan pembudayaan sehinggia berkembang Kecerdasan Holistiknya. Jika tidak, maka kita akan melihat berbagai fenomena yang kontradiksi.

Bagaimana jika seseorang IQ nya tinggi, EQ nya Ok, SQ top, dan kecerdasan phisiknya keren, namun dia tidak memiliki kecerdasan finansial ? Pernahkan anda menemukan seorang profesor yang hidupnya melarat ? seorang ustadz atau ustadzah tidak dapat mengamalkan ajaran berinfaq dan bersodaqoh apalagi Haji dan Umroh ? Atau bahkan orang yang fisiknya keren namun hidupnya tergantung pada sanak saudaranya ?
Inspirasi Kecerdasan Holistik.

Muhammad SAW Inspirator Terbesar

Ketika ditanyakan siapakah tokoh paling dahsyat dalam merubah kehidupan umat manusia dari seratus tokoh yang pernah ada ? maka jawabannya adalah Rosulullah. Hampir tidak ada tokoh dalam sejarah yang ditulis, dipelajari, dibahas, dan dijadikan panutan dalam setiap ucapan, persetujuan, larangan dan perilakunya, selengkap, sedetil, dan sebanyak Nabi Muhammad SAW. Jumlah halaman dan buku yang ditulis mengenainya tidak terhitung jumlahnya, seolah pena telah kehabisan tinta untuk melukiskan betapa luas hidayah dan rahmat Allah yang dibawanya

Teladan kepemimpinan sesungguhnya terdapat pada diri Rasulullah SAW karena ia adalah pemimpin yang holistic, accepted, dan proven. Holistic karena beliau adalah pemimpin yang mampu mengembangkan leadership dalam berbagai bidang termasuk di antaranya: self development, bisnis, dan entrepeneurship, kehidupan rumah tangga yang harmonis, tatanan masyarakat yang akur, sistem politik yang bermartabat, sistem pendidikan yang bermoral dan mencerahkan, sistem hukum yang berkeadilan, dan strategi pertahanan yang jitu serta memastikan keamanan dan perlindungan warga negara.

Kepemimpinan holistik yang diindikasi dengan keberhasilan di semua bidang ini memungkinkan disandang Rasulullah, karena Rasulullah Muhammad SAW adalah manusia yang sempurna (insan kamil)yang didukung oleh sifat fathonah (kecerdasan), yakni kecerdasan yang meyeluruh pula (Holistic Intelligence). Ini dapat dibuktikan.

Kepemimpinan dan sirah (sejarah) Rosululullah Muhammad SAW adalah inspirasi terbesar bagi penulis dalam meyakini akan Kecerdasan Holistik yang melahirkan insan kamil atau holistic person. Hanya manusia yang memiliki keserdasan holistiklah yang dapat menjadi manusia holistic dan sekaligus pemimpin holistic. Dari sirtah rtasulullah ini kita dapat belajar bahwa untuk kesuksesan, diperlukan kerjasama seluruh bagian kecerdasan secara utuh. Jika tidak maka kesuksesan itu tidaka mungkin diraih, bahakan akan muncul tragedy.

Sebagai missal, orang saat ini yakin bahwa dengan kecerdasan ESQ seakan dapat meraih segalanya. Belajar Dari sirah rasul ternyata tidak demikian. Meski secara emosional dan spiritual kaum muslimin yakin mendapatkan kesuksesan, namun karena kalah strategy (IQ) Rasul dan kaum muslimin tunggang langgang dan menderita kekalahan di Perang Uhud oleh pasukan yang dipimpin oleh Halid Bin Walid. Artinya, Strategy yang tepat sebagai hasil berfikir analitis - sistematis (IQ) dapat mengalahkan emosi dan spirit jihad yang menggebu (ESQ)

Sementara itu, dengan perpaduan IQ (strategy membuat parit keliling madinah) dengan segala sumber dayanya (PQ dan FQ) dan pengoyakan emosi melalui gerakan inteligen ke kabilah-kabilah di perkemahan sekutu (EQ) dan spirit berjihad (SQ)dalam penggalian part siang malam rasul mengapresiasi mereka yang mengungkapkan senandung dan puisi (Art dan Music Quotient) dll. Rasul dan kaum muslimin meraih kemenangan perang khondak tanpa melakukan pertempuran.

Hikmah perang khondak ini menunjukan dengan pengerahan seluruh potensi dan kecerdasan secara holistic, “menang” tanpa Ngasorake dapat diraih dengan gemilang. Hikmah ini memberi pelajaran bagi penulis, bahwa kemenangan dan kesuksesan pari purna hanya dapat dilakukan jika kita memiliki kecerdasan paripurna (holistic) dan memnafaatkannya secara utuh. Jika tidak maka :

1.Cerdas ESQ tapi tidak memahami know-how, tentu tidak akan mempu melakukan apa-apa. Kita dapat melihat banyak training ESQ dilakukan namun bagaimana dengan prestasi dan kesuksesan yang telah diraih ? Bagaimana mengukurnya ? Bagaimana indikator-indikator pencapaiannya. Kantor, Instansi swasta dan pemerintah berbondong bondong ESQ, bagaiaman dengan kinerja dan kasus korupsi di tempat itu ? Adakah korelasinya ? adakah beda nyata (signifikansi) kinerja dari perbedaan level training ESQ karyawannya ?

2.Cerdas IQ tapi bodoh ESQ dia dapat muncul sebagai tiran, menghalalkan segala cara, dan sejenisnya. Kita dapat melihat dalam kasus-kasus korupsi, kejahatan kerah putigh dan sejenisnya, pelaku-pelakunya adalah orang-orang cerdas secara profesi dan potensi (IQ).

3.Cerdas ESQ tapi tidak Cerdas Phisik dan Finansial, dia tidak mungkin melakukan aktivitas-aktivitas spiritualnya dengan sempurna, apalagi tanpa IQ, maka bisa saja kegiatan spiritualnya seperti orang yang mabok (tidak memahami apa yang dilakukan/dibaca).

4.Cerdas financial tanpa ESQ, PQ dan lainnya, dia akan muncul sebagai kapitalis sejati, rentenir sejati, dan pengekploitir berbagai sumber daya, termasuk mengekploitasi manusia lain (exploitation der long par long).

Dari contoh sirah tersebut kita juga dapat belajar managemen, pengaturan dan skala prioritas. Mengutamakan menggali parit untuk mengahadapi perang dari pada mengadakan serangakaian seremonial spiritual (Rasul dan para sahabat tidak menggelar dzikir akbar, istighosah akbar atau sejenisnya) dan juga berlatih perang. Ketika perang di depan mata, yang dikerjakan rasul adalah bagaimana menyiapkan strategy perang yang tepat.

Ini berbeda dengan apa yang penulis amati, saat peserta didik akan menghadapi Ujian Nasional, peserta didik harus berangkat pagi-pagi dan berkumpul untuk "beristighosah" hingga menjelang bel ujian masuk. Padahal jelas sekali tuntunan dalam Islam, bahwa memikirkan sesuatu hal sesaat, lebih baik dari ibadah sunah satu tahun. Analognya, belajar satu SKL (standar kompetensi kelulusan) sesaat lebih baik dari ibadah sunah (misalnya istighosah) satu tahun.

Oleh karenanya, di awal tahun baru ini, penulis menekankan untuk mengembangkan kecerdasan holistic, potensi menyeluruh yanga ada pada tiap individu, untuk dapat dimanfaatkan secara synergy seutuhnya, sehingga muncul karya-karya agung kemanusiaan. Karya-karya agung kemanusiaan, hanya dapat dihasilkan oleh manusia-manusia dengan kemampuan agung, manusia yang memiliki kemanusiaan seutuhnya. Insan kamil, holistic person.

Lebih jauh dari itu, hanya karya agung dari pribadi-pribadi agunglah yang dapat mendatangkan manfaat secara holistik pula. Hanya karya-karaya insan kamillah yang akan mendatangkan manfaat secara holistik, secara menyeluruh, sebagai rahmatalil a'almin, rahmat bagi alam semesta. Karena karya-karya manusia holistik, telah melalui proses holistik dalam penciptaannya.

Kepentingan untuk melahirkan pribadi-pribadi holistik, pemimpin-pemimpin holistik inilah, yang mendorong kita untuk melakukan banyak hal secara bersama-sama untuk menyelamatkan dunia seisinya secara holistik pula, bukan tambal sulam, bukan mencegah ekstrimitas dengan ektrimitas baru. Bukan mengejar surga dengan menabur neraka diantara kita. Insya Allah kita bisa asal kita sama-sama yakin kita berasal dari nenek moyang ahli surga.



Dulu sewaktu kami pertama terjun dalam training di basic training organisasi mahasiswa tahun 80-an, sering menggunakan indikator banyaknya peserta yang "nangis" bahkan "histeris" sebagai keberhasilan, setelah training usai, usai pula semuanya (nilai-nila yang diberikan) hilang tanpa bekas.

Kami benar - benar prihatin, banyak pola-pola renungan tahun 60 an hingga 80 an juistru menjadi main strain training-traning sekarang yang justru biayanya gila-gilaan. Apalagi klaim-klaim tentang training, dengan peserta ribuan sungguh tidak dapat diterima dalam konsep efektifitas pembelajaran manapun. Terasa, tidak ada beda antara training dengan kampanye massal, tidak ada beda antara pelatihan dengan tabligh akbar atau dzikir massal. Ini sebuah pembodohan. Karena Training, sebagai bagian dari proses pembelajaran tentu mempunyai kriteria-kriteria tersendiri.

Untuk itu, agar tidak terjebak seperti kampanye atau rapat masal, pelatihan kami membatasi 40 orang perombongan, sehingga pengukuran pencapaian indikator-indikatornya dapat dilakukan secara holistik pula. Makin kecil rombongan, maka akan semakin baik karena kami dapat mengevaluasi semua peserta waktu demi waktu secara lebih menyeluruh.


Tidak ada komentar: