MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Jumat, 22 Maret 2013

PEMILU 2014, BERTEKAD KERJA KERAS, BERHARAP DUKUNGAN IKHLAS, POLITIK UANG KITA LIBAS, BUDAYAKAN PILIHAN CERDAS

Pendidikan, sudah semestinya meningkatkan kecerdasan politik peserta didik, sehingga pada saat dia mulai memilih (Pemilih pemula) dia sudah memilik bekal yang cukup untuk dapat menilai dan menentukan pilihan secara cerdas. Hal ini dapat dilakukan melalu berbagai pendekatan dan berbagai bidang kajian. Melalui kompetensi pengelolaan keanekaragaman hayati, melalui perumusan masalah dalam metodologi ilmiah, bahkan melalui matematika dan pelajaran lainnya. Evaluasi dan koreksi yang jujur dan kontekstual dapat membuka pintu kecerdasan politik siswa. Namun dinamika di panggung politik yg memerlukan buffer sering menggodaku ingin terjun kembali ke kancah politik yg sudah digeluti sejak mahasiswa. Mudah mudahan banyak sahabat yang jauh lebih berkompeten tampil ke gelanggang untuk menunjukan bahwa berpolitik tidak harus korup, berpolik tidak harus berbohong dan munafik. Dalam kontek Pemilu sekarang, wajar saja. ketika siswa siswa tahu gurunya bermaksud mendaftarkan diri menjadi calon anggota legislatif (Caleg) dia menanyakan berapa ratus juta yang dibutuhkan sebagai modal, sebab yang mereka tahu, ada yang menarik ratusan juta hingga milyaran. Sebuah realita yang mencemari paling tidak yang paradoksal dengan nilai-nilai demokrasi dan ekualitas yang dikembangkan sebagai nilai- nilai karakter bangsa yang digembar-gemborkan. Tentu saja, bagi seorang pendidik. dalam kondisi apapun selalu harus menanamkan nilai-nilai ideal bagi peserta didiknya. Saya menyampaikan dalam rangka pendidikan politik. Kepadanya saya katakan : modal utama bagi mereka yang ingin dipilih adalah kepercayaan, kualitas pribadi, dan apa yang telah dilakukan untuk masyarakat. Investasi hati ini jauh mengalahkan modal apapun, dan ini akan dibawa sampai ke bilik suara. Jujur Pak Guru (saya - pen) tidak punya modal uang sebesar yang kalian bayangkan. Keterlibatan saya karena ingin memberikan pembelajaran dengan contoh langsung bahwa sudah semestinya bukan politik uang yang kita budayakan. Membudayakan politik uang, pada muaranya adalah membudayakan korupsi tetap menjadi trirani. Jikla pemilu adalah lahan investasi, sudah barang tentu keuntungan berlipat yang harus mereka dapatkan. Kita mudah menghitung indikasi korupsi anggota dewan. Seperti yang juru bicara hubungan antar lembaga sekretariat DPR/MPR, dengan gaji sekitar 7 juta plus berbagai tunjangan hingga 30 juta, dikurangi berbagai potongan dari partai dan keperluan lain, total bisa 20 juta, maka bisa dihitung berapa pertambahan kekayaannya dalam setahun. Oleh karenanya, jika seorang anggota Dewan dalam satu tahun pertambahan hartanya sangat tidak wajar, maka dapat dipastikan itu berasal dari korupsi. Saya jadi teringat apa yang dikatakan Pendiri PK Yusuf Supendi, tentang korupsi yang harus dilakukan oleh politisi akhibat istrinya lebih dari dua atau tiga bahkan 4 orang. Dengan 3 istri, maka jika dibagi rata satu orang istri mendapatkan 6 juta rupiah, maka dengan gaya hidup kalangan atas metropolitan itu sangat kurang, dan imbasnya adalah melakukan korupsi. Jika demikian, apa yang dilakukan seorang tetangga saya yang menjadi anggota Dewan yah ? Ketika saya pertama menjadi tetangganya, dia memiliki rumah yang konon dulu dikontraknya dengan satu mobil. Ketika diangkat menjadi anggota dewan, satu tahun mobil barunya bertambah 2 buah. Berikutnya rumahnya bertambah mewah sekaligus istrinya konon 3 orang. Beberapa tahun kemudian rumahnya dirombak menjadi bertambah sangat mewah, dan baru beberapa bulan rumahnya diratakan dibangun rumah bertingkat sangat tinggi laksana hotel berbintang. Uang dari mana ya ? Cerdas politik akan mengantarkan bangsa Indonesia pada pilihan politik yang memungkinkan terjadinya demokratisasi berkualitas dan perimbangan kekuasaan yang positif. Disamping itu juga akan dihasilkan politisi dengan sikap kenegarawanan yang tinggi, yang tidak sekedar mementingkan ego dan golongannya dengan mengkaming hitamkan constituen pemilihnya. Coba kita belajar dari sejarah, sejak PPKI yang bersidang di akhir Mei, UUD 45 sudah bisa ditetapkan di BPUPKI tanggal 18 Agustus 45, artinya, sebuah konstitusi negara yang begitu penting, dapat diselesaikan hanya dalam kurun waktu kurang dari 3 (tiga) bulan. Kita juga dapat membaca bahwa disana ada "Gentlemen Agreement" yang merupakan sikap kenegaraan utama terbentuknya NKRI dari para Faounding Farthers para mujahiod kemerdekaan Indonesia. Coba kita amati dan perhatikan realitas "debat kusir" para anggota parlemen saat ini yang kadang malah beradu fisik. Kurangnya pemahaman akan "amanah penderitaan rakyat" dan "sikap kenegarawanan" bahkan kedewasaan politik akibat proses "seleksi" yang "wani piro ?" Telah menghasilkan para "pokrol" yang banyak bicara di sidang-sidang tanpa esensi yang substansial. Waton suloyo dan anggapan yang berani menyerang adalah pemenang, telah menjadikan kondisi kontro produktif bagi lembaga yang mestinya terhormat ini. Dan ujung-ujungnya berbagai produk parlemen yang seharusnya dapat cepat diselesaikan menjadi terulur-ulur. Rakyat jadi penat, maka tidak heran jika muncul, bertele-telenya pembahasan berbagai produk parlemen, karena parlemen ingin banyak sidang agar tunjangan kehadiran sidang menjadi membengkak dan mempertebal pundi-pundi hartanya. Inikah yang terjadi ? Nau'dzu billah ! Melalui pendidikan politik dan kepemimpinan peserta didik, proses demokratisasi dan kesadaran bernegara akan menjadi lebih baik. Oleh karena itu diperlukan guru-guru yang memiliki komitmen berbangsa dan bernegara yang tinggi. Guru-guru yang terekrut karena karakternya yang ABS (Asal Bapak Senang) dan tidak memiliki Idealaisme tidak akan pernah masuk dalam kelompok ini. Saya termasuk guru yang mana ya ? Hanya peserta didik yang dapat menilainya dan penulis dapat menanyakan kepada mereka siapa saya. Pembudayaan politik cerdas juga akan berimplikasi pada proses pemilu yang berlandaskan kualitas. Pemilih tidak lagi dapat digiring oleh "Image Development Politic" , politik pembentukan image, yang terkesan terkuya kuya, dengan menabur kamuflase-kamuflase yang bernada dusta dan siasat busuk. Pemilih juga tidak digiring oleh serangan fajar, yang membangun bangsa sebagai budak uang. kecerdasan memilih ditentukan oleh keikhlasan untuk memilih yang paling baik dan tepat. Dukungan ikhlas itulah yang diharapkan oleh setiap kandidat anggota parlemen untuk tidak menumbuhkan ketergantungan balas budi yang justru akan menelikung kerjanya nanti. Bagi pemilih, akan tumbuh keikhlasan dalam setiap tindakan, yang pada akhirnya akan memperkokoh kehidupan sebagai bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa. Semoga !

Tidak ada komentar: