MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Senin, 04 November 2013

Happy Islamic New Year 1435 H, Ahlan wa sahlan fii dzilalin Qur’an

Pergantian penanggalan tahun Saka menjadi tahun Hjriyah, disambut dengan pesta rakyat yang luar biasa. Rakyat membawa berbagai hasil panen, dan hasil ternak termasuk kerbau di dalamnya ke alun-alun untuk dinikmati bersyama sebagai rasa syukur. Peristiwa tersebut dikenal sebagai Grebeg Syuro atau Grebeg Muharram. “Jadi esensi dari grebeg Syuro adalah rasa syukur dan bahagia atas ditetapkannya penanggalan Hijriah di Jawa” demikian ungkap Ketua Umum Partai Bulan Bintang, DR. MS Ka’ban pada suatu kesempatan.
Jika awal pemberlakuan tahun Hijriah di kasultanan-kasultanan Jawa ditandai dengan adanya grebeg syuro, maka pergantian abad XIV ke abad XV hijriyyah diwarnai oleh tekad bersama kaum muslimin di seluruh dunia menjadi abad kebangkitan Islam ke 2. Abad kebangkitan ke 2 ini diwarnai oleh jawaban jujur atas pertanyaan “Mengapa Kaum Muslimin Mundur dan Umat Lain Maju ? jawaban jujur atas pertanyaan ini adalah karena kaum muslimin meninggalkan al Quran. Sintesa dari hal ini adalah dunia Islam merasa perlu untuk bangkit, Ruju Ilaa Qur’an wassunah, bangkit kembali kepada Al Qur’an dan Assunah.
Berbagai referensi dan pemikiran dalam berbagai bentuknya menjadi pendorong menggeloranya semangat ini. Buku La Bible, La Qur’an et La Science, hasil karya mualaf intelektual Perancis, Prof. Dr. Maurice Bucaile, merupakan buku kajian kritis tentang Bibel, Kuran dan Scinece Modern yang mendonrong kaum muda kampus terutama yang bergerak dibidang science melakukan refleksi besar-besaran atas apa yang telah dilakukan selama ini.
Sementera itu, buku-buku sosial tulisan Cendikiawan Iran Al Shariati, seperti Tugas Cendikiawan Muslim, Haji, dll menempati tempat sendiri di kalangan kaum muda Islam yang tergabung dalam kegiatan-kegiatan dkwah kampus. Demikian Juga di bidang sastra, karya -karya Muhammad IQbal dari Pakistan yang sungguh menggerakan menyemarakkan pula berbagai aktifitas keagaaman kampus-kampus. “Tak ada tempat berhenti di jalan ini, sikap lamban berarti mati, mereka yang bergerak merekalah yang akan tampil ke depan, mereka yang berhenti sedetikpun, pasti tergilas ! seakan menjadi seruan membumi dari seruan langit Hayyaa ‘alal falaah !
Keyakinan akan hidup yang mulia di bawah petunjuk Al Quran jika kita menjalaninya dengan sungguh-sungguh, menjadi motivasi sendiri. Seperti ditulis Sayid Qutb pada Mukadimah tafsir Fidzilalin Quran, “Al hayatu fii dzilalin Qur’an Ni’mah, Ni’matahu laa ya’rifuha illa man dzakkahaa”, Hidup di bawah naungan al Quran sungguh Nikmat. Kenikmatannya tidak pernah dirasakan kecuali bagi mereka yang memperjuangkannya”. Menjadi pendorong tersendiri bagi setiap aktivis gerakan kebangkitan Islam untuk mengambil bagian sebanyak-banyaknya untuk mereguk kenikmatan hidup di bawah naungan al quran sebanyak-banyaknya pula.
Di tengah semarak kebangkitan itu, penulis mengamati ada hal-hal yang perlu diluruskan, Februari 1985 penulis merilis puisi berjudul “Adakah Kita Bangkit ” melalui harian Pelita jakarta. Salah satu bait puisi penulis tersebut adalah “Kebangkitan yang terbangun dari mimpi semalam, sebelum sadar hari kemarin, adalah bergegas menuju kehancuran berulang”. Puisi merupakan hasil introspeksi penulis atas apa yang terjadi pada “Training Mentor Agama Islam Fakulats-Fakultas di UGM” yang diselenggarakan oleh Jama’ah Shalahuddin di Pondok Pesantren Budi Mulia Yogyakarta. kebetulan penulis sebagai Master Training pada acara tersebut.
Masalah yang muncul akhibat perbedaan persepsi begitu menyita sebagian waktu training yang telah terschedule rapih. Satu kelompok menolak seorang Ibu, Doktor Psikologi memberi pembekalan kepada para calon mentor karena berdandan sebagaimana Ibu pada umumnya. Memakai kerudung ala Indonesia, dan ber make up sebagaimana Ibu-Ibu. Meski pada ahirnya hal itu bisa diselesaikan dengan membagi peserta menjadi dua, namun peristiwa itu cukup mermbekas sehingga penulis muncul proses kreatifnya menjadi puisi “Adakah Kita Bangkit” dan karya esei yang berjudul ” Tipologi Da’i Muda Kita” yang diterbitkan oleh Masa Kini Yogyakarta.
Grebeg syuro saat ini selalu dilaksanakan terutama di Kasultanan Yogyakarta dan Surakarta. Kita melihat, ada pergeseran nilai terutama yang terjadi di Surakarta (Solo) dengan Fenomena Mbah slametnya, yang lebih mengarah ke sinkritisme. Sementara Gema Ruju Ilaa Quran Wa Sunah yang merupakan tema sentral Kebangkitan Islam Dunia Islam saat ini juga menuju “kehancuran berulang”. Dua hal yang sama sama meprihatinkan bagi kita semua, mau tidak mau harus kita yang berusaha untuk memperbaikinya.
Memperingati Tahun Baru Hijriah 1435 H ini, selain penulis ingin menyampaikan selamat “Berhijrah” sebagai spirit “tahun Hijriah” juga izinkan menghimbau kembali kepada seluruh kaum muslimin, mari tekad Ruju’ ilaa Qur’an Wa Sunah ini kita realisasikan dalam kehidupan kita. Kita bahu membahu untuk bersatu dalam Qur’an Dan Sunah Rasul-Nya, karena hanya dengan berpegang kepada keduanya, kita dijamin tidak akan tersesat selama-lamanya, sebagaimana amanat Baginda Rasul Untuk Kita semua.
Happy Islamic New Year 1435 H, Ahlan wa sahlan fii dzilalin Qur’an ! Sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2013/11/04/grebeg-syuro-dan-ruju-ila-quran-wa-sunnah-607539.html

Tidak ada komentar: