MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Minggu, 18 Mei 2014

JOKOWI DIKUYA KUYA, JOKOWI PERKASA

Pasca pileg 2014 yang hasilnya masih disengketakan kita disuguhi realitas yang dapat menggumamkan pertanyaan Inkah Indonesia ? Terutama bagi kaum muslimin yang telah “dioprak-oprak’ untuk emilih caleg-caleg muslim dari partai-partai Islam dan partai berbasis kaum muslimin harus siap “dioprak-oprak” lagi memilih capres/cawapres dari kualisi tertentu yang justru kualisi itu bukan dibangun oleh nilai-nilai ideal islam, tetapi lebih pada pragmatisme kekuasaan para elit poltitik yang hipokrit.
Penulis sebut hipokrit, atau lebih tepat oportunistik karena ada standar ganda nilai-nilai ideal yang menjadi prinsipi mereka melangkah (atau bahkan tidak berprinsip ?). Perubahan itu sungguh jelas dan masih kinyis-kinyis. Bahkan dengan hasil pileg yang masih disengketakan, yang semestinya tidak dapat dijadikan landasan dan ugeran menyusun kebijakan lanjutan mereka seakan akan mengalami keterbelahan kejiwaan, memprotes dan memanfaatkan untuk merebut kekuasaan.
Lebih aneh lagi, kelmpok-kelompok itu masih juga tebal muka untuk memainkan isue agama (islam) dalam melawan kekuatan lawan (Jokowi). Semestinya dengan tidak melakukan kualisi ideologis dengan idealisme Islam, mereka sepantasnya menanggalkan isue-isue keagamaan. Namun realitasnya justru kualisi ini tetap memainkan isue agama (sara) dalam menyerang kualisi lain (Jokowi). Sudah pasti, masyarakat semakin muak dengan cara-cara demikian. Penulis yakin, semakin dikuya-kuya, Jokowi semakin berjaya. Ini Indonesia bung ! tempat dimana sindiran-sindiran, sinisme, kepada seseorang justru menimbulkan dukungan simpatik kepadanya. Nah ini juga akan terjadi pada Jokowi.
Jika dibandingkan Prabowo, maka Jokowi lebih menunjukan komitmen kepemimpinan yang merakyat. Bahkan, dengan lugasnya Jokowi mengamalkan apa yang telah dilakukan Rasulullah dalam menkonsolidasi umat. Seperti kita tentu ketahui Rasul senantiasa melakukan kunjiungan (blusukan) ke rumah-rumah umat selepas shalat subuh, Jokowi melakukannya, meski pada waktu yang berbeda. Jokowi pun lebih berpihak pada kaum duafa, rakyat kecil. pemimpin-pemimpin Islam (umar) mau memikikul gandum ke umatnya yang kelaparan. Jokowi pun mau melakukan hal serupa baik ketika di Solo maupun di Jakarta.
Sementara kami mencatat, sebagai ketua HKTI pun, Prabowo diam seribu bahasa ketika para petani Indonesia terancam usahanya saat SBY menjadi inisiator, perdagangan bebas sektor pertanian di tahun 2008, bahkan tidak ada upaya yang signifikan ketika para aktifis beramai-ramai menolak paket Bali (baca di kompasiana kami : Nehi Nehi Paket Bali). Dengan demikian Apa yang dilakukan Jokowi dalam kepemimpinannya sudah menunjukan "hanifan Musliman" , yakni kepemimpinan yang condong pada kebenaran dan penciptaan kedamaian (kepatuhan). Oleh karena itu Para Kyai, Penasihat, Kualisi dari partai Islam semoga mampu membuat Jokowi semakin menegaskan " Qul Inna sholati, wanusuki wamahyaya wamamati lillahi robbil 'alamin, dan laa syarii kalahu wa bidzalika umirtui wa anna awwalul musalimin . Dalam artian, apa yang akan Jokowi lkukan ke depan akan lebih memperkokoh dirinya sebagai sebagai pemimpin Islam yang sadar bahwa semua yang dilakukannya terkait dengan pengabdian kepada Allah SWT, sehingga bukan karya garing, tetapi karya yang berruh (memiliki ruh) Ketuhanan Yang Maha Esa. Jokowi semakin memiliki komitmen membumikan nilai-nilai rahmatan lil almin, dengan kesadaran penuh sebagai pemimpin Islam di negara yang berbineka tunggal ika seperti yang selama ini dilakukannya meski bukan dengan simbul-simbul agama.
Jalan demikian sebaiknya kita tempuh ketimbang terus mendiskiditkan Jokowi, yang boleh jadi bisa semakin jauh dari apa yang kita harapkan. Ini sebuah jalan tengah, saat dimana “pemimpin Islam formalisme” yang mengibarkan simbul-simbul agama namun justru perilakunya lain kata dan perbuatan sehingga kurang mendapat dukungan umat. Dan tugas kita bersama ke depan, bagaimana kita dapat lebih memunculkan pemimpin-pemimpin sesuai nilai-nilai ideal kita. Tentu saja hal ini tidak dapat dilakukan oleh mereka yang memiliki jiwa hipokrit, yang saat ini banyak bergentayangan.
Bagi kaum muslimin yang merindukan tegaknya kepemimpin Islam di bumi yang berbineka ini, serang menyerang bukanlah solusi. kita harus berusaha maksimal membangun “fiatun Kolilah’, “Creative minority” yang memiliki komitmen tinggi terhadap kemakmuran bangsa yang memiliki komitmen kata dan perbuatan, menjadi fokus kita ke depan.
Karena Fokus adalah proyeksi terdekat antara impian dan kenyataan. maka ketika kita fokus berarti kita harus tetap menapaki gais proyeksi itu, yang berupa garis lurus, garis lurus itulah Ihdinashirotol mustaqim. Kekuatan Islam akan berkembang dan menjadi Rahmatan Lil alamin ketika kita tetap berada di jalan lurus, tidak bengkok-bengkok apalagi pragmatis, asal bisa jalan.
Walaupun demikian, untuk maslah pilpres, sebaiknya kita mennghormati proses yang sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi,. karena boleh jadi kan terjadi perubahan konstelasi yang memungkinkan terjadi perubahan pola kualisi. Insya Allah !

Tidak ada komentar: