MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Kamis, 18 Juni 2015

PENGGEMBALAAN RAMADHAN 1436 HIJRIYAH

Sadar atau tidak sadar pemahaman jihad sebagian kita, terutama kalangan muda telah terpatron pada tarif tarif dengan konteks dan setting sosial budaya yang tidak sesua dengan apa yang ada di NKRI. Keyakinan kemutlakan kebenaran Islam itu harus, tepapi interpretasi, pemahaman dan wacana Islam yang ada sangat mungkin berbeda tergantung banyak hal. Dan dengan setting sosial budaya yang sangat berbeda antara timur tengah dan setting sosial budaya kita tidak mungkin menghasilkan pemahaman yang sama.
Timur Tengah, terutama Quraisy (Arab) dengan frame budaya yang tumbuh dari karakteristik "rihlatasyitaai wasyaef", yang penuh petualangan dan pertaruhan, jelas sangat berbeda Frame NKRI yang "Gemah ripah loh Jinawi", dengan spirit gotong royong, ramah dan tepa salira. Ta'rif jihad di NKRI dalam pandangan penulis sangat tepat dirumuskan point pointnya oleh Beliau Sunan Ampel dalam tembangnya ler ller. Berikut prinsip prinsip Jihad itu.
1.Mujahid memikiki kemampuan mengayomi (angon) Istilah ini sepadan dengan gembala, penggembalaan, Dai adalah penggembala yang menunjukan arah bagi setiap gembala ke tempat dimana hewan-hewan itu dapat memenuhi kebutuhannya. Penggembala juga selalu waspada dan menjaga keamanan dan kenyamana hewan gembalanya dengan penuh kasih sayang. Para dai, premimpin umat, sudah semestinya memiliki karakter penggembalaan yang sejati. Dalam proses penggembalaan sifat sabar dan kasih sayang lebih diutamakan atau dengan kata lain, Tawashobil Shobr watawa shaubil marhamah lebih diprioritaskan ketimbang tawa shobil haqqi wa tawashobi shobr. Sebagaimana sikap Rasul yang tidak mau menghukum penduduk Thaif yang mendzalimi beliau.
2.Keseriusan sempurna (Lunyu lunyu penekno) Al Quran berpesan untuk melakukan Jihad di jalan Allah dengan jihad yang benar (Haqqo jihadih, Q.S Al Hajj : 78). Jika Jihad juga diartikan sebagai Kesungguhan, maka Haqqo jihadih adalah kesungguhan yang sungguh-sungguh. Lunyu-lunyu Penekno, meskipun sangat licin harus di daki, itulah metaforanya. Fokus mendaki setahap demi setahap (Thobaq an Thobak) yang pada ahirnya sampai ke puncak.
3.Kekuatan memahami tujuan (kanggo mbasuh dodot iro) kesabaran, Terus melakukan pendakian dan terus bertahan dalam langkah perjuangan sangat terkait dengan pemahaman diri kita pada tujuan. Memahami sangkan paraning dhumadi dari setiap gelagat jihad dengan keyakinan penuh bahwa suatu saat tujuan akan tercapai adalah sumber energi tak ternilai dalam melakukan tahapan perjuangan. Memahami apa yang akan dicapai itu suatu yang akan sangat bermanfaat dan sangat dibutuhkan menjadikan seseorang mau terus melakukan langkah-langkah perjuangan.
4.Kekuatan analisis diagnostik (problem solving, dodot iro kumintir bedah ing pinggir). Sangkan paraning dumadi juga berarti kita memahami konsdisi kita saat ini. Kondisi dan problematika yang sedang dihadapai umat yang dipaham saecara tepat melalui diagnosa yang presisi menjadikan kita dapat melakukan problem solving, pemecahan masalah yang sangat dibutuhkan. Karena dakwah "memberikan apa yang dibutuhkan" otomatis akan diterima oleh umat dakwah dengan rasa gembira.
5.Kekuatan Life Skill (Dondomono jrumatono) Untuk dapat memberikan problem yang tepat maka kita harus memiliki kekuatan Keterampilan Hidup (Life Skill) dalam berbagai bentuknya. Oleh karena itu, jika kita telusuri lebih detail, para wali bukanlah pribadi-pribadi pertapa atau stereotipe orang-orang yang hanya berkutat dzikir di dalam tempat-tempat sepi, tetapi beliau adalah pribadi-pribadi yang terjun langsung dalam kehidupan masyarakat denga segala dinamikanya. Tidak kalah penting adalah kekuatan emphati dan skill community development, pengembangan masyarakat yang para wali miliki. Kemampuan keterampilan memanfaatkan media-media seperti media budaya dan kesenian , wayang, mocopat, bahkan tari juga para wali miliki disamping kekuatan pemahaman keislaman, akhlakul karimah dan keteladanan.
6.Kemampuan memanfaatkan peluang (mumpung padang rembulane mumpung jembar kalangane). Peluang tidak datang dua kali demikian adagium yang sering kita dengar. Oleh karena itu pemanfaatan peluang adalah kunci untuk mendapat kesuksesan. Pemanfaatn peluang dalam makna positif membuat para wali dapat menemukan moment yang tepat untuk menyampaikan missi dakwahnya.
7.Visioner (Kanggo sebo mengko sore) Kanggo sebo mengko sore, untuk bermain nanti sore, untuk menjadi pemain di dikemudian hari, sehingga setiap tindakannya diorientasikan pada tujuan dan masa depannya saat ini dikenal sebagai visioner. pribadi-pribadi yang visioner dalam kriteria rasulullah adalah pribadi-pribadi yang cerdas (Alkayis/Adzakiyu). Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang mengatakan alkayisu man daan nafsahu wa amila lima ba'da mautih. Orang yang cerdas adalah orang yang dapat menahan hawa nafsunya dan beramal untuk sesudah matinya.
8.Tabsyir (yu surako), lebih memberi kabar gembira dibanding ancaman (Tandzir). Yuk surako, mari bersorak adalah ajakan untuk bergembira. Dalam menyampaikan sesuatu, da dua hal yakni Tabsyir dan Tandzir. Tabyir adalah menyampaikan kabar gembira, sedangkan tandzir adalah menyampaikan ancaman-ancaman. Penggunaan dua metode ini tentu harus dipertimbangkan umat dakwah itu sendiri.
Para wali, jika kita lihat jejak dakwahnya, dengan melihat karakteristik setting sosial budaya yang ada lebih memilih melakukan strategi tabsyir, menyampaikan hal-hal yang menggembirakan dibanding dengan menyampaikan ancaman-ancaman. Hal ini memang sangat bertolak belakan dengan apa yang dilakukan oleh sebagian saudara kita yang justru lebih menitik beratkan pada penyampaian ancaman-ancaman dalam segala bentuknya baik lisan maupun tindakan.
Demikian sekilas pemahaman prinsip-prinsip dakwah yang terkandung dalam tembang iler-iler yang sangat terkenal terutama di wilayah jateng jatim. Mudah mudahan bermanfaat dalam melakukan Pengembalaan Ramadhan kita kali ini.

Tidak ada komentar: