MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Selasa, 15 Maret 2016

GUBERNUR DKI UNTUK JAYA RAYA

Kota Jakarta, lazimnya dianggap sebagai kependekan dari kata Jayakarta. Nama Jayakarya diberikan oleh orang-orang Demak dan Cirebon dibawah pimpinan Fatahillah, setelah merebut pelabuhan Sunda Kelapa dari Kerajaan Sunda pada tanggal 22 juni 1527. Nama ini biasanya diterjemahkan sebagai kota kemenangan atau kota kejayaan, namun sejatinya artinya ialah "kemenangan yang diraih oleh sebuah perbuataan atau usaha" dari bahasa Sansekerta Jayakarta.
Jayakarta berkembang menjadi daerah dengan kebudayaannya yang disebut budaya mestizo, atau sebuah campuran budaya dari beragam etnis. Sejak zaman Belanda, Jakarta merupakan ibu kota Hindia Belanda yang menarik pendatang dari seluruh Nusantara. Suku-suku yang mendiami Jakarta antara lain, Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Jakarta juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab, Tiongkok, India, dan Portugal.
Dalam kenyataannya, buda ya yang hidup di jakarta yang terwujud dalam siklus hidup ratau lingkaran hidup individu atau daur hidup, orang betawi mengenal bermacam-macam upacara adat, mulai sejak bayi dalam kandungan sampai kepada kematian dan sesudah kematian itu sendiri seperti misalnya : selamatan nuju bulanin atau kekeba, upacara kerik tangan dalam rangka kelahiran, khitanan (pengantin sunat), khatam Qur’an (pengantin tamat), adat berpacaran bagi kaum remaja (ngelancong), upacara perkawinan dan lain sebagainya. Budaya ini sampai sekarang masih terus hidup, dan sudah selayaknya dilestarikan sebagai identitas Jakarta.
Membangun Jakarta kota berbudaya pada dasarnya adalah membangun masyarakat berbudaya. Manusia disebut makhluk yang berbudaya, jika ia mampu hidup dalam atau sesuai budayanya. Sebagian makhluk berbudaya, bukan saja bermakna mempertahankan nilai-nilai budaya masa lalu atau warisan nenek moyangnya; melainkan termasuk mengembangkan (hasil-hasil) kebudayaan. Di samping kerangka besar kebudayaan, manusia pada komunitasnya, dalam interaksinya mempunyai norma, nilai, serta kebiasaan turun temurun yang disebut tradisi. Tradisi biasanya dipertahankan apa adanya; namun kadangkala mengalami sedikit modifikasi akibat pengaruh luar ke dalam komunitas yang menjalankan tradisi tersebut.
Agar tidak tercerabut dari akar budaya, maka pengembangan budaya harus berakar dari budaya yang telah dikembangkan selama ini, termasuk filosofi yang berkembang di masyarakat yang tergambarkan dalam simbul kota Jakarta, dalam hal ini adalah filosofi Jakarta yang terkandung dalam simbul Jaya raya. Jaya raya sendiri adalah satu sloka yang menggelorakan semangat segala kegiatan-kegiatan Jakarta Raya sebagai lbu-kota dan kota perjoangan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan keseluruhan lambang Jaya raya ini pula berada dalam kesatuan yang seimbang pada bentuk perisai segi-lima yang bergaris tebal emas, sebagai pernyataan permuliaan terhadap dasar falsafah negara “Pancasila”
Secara rinci, lambang Daerah Khusus lbukota Jakarta Raya melukiskan pengertian-pengertian sebagai berikut : 1. Jakarta sebagai kota revolusi dan kota proklamasi kemerdekaan Indonesia : 2. Jakarta sebagai lbu-Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengertian kota dilambangkan dengan gerbang (terbuka). Kekhususan kota Jakarta sebagai kota revolusi dan kota proklamasi dilambangkan dengan 'Tugu Nasional" yang melambangkan kemegahan dan daya juang dan cipta Bangsa dan rakyat Indonesia yang tak kunjung padam.
“Tugu Nasional” ini dilingkari oleh untaian padi dan kapas, dimana pada permulaan tangkai-tangkainya melingkar sebuah tali berwarna emas, yakni lambang cita-cita daripada perjuangan Bangsa Indonesia yang bertujuan suatu masyarakat adil dan makmur dalam persatuan yang kokoh erat. Dibagian bawah terlukis ombak-ombak laut yang melambangkan suatu ciri khusus dari Kota dan negeri kepulauan Indonesia. Keseluruhan ini dilukiskan atas dasar wama biru, wama angkasa luar yang membayangkan cinta kebebasan dan cinta darnai bangsa Indonesia. Dan keseluruhan ini pula berada dalam gerbang, dan pada pintu gerbang itu terteralah dengan kemegahan yang sederhana sloka "Jaya Raya' satu sloka yang menggelorakan semangat segala kegiatan-kegiatan Jakarta Raya sebagai lbu-kota dan kota perjoangan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan filosofi kota jakarta yang ada pada lambang jaya raya, yang sudah pasti harus dipahami oleh para pemimpin Jakarta dan diejawantahkan dalam aktivitas kepemimpinannya. Di samping itu, filosofi itu juga mengandung pesan profil kepemimpinan Jakarta. Dalam pemahaman penulis beberapa syarat pemimpin Jakarta yang sesuai filosofi Jaya raya diantaranya adalah :
1. Komitmen terhadap nilai-nilai Panca Sila, komitmen pada nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan keadilan sosial. 2. Memiliki spirit keperjuangan, keterbukaan dan cinta damai. Pemimpin Jakarta selain mengedepankan jiwa keperjuangan bukan meraih keuntungan pribadi, namun dalam kepemimpinannya juga mengedepankan jiwa damai, bukan menebar permusuhan dan kontradiksi/pertentangan dengan sikap atau gaya kepemimpinannya. 3. Memahami dan memiliki komitmen dalam pengembangan budaya Jakarta yang didasari siklus hidup masyarakat Jakarta. Sehingga Pemimpin tidak asing dengan masyarakatnya. Apalagi dalam siklus kehidupan masyarakat seorang pemimpin sangat diharapkan perannya, bahkan sering dimintai memimpin cara tersebut.
Sebagai warga Jakarta yang mengharapkan Jakarta berkembang sesuai jati diri Jayakarta yang tertuang dalam Jaya raya, saya berharap bisa menemukan Cagub dan cawagub yang memiliki paling tidak tiga kriteria di atas. Jayalah jakarta !
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/darwonogurukita/gubernur-dki-yang-dibutuhkan-jaya-raya_56e7a9600d9773300cf7334c

Tidak ada komentar: