MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Rabu, 16 Maret 2016

GUBERNUR JAKARTA DAN SPIRIT HJIHAD FI SABILILLAH

Sebentar lagi Jakarta akan memilih pemimpin (gubernur) untuk melanjutkan pembangunan Jakarta untuk mewujudkan kota ini menjadi kota kemenangan sebagaimana doa yang termaktub pada nama “Jaya Karta”. Kemenangan sejati, Fathan Mubina, mengganti nama lama Sunda Kalapa pada 22 Juni 1527 Raden Fatahillah sendiri adalah seorang Panglima Pasai, bernama Fadhlulah Khan, orang Portugis melafalkannya sebagai Falthehan. Ketika Pasai dan Malaka direbut Portugis, ia hijrah ke tanah Jawa untuk memperkuat armada kesultanan-kesultanan Islam di Jawa (Demak, Cirebon dan Banten) setelah gugurnya Raden Abdul Qadir bin Yunus (Pati Unus, menantu Raden Patah Sultan Demak pertama).
Sementara itu, menurut Saleh Danasasmita sejarawan Sunda yang menulis sejarah Pajajaran dalam bab Surawisesa, Fadhlullah Khan masih berkerabat dengan Walisongo karena kakek buyutnya Zainal Alam Barakat adalah adik dari Nurul Alam Amin (kakek Sunan Gunung Jati) dan kakak dari Ibrahim Zainal Akbar (ayah Sunan Ampel) yang semuanya adalah putra-putra Syekh Maulana Akbar dari Gujarat,India.
Dalam sejarah Islam, tidak ada “jihad” yang berlandaskan pada upaya penaklukan untuk ekspansi, ataupun memperluas kekuasaan. Jihad dalam islam ditegakkan dalam upaya menegakkan Amar Ma’ruf nahi munkar, oleh karenanya, Jihad yang dilakukan oleh Raden Fatahillah beserta pasukannya terhadap Sunda Kalapa tidak mungkin dilakukan tanpa alasan syar’i, mengingat Sunda Kalapa saat itu memang dikuasai oleh Portugis. Gaya hidup tentara-tentara portugis, maupun upaya “kafirisasi” yang dilakukan berbarenag dengan spirit “Gold, Glory and Gospel” oleh bangsa Eropa sangat memungkinkan raden fatahilah dari Cirebon hijrah ke Jakarta untuk berjihad membebaskan saudaranya di Sunda kalapa dari cengkeraman kedzaliman, kebengisan dan kekejaman dan kafirisasi kolonialisme Portugis.
Apalagi dakwah Islam di Jawa yang dilakukan oleh Wali Songo yang lebih menekankan pendekatan budaya, sangat menguatkan jika Raden Fatahillah melakukan hijrah dan Jihad di Jakarta dengan alasan syar’i. Pemilihan nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta, menunjukan bahwa Raden Fatahillah menggunakan cara-cara Wali Songo dalam menggunakan simbol-simbol atau memilih terminologi yang akrab dengan pansyarakatnya. Ini dapat dipahami mengingat para dai senantiasa berpegang pada tuntunan rasulullah untuk “Qul bi Uquulihim”, menyampaikan misi rahmatan lil a’lamin sesuai umat dakwah yang di hadapi. Ini dapat dipahami ketika kita membaca Ler Iler dan blimbing yang disampaikan oleh Sunan ampel dan tidak menggunakan simbol wathiini waz zaitun. Makanya menjadi membumi ketikla kemenangan nyata yang diraih oleh Raden Fatahilah atas jihad melawan kedzaliman Portugis di Sunda Kalapa tidak diungkapkan dengan nama Fathun Mubina, tetapi Jayakarta.
Nama Jaya karta yang berarti kota kemenangan, tidak saja mengandung makna sekedar prasasti kemenangan Jihad raden Fatahillah, namun nam itu juga bermakna doa, harapan dari para mujahid itu agar kota di teluk jakarta itu menjadi Qoryah Thoyyibah, kota yang penuh kemenangan, kota penuh kesuksesan, kesuksesan lahir bathin, dunia akhirt, kota penuh berkah. Itulah idealisme dan doa penamaan Jaya karta, bagi kaum muslimin tentu mahfum, bahwa nama adalah doa, nama anak adalah doa dari orang tua untuk anaknya, nama kota adalah doa dari pendiri kota itu. Jaya karta adalah doa dari Raden fatahillah yang diamini oleh para mujahid yang menggempur Portugis.
Idealisme sebuah kota yang jaya (jayakarta) bagi Raden Fatahillah beserta mujahidnya hingga harus berperang melawan portugis tentu saja terkait dengan apa yang dipahaminya tentang kota penuh berkah dalam al Quran : “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-A’raf: 96) Panduduk negeri (kota) tentu termasuk rakyat dan pemimpinnya.
Rakyat dan pemimpin tidak boleh mendustakan ayat-ayat Allah SWT termasuk ayat di dalam memilih pemimpin itu sendiri seperti digariskan Al Qur’an: Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. Membangun Jakarta menjadi Jayakarta, kota kemenangan dunia ahirat, atau kota penuh gemerlap duniawi saja adalah pilihan masyarakat Jakarta sendiri sebagaimana dinyatakan al Quran, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga kaum itu sendiri yang mau mengubahnya (QS. 13 : 11).
Oleh karena itu adalah hak warga jakarta sendiri untuk membangun kota jakarta menjadi kota yang penuh berkah atau kota penuh serakah, terus berkutat dalam kemewahan duniawai belaka. Sudah barang tentu hal itu juga terkait dengan komitmen warja Jakarta sendiri dalam memilih gubernurnya. Namun jika ingin membangun Jakarta di atas akar sejarahnya, maka mau tidak mau kita perlu memperhatikan nilai-nilai perjuangan yang telah ditunjukan oleh pendiri kota jayakarta ini, Raden Fatahillah dan para mujahidnya !
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/darwonogurukita/jakarta-raden-fatahilah-dan-spirit-jihad-fisabilillah_56e8eab9c423bd012ebcf700

Tidak ada komentar: