MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Sabtu, 31 Agustus 2013

PEMILU 2014 JALAN TAMPILNYA RIBUAN JOKOWI

Pemilu 2014 adalah pemilu yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Tampilnya putera-puteri terbaik Ibu pertiwi untuk memberikan sumbangsih terbaiknya bagai bangsa dan negara yang secara teoritik dinyatakan sebagai negara yang bangkrut mutlak diperlukan. Oleh karenanya, pendidikan dan pembelajaran politik untuk menciptakan masyarakat yang Cerdas Politik Untuk Indonesia lebih baik perlu terus digalakkan. Disisi lain informasi yang tepat dan akurat, yang terbebas dari rekayasa tentang profil dan track record anak-anak bangsa yang memungkinkan memegang amanah penederitaan rakyat perlu diberikan oleh pihak-pihak terkait dan digetoktularkan oleh kita semua sehingga saudara-saudara kita tidak memilih kucing dalam karung. Tidak kalah penting berbagai indikasi keterlibatan wakil-wakil rakyat (DPR) saat ini terkait dengan penyalahgunaan wewenang dan absurditas kinerjanya perlu diinformasikan secara fair karena apapun upaya penutupan masalah itu akan menjadi upaya yang sia-sia belaka.
Munculnya Jokowi sebagai pemenang persaingan pemilihan daerah merebutkan DKI 1 dengan gaya kepemimpinannya, ternyata telah membuka mata kita, bahwa rakyat sesungguhnya lebih memilih pemimpin yang “dekat” dengan rakyat, ketimbang pemimpin yang elitis, bombas, dan bertameng dalil-dalil agama. Gaya kepemimpinan Jokowi yang cenderung pada tingkat “sersan” (serius tetapi santai) telah banyak mengundang simpatik bahkan kepemimimpinan Jokowi menjadi bahan “copy paste” dari para elit politik dalam mengerahkan caleg-calegnya. Jokowi dan gaya kepemimpinannya menjelma menjadi Jokowifilia, kecintaan kepad Jokowi, dari blusukannya sampai cara berpakaian dan berpenampiulannya, pendek kata Jokowi juga menjadi trend setter. Sudah barang tentu, berbagai “keunikan” Jokowi menjadi tantangan sendiri dan bahkan dianggap akan menjadi penghambat utama bagi melajunya oknum-oknum tertentu ke puncak pimpinan nasional. Jokowifilia yang terus mangharapkan Jokowi memegang tampuk kepemimpinan nasional menghadapi tantangan berat dari lawan-lawan Jokowi yang iri dan dengki. Dengan keculasan dan kepecundangannya, oknum-oknum ini secara pandir sering menunjukan Jokowiphobianya. Bagi mereka Jokowi adalah Phobia nyata. Menabur virus Jokowiphobia adalah mekanisme pertahanan alamiahnya segabai individu yang terancam.
Bagaimanapun juga, Jokowi adalah aset bangsa yang sangat perlu dihargai dan disikapi secara manusiawi. Kita harus bersikap wajar dan realistis dalam menghadapi fenomena Jokowifilia. Manusiawi dalam artian biarlah Jokowi melakukan apa yang dia hendak lakukan dengan pilihan-pilihannya. Ketika Jokowi memilih lebih konsentrasi pada penyelesaian problematik Jakarta, maka siapapun jangan sampai mengusiknya untuk mendaki “kursi: kekuasaan lebih tinggi menjadi RI 1 misalnya. Demikian juga kita harus menghargai apabila dengan segala pertimbangannya Jokowi beralih dari konsentrasi semula membangun Jakarta kemudian beralih menggapai “kursi” yang lebih tinggi. Kita adalah satu keluarga bangsa Indonesia, yang penulis yakin, semua kita yang mencintai Indonesia sudah barang tentu menginginklan Ibu Pertiwi tidak menangis dan tidak bersedih hati lagi. Namun demikian, kita juga harus realistik dalam menangkap fenomena Jokowi. Tidak mungkin bangsa besar ini, negeri yang luas ini, hanya menyandarkan pada seorang Jokowi. Seandainya toh Jokowi menjadi “standar baku” , maka saya yakin Ibu Pertiwi mempunyai puter-putera yang “standarnya sama” bahakn melebihi “Baku standar” tersebut.
Barangkali sebagai sesama Kolega dan lebih khusus sesama Kagama yang kebetulan satu angkatan di UGM, penulis tahu, masih sangat banyak Jokowi-Jokowi dari “kampus rakyat UGM”, dan sebagai aktifis penggerak Lembaga Dakwah Kampus, Putera-Putera Pertiwi yang memenuhi “baku Standar” itu akan semakin banyak jika ditambah dari mereka yang berasal dari kampus lain yang bukan penghuni “menara gading” (lihat tulisan Topping Leadership di www.theholisticleadership.blogspot.com) dan makin kian berlimpah jika dari seluruh kampus, seluruh lapisan, dan berberapa tahun angkatan maupun kelahiran.
Yang menjadi tantangan kita sebenaranya adalah, bagaimana moment Pemilu 2014 nanti menjadi moment yang tepat bagi munculnya ribuan Jokowi untuk memperbaiki bangsa ini. Perlu pemulis paparkan disini, bahwa ratusan ribu putera-putera Pertiwi telah “disingkirkan oleh sistem” yang diawali dari konsep Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK di tahun1978), mereka yang tidak mau dikekang dan dipelihara di menara gading ini kemudian menjadi korban-korban yang disingkirkan dalam system recruitment birokrat maupun technokrat dengan mata geluitin yang sangat taajam melalui system screening dan Indonesia sangat merugi karenanya. Oleh karena itu adalah wajar, para puncak birokrat hingga bebarapa lapis dibawahnya dapat terlibat pada hala-hal yang merugikan rakyat, karena memang mereka yang terjaring pada birokrat adalah mereka yang tidak terbiasa memikirkan rakyat, mereka yang lebih nyaman ada di menara gading untuk memperbesar IPK nya sehingga memungkinkan mengejar gelar-gelar akademik tertinggi.
Sementara itu merekla yang memang secara sadar menghindarai menara gading dan kemudian menjadi tersingkir karena system recruitment, mereka dengan keberanian dan kepercaayaan dirinya membangun masyarakat tanpa embel-embel artifisial yang “wah”. Mereka inilah amunisi-amunisi yang masih tersimpan yang memiliki kekuatan dahsyat untuk merontokkan “gunung problematika” yang dihadapi bangsa kita.
Penulis tahu, putera-putera bangsa yang masih menjadi permata yang tersimpan pada saat yang tepat akan mengibarkan panji-panji penyelamat bagi maslahat umat. Alhamdulillah dari DCT yang telah dikeluarkan oleh KPU, putera-putera bangsa ini telah siap berkompetisi secara fair. Hanya masalahnya jika para Incumbent yang telah tetrbukti menjadi manipulator, kortuptor, maklar proyek dll, lebih menarik karena iming-iming dan amang-amang (presure) yang mereka punyai, dan masyarakat tertipu karenanya, maka Indonesia akan jatuh kembali ke jurang yang lebih dalam. Untuk mencegah hal itu kita semua memiliki tanggung jawab untuk memberikan pendidikan politik, untuk mengingatkan masyarakat untuk bertindak cerdas dalam mengahadapi pemilu 2014 nanti. Jika masyarakat cerdas politik, maka masyarakat dapat menciptakan meliu bagi terbukanya jalan ratusan riobu Jokowi bahakan yang lebih dari itu memegang kendali bangsa. Sudah barang tentu, Jokowiphilia maupun Jokowiphobia yang tidak rasional akan memberikan konstribusi negatif bagi munculnya ratuisan ribu bahkan jutaan putera-putera terbaik Ibu Pertiwi tampil ke depan. Jokowiphilia dan Jokowiphobia yang diciptakan oleh mass media juga harus segera diakhiri.
Mudah-Mudahan bermanfaat.

Tidak ada komentar: