MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Rabu, 16 Oktober 2013

SUPERMAN IS DEAD

Jika boleh diungkapkan dalam satu ungkapan, maka kurikilum 2013 ingin menegaskaan "Superman is dead", Supermen telah tewas !. Yang dibangun melalui kurikulum 2013 adalah generasi Indonesia yang memiliki kompetensi "team building" untuk membangun Indonesia dalam kebersamaan menghadapi kancah persaingan global.
Untuk tujuan tersebut, maka seluruh komponen yang terkait dalam kurikulum itu didesign dengan basis paradigma kebersamaan. Paradigma kebersamaan ini juga idealnya terejawantahkan dalam setiap aspek kurikulum termasuk terbreakdown dalam model, methoda dan penedekatan pembelajaran hingga ke sistem evaluasi dan penilaiannya. Kurikulum 2013 pada akhirnya bermuara pada peserta didik yang memiliki kompetensi Spiritual (KI 1), Kompetensi Sosisl (KI 2), Kompetensi Pengetahuan (KI 3) dan kompetensi keterampilan dalam makna keterampilan mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Keempat kompetensi perlu dikembangkan secara simultan sehingga peserta didik memiliki kepribadian yang holistik. Ibadah Qurban, sudah kita pahami bersama memiliki nilai-nilai yang dapat mengembangkan kompetensi spiritual, kompetensi sosial bahkan kompetensi Inti pengetahuan dan Keterampilan. Oleh karena itu, sejalan dengan kurikulum 2013 maka ibadah Qurban di sekolah dapat dijadikan kegiatan pembelajaran yang berparadigma kebersamaan di sekolah.
Sudah banyak sekolah-sekolah yang sadar akan hikmah ibadah qurban bagi pendidikan terutama terkait dengan pengembangan kompetensi spiritual dan kompetensi sosialnya, oleh karenanya telah banyak sekolah yang melaksanakan kegiatan ibadah qurban di sekolah. Namun karena masih terbatas pada konteks pengembangan sikap religiusitas dan sosial peserta didik, maka tidak mengherankan jika pelibatan komponen pendidik terbatas pada dua bidang tersebut yang biasanya guru agama dan pembina OSIS atau Rohis dan itupun masih sebatas pada pelaksanaan qurban sebagaimana biasa dilakukan oleh masyarakat, tanpa terkait dengan kontek pendidikan. Atau dengan kata lain belum memanfaatkan moment Qurban dalam Contextual Learning. Sehingga wajar pelaksanaan qurban tidak menyediakan perangakat pembelajaran termasuk indikator-indikator kompetensinya hingga sistem penilaian dan evaluasinya.
Kegiatan qurban sebatas menyembelih dan berakhir pada pembagian daing qurban atau paling jauh hingga penyampaian laporan pelaksanaan Ibadah qurban, proses refleksi, affirmasi apalagi evaluasi dan penilaian hampir tidak ada yang melakukan. Seperti telah disampaikan pada bagian terdahulu, bahwa ibadah Qurban sesungguhnya dapat dijadikan pembelajaran berparadigma kebersamaan,maka pelaksanaan ibadah qurban perlu didesign sebaik mungkin sebagaimana proses pembelajaran pada umumnya dari penyusunan kompetensi-kompetensi intinya hingga indikator-indikator pencapaiannya beserta sistem penilaian dan evaluasinya. Dengan tuntutan ke empat kompetensi, maka pelaksanaan ibadah qurban di sekolah disarankan melibatkan pendidik yang luas seperti guru science/biologi untuk spesifikasai KI 3 dan KI 4 nya.
Contextual learning ini dapat didesign untuk pencapaian kompetensi organ, sistem organ, mekanisme, kelainan dan penyakit dari hean-hewan Qurban. Karena pada umumnya hewan Qurban adalah ruminansia, maka kompetansi pengetahuan diarahkan pada spesifikasi ruminansia dan komparasinya dengan mamalia lain terutama omnivora khususnya manusia. Melalui basis proyek atau penugasan kelompok, peserta didik secara langsung dibudayakan pada pembelejaran yang terkait dengan kehidupan nyata (Contextual Learning) yang pada akhirnya membangun peserta didik yang "menyatu" dengan lingkungannya, bukan mnusia yang hidup di awang-awang alias tidak membumi.
Kompetensi keahlian dan terampil menerapkan ilmu pengetahuan dapat dikembangkan melalui kerja langsung menangani hewan qurban ante maupun post mortem, sebelum dan sesudah disembelih. Sebagai misal, pada penanganan post mortem, pserta didik melakukan bagaimana melepaskan otot, tendo dan ligament dari tulang-tulangnya sehingga tinggal tulang yang bersih tanpa sisa sisa otot (daging) yang melekat. Hal ini membutuhkan keterampilan tersendiri yang dapat difasilitasi pembimbingnya. Keterampilan ini selain sangat penting dalam pengembangan keahlian anatomi dan bedah, juga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sosio religius dalam acara-acara keagamaan seperti ibadah Qurban , aqikah maupun bekal keterampilan bisnis kuliner berbasis daging.
Benang merah dari uraian singkat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa amat disayangkan jika momentum ibadah Qurban tidak dimanfaatkan oleh pihak sekolah dalam kontek pembelajaran berparadigma kebersamaan.
Penulis adalah Pendedik, aktivis Education For Sustainable Development, Relawan pengembangan Masyarakat (CD) dan Caleg DPR RI dari Partai Bulan Bintang Dapil Jakarta Timur. Dari : http://edukasi.kompasiana.com/2013/10/16/qurban-dan-pembelajaran-berparadigma-kebersamaan--602025.html

Tidak ada komentar: