MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Kamis, 09 Oktober 2014

MIPA MENGAJARKAN TA'AT ATURAN, DISIPLIN DAN KREATIF

Geger tentang perkalian 4 X 6 apakah sama atau tidak dengan 6 X 4, terutama di sosial media dengan segala pembuktiannya masing-masing, sesungguhnya justeru melemparkan kita pada pertanyaan apakah pelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) membuat kita “saklek” dan tidak menumbuhkan kreatifitas ?. Sebagai pembelajar MIPA sudah barangb tentu dapat menjawab dengan langsung Tidak bahaklan dengan bukti-buktinya kita dapat memaparkan bagaimana kreatifitas yang sangat terbuka dalam menekuni katakanlah soal-soal MIPA.
Hanya saja, dalam MIPA, yang dikenal sebagai sunatullah yang terbentang di alam (Kauniyah) dimana teorema,postulal, hukum, dalil maupun aksioma telah diketemukan rumusannya melalui “tafakkaruu fi kholqissamaawati wal ardl” . memikirkan dalam penciptaan langit dan bumi harus diterapkan dalam menghadapi atau menyelesaikan kasus-kasus tertentu, sebab dengan itui nsemua kita menjadi sadar bahwa semua fenomena alam itu memiliki makna dan kemanfaatan tentu dengan segala ciri khusunya. Benda jatuh, tentu ridak bisa serta merta diselesaikan dengan semua hukum fisika yang ada, demikian juga ping poro lan sudo (Perkalian, pembagian, penjumlahan dan pengurangan) harus ditaati hirarkhis strukturnya dalam melakukan operasi matematika.
Teorema adalah pernyataan hubungan definisi dengan definisi lainnya. Contoh: Teorema Pythagoras menyatakan hubungan ketiga sisi segitika siku-siku, Teorema Langrange menyatakan hubungan grup hingga dengan subgrup-nya. Bagaimana memahami suatu teorema. Belajar begaimana membuat teorema baru dari asumsi-asumsi yang telah diketahui. Belajar melihat hubungan definisi dengan definisi lainnya sehingga bisa ditarik suatu teorema. Hubungan antar definisi yang memiliki makna.
Sementara itu Dalil (theorem) biasanya digunakan pada matematika, hukum pada ilmu alam, merupakan. Hubungan tetap di antara besaran. Sedangkan Postulat adalah pernyataan yang diterima tanpa Ada yang menyamakan postulat dengan aksioma sehingga mereka dapat dipertukarkan.Ada yang berpendapat bahwa ada harapan bahwa pada suatu saat postulat dapat dibuktikan.
Ada satu lagi yang terkait dengan ilmu, yakni Aksioma. Aksioma adalah pendapat yang dijadikan pedoman dasar dan merupakan Dalil Pemula, sehingga kebenarannya tidak perlu dibuktikan lagi. Aksioma yaitu suatu pernyataan yang diterima sebagai kebenaran dan bersifat umum. tanpa memerlukan pembuktian. Contoh aksioma : 1. Melalui dua titik sembarang hanya dapat dibuat sebuah garis lurus. 2. Jika sebuah garis dan sebuah bidang mempunyai dua titik persekutuan, maka garis itu seluruhnya terletak pada bidang. 3. Melalui tiga buah titik sembarang hanya dapat dibuat sebuah bidang. 4. Melalui sebuah titik yang berada di luar sebuah garis tertentu, hanya dapat dibuat sebuah garis yang sejajar dengan garis tertentu tersebut.
Dalam aplikasinya, Seorang yang menghadapi permasalahan fungsi eksponensial, tentu saja tidak akan pernah dapat menyelesaikan permasalahan tersebut jika dia kekeuh , ingin menegaskan “to be free” nya dan menggunakan penyelesaian program linier. dalam MIPA, kreatifitas, kebebasan tidak inheren dengan “semau Gue’ , tetapi kreatifitas yang ta’at pada berbagai aturan, teorema, hukum, dalil dan aksioma yang ada.
Dengan terbiasa menghadapi setiap kondisi dengan berlandaskan dan bersandarkan teori, hukum/dalil aksioma yang tertentu, pembelajar matematika dan Ilmu pengetahuan membudayakan pembelajar untuk selalu taat aturan, disipilin. Sementara itu kreatifitas dalam mengaplikasikan berbagai aturan tersebut, selain mengembangkan keatifitasi itu sendiri, tetapi juga menumbuhkan kreatifitas yang berdasar, kreatifitas yang beralasan, kebebasan yang bertanggung jawab serta tingkat disiplin yang tinggi.
Oleh karena itu, menjawab suatu permasalahan MIPA harus benar-benar memperhatikan konteksnya. Hal ini tentu akan membawa pembelajar kepada kondisi yang kita sebut sebagai “dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung” , generasi-generasi yang hidup dengan taat aturan, disiplin dan kreatif. Dengan realitas ini sesungguhnya Pembelajaran MIPA sangat diperlukan dalam menumbuhkan karakter unggul generasi muda untuk perbaikan Indonesia ke depan. Sudah barang tentu, hal ini bukan berarti bahwa belajar yang lain tidak berfungsi untuk itu.
Kita telah merasakan bersama, betapa sangat bahayanya adagium “I will to be Free” yang berkembang pada tahun 60 an, dimana pada perkembangan lebih lanjut berkibarlah gaya hidup bebas, bukan sekedar kebebasan berpendapat atau berekresi tetapi juga pergaulan bebas, sex bebas, dan kehidupan bebas nilai, jalan hidup semau gue. Di negara kita sendiri, euphoria kebebasan reformasi, telah dimanfaatkan dengan salah kaprah, oleh oknum-oknum tertentu, seolah-olah kita tidak memiliki aturan kenegaraan, nilai-nilai luhur bangsa yang harus ditaati.
Oleh karena itu, bagi para pendidik bidang MIPA, peran kita dalam mengembalikan dan menyadarkan akan kebebasan, dan kreatifitas yang bertanggung jawab sangat terbuka melalui pembelajaran kita. Hal ini memerlukan dukungan seluruh masyarakat, agar pengkondisian “taat aturan”, Disiplin, Kreatifitas yang berlandas, dalam penggunaan teorema, hukum/dalil dan Aksioma tidak diartikan sebagai pengekangan terhadap kreatifitas, membatasi kebebasan. Bagaimanapun juga dalam konteks bermasyarakat di negara hukum, hakekat ta’at aturan, kebebasan yang bertanggung jawab dan kreatifitas bernilai itulah yang akan menjamin keberlangsungan tatanan harmonis di masyarakat.
Geger “tugas Matematika” itu tentu mennghadirkan hikmah bagi kita semua. bagi penulis, ada beberapa hal yang perlu disampaikan : 1. Utuk penyusun kurikulum, bahwa sangat bagus menyusun hal-hal yang bernilai p[enuh idealisme . Namun demikian, pembinaan Idealisme itu perlu disampaikan bertahap, “ada pakaet paket” yang mesti dilewati. Meminjam Istilah sufi, sebelum pada ranah hakekat dan ma’rifat, maka perlu di jalani dulu syariat dan jihad, berlayar dan slulup. Ada tahapan-tahapan penyampaian nilai-nilai ideal, haketa, filosofis ke anak disik. Kurikulum juga harus dirancang seperti itu, tahapan-tahapan berfikir perlu diberikan denganperiodisasi yang tepat. pada tahap awal, ketaatan terhadap syariah, hukum-hukum ilmu pengetahuan perli ditekankan terlebih dahulu, bukan dalam diskursus hakekat dan makrifat.
2. Bagi pendidik, selain harus bersifat terbuka, dan selalu meningkatkan kreatifitas, kompetensi dan kekritisan, juga perlu bersikap selektif dan dinamis dalam menyikapi setiap perubahan, terutama terkait dengan perubahan pemikikiran dan saintek. 3. Bagi orang tua selalulah berkoordinasi dengan guru (sekolah) terkait dengan masalah pendidikan buah hati. Semua hal perlu dibicarakan sebaik mungkin sebelum dijadikan konsumsi publik, demi perkembangan buah hati sendiri. Berlakulah bijaksana dalam menghadapi perbedaan dengan guru, dan selalu tekankan buah hati untuk menghormati pendapat guru, sebab begitu kita melecehkan guru, maka buah hati akan melecehkan kita adalah tinggal sekedar menunggu waktu. Oleh karenanya, semua harus diselesaikan dalam konteks mendidik buah hati kita.

Tidak ada komentar: