MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Minggu, 22 Desember 2013

JAGALAH DIRIMU DAN KELUARGAMU DARI SIKSAAN MONEY LOUNDRY

Masih segar dalam ingatan kita betapa seorang artis yang menerima aliran dana dalam kasus pencucian uang menjadi sangat repot dibuat hal itu. Sudah barang tentu sangat beruntung artis tersebut karena dapat mebuktikan kalau hal itu terkait dengan kontrak jobnya. Jika tidak, maka sudah banyak yang ahli hukum yang menyatakan bahwa hal itu bisa menyeret sang artis ke dalam tuduhan Pencucian Uang Pasif.
Laporan dari masyarakat, saat ini benar-benar heboh pemberian uang dari para caleg, terutama caleg incumbent dari partai-partai kaya. Terkait dengan informasi yang berkembang bahwa semua fraksi dari partai partai di senayan adalah maklar proyek, dengan berbagai jenis korupsi dan gratifikasi, maka menjadi pertanyaan apakah masyarakat yang menerima dapat dijerat dengan pasal pencucian uang jika pada akhirnya melalui pembuktian bahwa penghamburan uang, sikap “dermawan” itu sesungguhnya adalah dalam proses pencucian uang ? Jika iya, apakah penerima nanti direpotkan seperti artis cantik di atas ? Lalu bagaimana kita menjaga diri kita dan keluarga dari jebakan siksa Money Loundry ini ?
Dari berbagai sumber ternyata siapapun yang menerima aliran dana yang tidak terkait dengan transaksi dan sejenisnya , bisa dikatagorikan sebagai pelaku pencucian uang pasif. Sudah barang tentu, dengan katagori ini, seorang atau kelompok penerima bisa diproses secara hukum. Paling tidak. masyarakat akan direpotkan menjadi saksi bagi pelaku pencucian uang pada saat pelaku menjalankan proses hukum hingga dipituskan. Sikap kritis dan hati hati adalah hal yang perlu dikedepankan oleh masyarakat dalam menghadapi “para sinterklas politik” itu. Jangan mudah digoyahkan dan lalu menerima begitu saja karena tawaran segepok uang. Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan kita agar terhindar dari hal-hal yang tidak kita inginkan : 1. Pertanyakan sumber uang tersebut apalagi jika dia adalah penyelenggara negara seperti Caleg Incumbent misalnya. Jika sumber uang itu jelas, dapat dipastikan si pemberi akan memberi keterangan dengan senang hati. Jika tidak sebaiknya lakukan penolakan karena bisa saja kita menerima dana tidak seberapa tetapi resikonya diseret-seret ke pengadilan meski sekedar menjadi saksi. Demikian juga bila jawaban jelas tetapi kita ragu, sebaiknya ditolak, sebab meninggalkan yang ragu-ragu itu bagian dari yang disarankan dalam agama kita. 2. Lakukan sesuai prosedur serah terima dana (transaksi) yang wajar, bukti transaksi, besaran dan uraian yang tercantum pada bukti transaksi, tempat dan tanggal, tanda tangan dan nama terang si pemberi dan si penerima, juga saksi-saksi. Bukti transaksi yang syah itu sangat bermanfaat sekiranya ada masalah di kemudian hari. Inti dari menjaga diri kita dan keluarga kita dari siksa money loundry adalah sikap kehati-hatian kita dalam menerima bentuk pemberian apapun terutama dari penyelenggara negara khususnya di musim kampanye ini. Akan lebih mulia jika kita tidak mudah menerima pemberian apapun karena tidak terkait dengan kerja/pembayaran apapun dari orang-orang yang sedang diincar KPK. Untuk mengetahui apakah si pemberi adalah oknum yang diincar atau tidak, tentu saja kita dapat menggunakan paramater-paramater umum. Berbagai kejadian yang ada, yang diungkap mas media dan pengadilan Tipikor dapat dijadikan dasar kehati-hatian kita terkait dengan pengaliran dana/bantuan caleg incumbent. Hindari tindakan spekulasi terhadap bantuan/pendanaan dari caleg maupun partai yang sudah ceto welo welo bermasalah dengan korupsi, gratifikasi maupun maklar proyek. Demikian beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk menjaga diri kita dan keluarga kita dari siksa money loundry. Insya Allah Kasus Atut dan Joko Susilo dll akan melahirkan terobosana baru, dimana yurisprudensinya bisa menjadi proses seleksi partai-partai dengan "Paramater Keterlibatan Korupsi" JIka merujuk berbagai sumber, maka kemungkinan partai-partai yang saat ini bercokol di senanyan akan rontok tereleminir dari keikut sertaannya dalam Pemilu 2014, makanya mereka bersikeras untuk menyelenggarakan Pemilu 2 kali (Pileg dan Pilpres), padahal konstitusi mengamanatkan 1 kali dalam 5 tahun. Mereka bersikeras agar meski caleg-calegnya bermasalah tetapi tetap ikut pemilu legislatif, dan terpilih, sehingga berharap dapat mengikuti pilpres. Ini jelas sangat merugikan negara hanya karena mereka ingin bercokol tetap berkuasa meskipun yang berkuasa bukan orang0orang yang mewakili rakyat. Padahal Jika pelaksanaan Pemilu Pileg dan Pilpres serentak, maka biaya jauh lebih murah, dan proses ketegangan turun 50 % nya. Hal ini juga dapat memberi waktu yang cukup bagi KPK untuk melakukan tugasnya membongkar dan menuntaskan caleg caleg Incumbent dan partai-partai bermasalah terkait dengan korupsi, gratifikasi, maklar proyek dll. Proses seleksi dan eliminasi partai melalui "Paramater Keterlibatan Korupsi" ini bisa menghasilkan jumlah peserta Pemilu ideal 3 Partai. Mudah-mudahan raklyat Indonesia yang kian cerdas dapat memilah dan memilih kieputusan dengan tepat apa yang terjadi dalam dinamika berbangsa dan bernegara. Kami yakin, Rakyat Indonesia bisa ! Jika hal ini terjadi, maka kami dpat mengucapkan : wamakaruu wamakarallah, Innallah khoirul maakiriin, mereka berencana, Allah juga berencana, sungguh Allah pembuat rencana paling baik. Mereka berencana mengeliminir partai-partai lain dengan peraturan yang menguntungkannya (PT) tetapi ternyata mereka tereliminir sendiri oleh paramater korupsi. Insya Allah.

Tidak ada komentar: