MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Jumat, 27 Desember 2013

MIMPI, VISI DAN MISI DARWONO CALEG PBB DAPIL DKI 1

Impian kami terbesar adalah Membangun taman surga di atas dunia. Menciptakan dunia yang aman, nyaman, menyenangkan bagi semua anak bangsa. Untuk itu kami mempunyai Visi menceiptakan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai salah satu Taman Firdausnya, yakni NKRI yang ayem tentrem karta raharja, baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur. Untuk mewujudkan hal itu, maka pendidikan yang selama ini berparadigma "pembebasan" menghasilkan orang-orang bebas, bahkan kadang sampai bebas nilai, harus direformasi menjadi sistem pendidikan yang mengakar sesuai amanah konstitusi. Yang ke dua, danya keadalina soasial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Alhamdulillah, atas pertolongan Allah melalui tangan teman-teman yang dermawan, meski gaji kami jauh di bawah UMR, saya bisa menjadi caleg dengan tujuan untuk mereformasi sisdiknas. Dan ini didukung teman-teman guru dan murid, Mohon doa dan semua sahabat agar amanah temen-temen guru dan murid-murid dapat kami goalkan di senayan. Kami sangat memahami nasib guru swasta karena kami bagian dari mereka.Tujuan kami menjadi Anggota Legislatif ya bisa Merubah Sistem Pendidikan Nasional dengan menghilangkan dikhotomis negeri swqasta. Karena Amanah UUD 1945 bahwa Mencerdaskan Kehidupan bangsa adalah MUTLAK amanah negara. Ini berarti negara bertanggung jawab total akan keberlangsungan pendidika dari SD - S3 untuk setiap warga negara dan juga kesejahteraan Guru, Dosen, Ustadz dan ustadzahnya.
Yang ke dua adalah ingin menghormati seluruh orang tua apa pun profesinya (buruh bangunan, Tukang becak/bajay, buruh angkut dll) atas jerih payah mereka berpartisipasi dalam pembangunan bangsa dengan memberikan Jaminan Sosial hari tua, karena mereka tidak mendapat uang pensiun. Sehingga di hari tua semua orang tua bangsa Indonesia dapat hidup sejahtera dan fokus ibadah untuk mendapatkan surga.
Realitas pahit dapat dijumpai di lapangan, bahwa sekolah-sekolah yang dikelola masyarakat (swasta - pen) tidak jarang menjadi sapi perahan bagi pejabat-pejabat (pengawas dll) dalam bentuk keharusan keharusan SPJ, TST dalam berbagai hal, dan harus memenuhi standar-standar yang ditetapkan. Sekolah-sekolah swasta yang kecil bukan dibantu untuk berkembang, tetapi sebaliknya diancam untuk ditutup dan dimerger. Sekolah-sekolah umat, bernasib sudah jatuh tertimpa tangga. Sementara sekolah-sekolah yang wah justru mendapat kedekatan penuh. Pemerintah tidak lebih bertindak sebagai pendorong kapitalisasi pendidikan.
Meski swasta tidak identik dengan komersialisme, namun pada realitasnya , karena tuntutan yang terkait dengan kebijakan kebijakan bidang pendidikan, Penyelenggara pendidikan oleh masyarakat (yayasan) tidak jarang terjebak pada penyelenggaraan pendidikan yang menekankan keuntungan. Pendidikan tidak lain adalah industri jasa dengan guru sebagai salah satu faktor produksinya. Dalam kontek guru sebagai faktor produksi dari industri pendidikan, maka pakem guru yang semula adalah “digugu dan ditiru” dengan segala integritasnya, bergeser sebagai Front line, bahkan sekedar costumer Service yang harus tampil dengan costumer satisfactionnya, harus tampil sebagai pemuas pelanggan dalam hal ini siswa dan orang tua siswa.
Guru yang semula memegang filosofi “Ing Ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa dan tut wuri handayani” harus bersedia tampil sebagai pribadi yang berperilaku dan bersikap siap memuaskan costumernya secara totalitas. Di samping itu, keunikan guru sebagai pribadi, yang dalam sejarah justru menciptakan murid-murid lebih habat, harus mau dilebur sesuai dengan Standard Operational Procedure (SOP) yang sangat rigid.
Jika terus dibiarkan, maka dimasa depan akan muncul dua kutub produk pendidikan, yakni pendidikan swasta yang lebih cenderung menuntut “kepuasan dirinya” seperti proses yang terjadi pada industri pendidikan tentu saja dengan segala variasinya, sementara itu hasil pendidikan yang tidak berbagis masyarakat (negeri) memiliki karakternya sendiri. Ini sebuah tantangan yang luar bisa, bahkan dapat membahayakan masa depan bangsa. Kita tidak bisa begitu saja menafikan hal ini, sebab dalam kontek pendidikan, kita dapat mengenal berbagai mafia seperti mafia Barclay dan sejenisnya.
Terkait dengan hal itu, sebagikanya ada perbaikan sistem pendidikan nasional dimana, seluruh pendidikan formal dari tingkat terendah hingga tingkat tertinggi benar-benar dikelola dan mutlak tanmggung jawab Negara sehingga seluruh proses harus disesuaikan dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang sesuai dengan amanah konstitusi. Sedangkan partisipasi Masyarakat dapat diwujudkan dalam upaya memperkuat pendidikan formal yang diselenggarakan negara atau mengambil peran dalam pengembangan pendidikan informal maupun nonformal.
Dengan perubahan pada sistem pendidikan nasional terutama pada pendidikan formal, maka guru, dosen, ustadz, ustadzah dan karyawan pendidikan formal seluruhnya menjadi tanggung jawab pemerintah, sekaligus harus menjadi abdi negara yang bertugas mewujudkan kecerdasan bangsa dan menumbuhkan generasi yang benar-benar komitmen pada dasar falsafah dan tujuan bangsa Indonesia.
Kelas kelas pendidikan formal, tidak lagi sekedar disekat-sekat berdasar IQ maupun tinggi rendahnya jumlah nilai dari pendidikan formal; sebelumnya, tetapi didesign untuk menjadi miniatur Indonesia, dimana anak-anak bangsa yang berbineka berproses tumbuh bersama dengan saling asah, asih, dan asuh yang difasilitasi oleh pendidik-pemdidik berkarakter tangguh bukan berkarakter memuaskan pelanggan !
Para lanjut usia, mungkin karena mereka kurang mobile, sehingga tidak potensial untuk “getok tular” menyebar keuntungan kampanye maka kurang mendapat perhatian bagi para Caleg (Calon Anggota Legislator). Nasib para “Veteran Pejuang Bangsa” ini dibiarkan melayu secara alami, dan tidak ada yang peduli. Melalui interaksi intensif dengan pendekatan Emphatic Communication, pada ahirnya kami, sebagai salah satu Caleg DPR RI dari Partai Bulan Bintang, mendapat inspirasi untuk memperjuangkan secara Intra Parlementer nasib mereka.Para inspirator kami menunjukan karakter kuatnya yang tidak pernah mau menyerah pada keadaan. Mereka hidup bersahaja dan tidak mau meminta-minta. Namun gores kepedihannya yang kubaca membuatku terus bertanya, apa yang dapat aku perbuat untuk mereka ? Bulat tekadku untuk memperjuangkan secara intra parlementer untuk melindungi dan meringankan beban hidup mereka. Jaminan Sosial hari Tua, adalah rumusan program yang kita dapat perjuangkan bersama sebagai wujud birul walidain kita secara nasional.
Dalam penilaian kami siapapun para lanjut usia, apapun latar belakang profesi mereka sebelumnya, meraka telah memberikan sumbangsih kepada bangsa dan negara, mereka telah berjuang bagi dirinya dan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendidikan bahkan perkembangan teknologi yang begitu menakjubkan tidak mungkin lepas dari jasa-jasa mereka. Sebagai contoh, kampus-kampus yang melahirkan pemikir-pemikir bangsa, tidak mungkin berdiri tanpa peran dan jasa para buruh bangunan. Pembangunan tak mungkin berjalan manakala tidak ada para tukang pencari pasir, batu kerikil bahkan batu kapur. Berbagai bahana bangunan tidk mungkin siap digunakan untuk membangun kampus yang melahirkan pemimpin pemimpin bangsa tanpa jasa buruh bongkar muat.
Pemimpin, profesor, civitas akademika, buruh bangunan, bruh bongkar muat, pencari kerikail tidak mungkin dapat melakukan tugasnya jika tidak memiliki tenaga. Tenaga akan dihasilakan manakala manusia-manusia itu mengkonsumsi bahan makanan. Bahan makanan ada karena ada peteani dan buruh tani. Serangkaian penjelasan itu, memberikan pembelajaran kepada kita, bahawa semua pada dasarnya telah melakukan sumbangsih terhadap pembangunan bangsa. Namun demikian ketika mereka telah lanjut usia, perlakuan tidak adil menjadi terlihat. Sebagian mereka mendapat tunjangan dana pensiun, yang terjadi pada PNS maupun Purnawirawan, sedang masa tua buruh tani, buruh bangunan, buruh bongkar muat, supir, tukang ojek, tukang becak, pemulung dan sejenisnya sama sekali tidak diperhatikan.
Oleh karenanya, kami merasa perlu berjuang bersama-sama seluruh anak bangsa yang mencintai orang tua bangsa Indonesia yang tidak mendapatkan tunjangan dana pensiun, diperhatikan oleh negara, diberi penghargaan atas jasa-jasa mereka dengan Tunjangan Sosial Hari tua. Dengan tunjangan ini diharapkan para lanjut usia Indonesia dapat hidup sejahtera, dan dapat menjaalani hari-hari masa tuanya dengan tidak dibebani pikiran : besok makan apa ?.
Bagai penulis, Tunjangan Sosial Hari Tua ini, bagaikan bentuk birul walidain dari putra putri bangsa Indonesia, terhadap orang tua -orang tua bangsa. Insya Allah dengan birul walidain nasional ini, dimana kita putera-puteri bangsa Indonesia yang peduli kepada generasi pendahulunya, insya Allah bangsa Indonesia mendapat doa mujarab dari para lanjut usia tersebut. Imbasnya Indonesia akan menjadi bangsa yang berkah, insya Allah.
Penulis yakin, jika anda mencintai orang tua, maka akan mendukung kami memperjuangkan hal ini secara bersama-sama. Coblos Darwono Jos !

Tidak ada komentar: