MISI

***************** A MAN WHO WANT TO CREATE AN EDEN IN THE WORLD *****************

Kamis, 06 Februari 2014

HMI BAGI NKRI RELIGI

Sebelum Himpunan Mahasiswa Islam berdiri, terlebih dulu berdiri organisasi kemahasiswaan bernama Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) pada tahun 1946 yang beranggotakan seluruh mahasiswa dari tiga perguruan tinggi di Yogyakarta. yaitu Sekolah Tinggi Teknik (STT), Sekolah Tinggi Islam (STI) dan Balai Perguruan Tinggi Gajahmada yang pada waktu itu hanya memiliki Fakultas Hukum dan Fakuktas Sastra. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) selalu berbau kolonial Belanda. Sering pesta dengan poloniase, dansa serta minum-minuman keras.
Dikarenakan Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta dirasa tidak memperhatikan kepentingan para mahasiswa yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Tidak tersalurnya aspirasi keagamaan merupakan alasan kuat bagi para mahasiswa Islam ntuk mendirikan organisasi kemahasiswaan yang berdiri dan terpisah dari Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY).
Komitmen kepada Keislaman, Keindonesiaan dan Kedendikiaan adalah nafas utama Himpunan Mahasiswa Islam yang didirikan oleh Lafran Pane dkk. Oleh karenanya, dalam kaderisasi HMI dari Batra (LDK 1) dan seterusnya, peningkatan terhadap ketiga nilai utama itu senantiasa ditumbuh kembangkan dan ditingkatan gradenya dari satu tahapn training ke tahapan berikutnyta. Kaderisasi HMI selalu mendapat sambutan hangat dari kalangan mahasiswa mengingat mayoritas mahasiswa adalah mahasiswa Islam.
Idealnya, outcome HMI adalah para Cendikia yang memiliki komitmen keislaman tingga dan integritas NKRI. Sayangnya hingga awal tahun 80 an, alumni-alumni HMI justru terjebak pada kooptasi kekuasaan yang korup dan sebagian terjebak sekulerisme. Beberapa moment diawal kebangkitan Islam yang penuh kesadaran kembali pada ruju ila Quran wassunah itu, muncul protes terhadap pemikiran sekuler Nurcholis majid. Teor Amoniak pada halal bihalal di gedung PDHI Yogyakarta yang dihadiri oleh Nurcholis adalah bukti Mahasiswa Islam Yogyakarta tidak sepakat dengan ide-ide sekulerisme Nurcholis. Demikian juga peristiwa yang menimpa Abdul Ghofur yang dilempar telur busuk, merupakan indikasi protes atas kooptasi Orba terhadap HMI. Dremikian juga dengan para alumni yang terkooptasi Orba yang turut menekan HMI untuk mengikuti tindakan represif Rezim Orba.
Sikap kritis kader HMI yang tersibghoh nilai-nilai kebangkitan Islam di awal 80 an inilah yang memberikan evaluasi kritis untuk merombak nilai dasar perjuangan dengan hittoh Ulul albab yang menekankan keseimbangan fumsi Abdullah, Khalifatullah, dan kecendikiaan. Pada saat yang sama, rezim Orba memaksakan penyeragaman azaz, dengan azaz tunggal. Kondisi ini melahirkan tekad kader yang komitemen terhadap nilai-nilai kebinekaan untuk tetap mempertahankan Azaz Islam.
Cabang HMI Yogyakarta di bawah komando Mohammad Choiron (FH UGM) melalui interaksi dan diskusi dengan teman-teman PII Yogyakarta di bawah Komando Hari Ananta (FE UGM), pada pertemuan terakhir di Tegalan, di rumah kontrakan mantan ketua cabang HMI Fauzi Kadir, HMI Yogya tetap mempertahankan kebinekaan Azaz dengan tetap berazaz Islam. Secara nasional, HMI yang tetap mempertahankan kebinekaan azaz ini kemudian menyebut sebagai HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi).
Dengan demikian MPO lahir bukan sekedar respon untuk tetap menjaga kebinekaan atas pemaksaan rezim ORBA pada azaz tunggal. Tetapi lebih dari itu, MPO lahir juga atas koreksi Internal akan outcome produk Nilai dasar perjuangan Insan Cita yang lerbih terkooptasi pada nilai-nilai pragmatis ketimbang tetap tershibghoh sebagai abdullah dan khalifatullah, sebagai cerminan ulul Albab. Pada Milad ke 67 tahun ini, mari sebagai keluarga besar HMI (termasuk KAHMI dan KOHATI) kita berintrospeksi sudahkah Khittoh Ulul Albab menshibghoh diri kita ? atau dengan kalimat singkat, dapatkah kita menegaskan : “isyhaduu bi anna muslimun ? “
Dalam catatan penulis, penyusunan khittoh Ulul Albab sendiri dilakukan dengan penuh “jihad” dan keberanian menghadapi sifat represif rezim. Tidak heran kalau penyusunan nya pun sering bergerilya, hal ini sangat maklum karena “kadal ijo” (aparat keamanan rezim Soeharto) sangat ketat mengawasi gerakan HMI MPO ini. Salah satu tempat singgah diskusi diskusi khittoh adalah Pondok Pesantren Budi Mulia Yayasan Shalahuddin Yogyakarta. Bang Egy, mas Choiron, Bang Zulkifli Halim, Misbah, Kusnan dan penulis sendiri adalah kader-0kader HMI yang turut berdiskusi tentang “Khittoh Ulul Albab” di masjid Abu Bakar Assiqiq itu.
NIlai-nilai Keislaman, Keindonesia dan Kecendikiaan HIM, KOHATI dan KAHMI, yang terwakili dalam Term Ulul Albab, sejatinya sangat dibutuhkan oleh bangsa ini yang sedang di;anda berbagai krisis. Jika komitmen terhadap nilai-nilai Ulul Albab benar-benar terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, semestinya kita dapat memberikan konstribusi mulia. Sayangnya hal ini belum sepenuhnya terwujud sehingga roda berputar kembali, kita kembali menyaksikan outcome kita yang justru terperosok dalam lembah nista penghianatan bangsa.
Dari uraian di atas kita dapat memahami bahwa kehadiran dan dinamika HMI senantiasa terkait dengan perlawanan dan upaya penegakkan keislaman di Indoneisia khususnya di kalangan kaum muda kampus dengan berbagai aktivitasnya yang meluas ke kehidupan bangsa secara totalitas tanpa dibatasi oleh kukuhnya dinding kampus atau sistem pendidikan yang melingkupunya.
Oleh karenanya, menyambut Milad LXVII HMI, 5 Februari 2014, sembari kami mengucapkan Selamat Milad HMI ke 67, kami juga mengajak mari kita keluarga besar HMI (HMI, KOHATI, KAHMI) teus berupaya tegakkan nilai-nilai Rahmatan Lil Alamin sebagai komitmen kita terhadap nilai-nilai keislaman, mengupayakan terwujudnya NKRI Berkah NKRI bersyariah melalui proses legal pemilihan Umum 2014 sebagai pengejawantahan nilai-nilai keindonesiaan yang menghargai kebinekaab, dengan bahu membahu menjadikan Pemilu 2014 untuk meraih Izzul Islam wal muslimun. Insya Allah.

Tidak ada komentar: